"Selamat pagi, putri kecebong."
Gala nyengir di depan pintu, ketika pintu tersebut terbuka. Namun, cengirannya langsung hilang ketika melihat siapa yang membukakan pintu.
Rupanya orang itu bukan Moza, melainkan Papa cewek itu.
Celaka.
"Eh, Om Hendra." Cowok itu memperlihatkan senyum tanpa dosanya. "Moza-nya ada?"
Pria paruh baya itu tampak menahan tawa, yang justru membuat Gala semakin bingung.
"Ada yang salah ya, Om?"
Hendra menggeleng, ia lalu membuka pintu rumahnya lebih lebar lagi, mempersilahkan Gala masuk. "Nunggunya di dalam saja." Ucapnya.
Gala mengangguk. "Iya, Om." Cowok itu langsung masuk ke ruang tamu dan duduk di salah satu kursi berlengan yang ada disana.
Biasanya Gala akan meneriaki Moza supaya cepat siap-siap. Dan Moza pasti akan meneriakinya balik sambil tergopoh-gopoh keluar-masuk kamar mengambil ini-itu. Gala selalu suka melihat ekspresi bingung cewek itu ketika buru-buru. Menurutnya, itu menggemaskan.
Namun, kali ini beda cerita. Sepertinya cowok itu harus jaga sikap, karena ternyata Om Hendra masih di rumah, belum berangkat kerja.
"Tumben belum berangkat, Om." Tanya Gala.
Pria paruh baya itu berjalan dari arah dapur, sembari membawa secangkir kopi. "Om pindah shift siang hari ini." Ia menyeruput kopinya.
Gala manggut-manggut. Sebenarnya ia tak terlalu paham seperti apa cara kerja pembagian shift dokter di rumah sakit, apalagi tempat tersebut selalu buka 24 jam. Yang ia tahu, setiap ia menjemput Moza untuk berangkat sekolah, pria paruh baya itu sudah tidak ada di rumah, ia sudah berangkat bekerja. Dan shift pagi yang dimaksud tadi, pastilah itu pagi sekali.
Terdengar suara sedikit ribut di tangga, dan Moza muncul tak lama setelahnya.
"Pa, si curut udah-" Perkataan cewek itu terhenti ketika mendapati orang yang barusan disinggungnya sudah berada di depannya sekarang, duduk di sofa berlengan sambil melambaikan tangan.
"Kok udah disini aja." Heran cewek itu.
Gala menunjuk ke arah jam dinding. "Lihat jam."
Moza mengikuti arah tunjuk cowok itu. "Udah jam 6 lebih 50 menit." Ia nyengir. "Udah hampir telat ya?"
Cowok itu mendengus. "Ya udah buruan berangkat." Ucapnya. "Pamit ya, Om." Ia memberi salam pada Hendra, lalu bergegas keluar.
"Berangkat dulu, Pa." Moza menyusul cowok itu.
"Hati-hati di jalan."
.
Gala memarkirkan mobilnya di parkiran belakang sekolah. Kali ini mereka selamat, karena mereka sampai di sekolah tepat dua menit sebelum gerbang ditutup. Benar-benar keberuntungan yang sangat sangat kebetulan.
Moza melengos ke arah Gala yang masih sibuk melepas seatbelt. "Gal,"
"Za," Panggil Gala bersamaan.
"Gue mau cerita," Ucap kedua orang itu kompak.
"Soal Tara," Sambung Moza.
"Sama Bagas." Gala menimpali.
Moza mengerutkan kening bingung. "Lo kok-" Ia menunjuk hidung cowok itu. "Anyway, gue mau bilang kalo,"
"Tara sama Bagas lagi deket." Ucap Moza dan Gala bersamaan.
Kedua orang itu tampak terperangah. "Kok lo tau?" Tanya mereka kompak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELICATE
Teen FictionSEKUEL MANGGALA Ketika semesta kembali memainkan permainannya, menghadapkan pada dua pilihan berat. Menyerah, atau bertahan dan membiarkan semuanya berantakan. ... Bermula dari tantangan konyol demi sebuah tiket liburan, Gala dan Moza tak menyangka...