-32-

245 35 1
                                    

Musik mengalun dengan keras, dan hampir semua orang larut dalam keceriaan, entah itu berjoget di tengah aula atau sekedar duduk di kursi yang ada di tepi sambil bercengkrama dan bersenda gurau.

“Ayo.” Gino menggandeng tangan Moza dan mengajaknya ke bagian tengah untuk berjoget bersama, diiringi lagu yang dimainkan DJ. “Momen kayak gini gak akan terjadi dua kali. Jadi sayang banget buat dilewatin.”

Moza mendengus, tapi ia tak punya pilihan lain selain menurut, atau Gino akan memaksa pada akhirnya. Sebenarnya terpaksa menurut, karena ia sudah terlanjur berjanji pada Gino untuk membantunya memanas-manasi Nadine.

Jujur, kemeriahan dalam pesta ini sama sekali tak berpengaruh pada Moza. Bahkan di keramaian seperti ini, ia merasa kosong, seakan ada sesuatu dari dirinya yang hilang.

Saat hendak menuju bagian tengah aula, tanpa sengaja Gino menabrak seorang cewek yang ternyata cewek itu adalah Nadine. Dan disana juga ada Gala.

“Ih, apaan sih? Ngapain lo kesini?” Sulut Nadine.

“Gue lewat.”

“Cari jalan lain bisa kan? Ngapain harus lewat sini?”

“Suka-suka gue dong. Emang kenapa? Gak boleh?” Ketus Gino. “Gak ada aturan kan siapa boleh lewat.”

“Eh. Gak usah sewot bisa kan? Heran. Jadi orang baperan banget.” Balas Nadine.

“Ada juga lo tuh yang bapean.”

Sedangkan Moza hanya bisa melongo, melihat perdebatan tidak berguna kedua orang itu. dalam hatinya, ia bergumam, “Pantes aja tuh anak putus nyambung. Kelakuannya kayak kucing sama anjing gitu.”

“Udah.” Putus Gino. “Timbang perkara lewat doang aja ribet.”

“Lo yang ngajak ribut.” Nadine menyentak kakinya, hingga tanpa sengaja membuat jus yang dibawanya tumpah mengenai tangannya.

Gino merogoh saku celananya dan mengeluarkan selembar sapu tangan dari sana. Sapu tangan itu selanjutnya ia gunakan untuk mengelap tangan Nadine yang basah terkena tumpahan jus.

Nadine tersenyum kecut, lalu mengambil sapu tangan yang dipegang Gino. “Gak usak. Gue bisa sendiri.”

Gino mendesah berat . “Emang ribet ya kalo sama cewek. Diperhatiin salah, dicuekin malah marah-marah.”

“Semua cowok emang sama aja ya. Gak pernah bisa ngerti.” Balas Nadine.

“Ribet.”

“Dasar gak peka.”

Lagi-lagi Moza dan Gala sukses dibuat melongo melihat perdebatan tak berujung kedua orang itu.

“Lo lagi ribut ya sama-” Tanya Moza pada Gino.

“Enggak. Males amat ribut sama nih orang.” Potong Nadine, sambil menatap sinis cowok yang ada di depannya.

“Cewek emang aneh ya. Dia yang mutusin, trus dia yang bersikap seolah paling tersakiti.” Cibir Gino.

“Ih, dasar nyebelin!” Pekik Nadine.

“Kalian apaan sih? Gak malu apa dilihatin orang?” Ucap Gala. Tanpa disadari, adu mulut Gino dan Nadine barusan mengundang perhatian beberapa anak yang ada disana. Gala juga berani menjamin, akan ada lebih banyak lagi yang mendengar perdebatan mereka jika saja musik tidak diputar dengan volume kencang.

“Bodo.” Semprot Gino dan Nadine bersamaan.

“Seenggaknya kita blak-blak-an. Gak matung kayak situ.” Ucap Nadine.

“Kita? Lo aja kali. Gue enggak.” Balas Gino.

“Au ah. Males gue.” Sergah Nadine. Ia lalu berbalik.

DELICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang