-25-

217 37 2
                                    

Gala mengernyit menahan sakit. Sebuah pukulan yang mengenai tengkuknya kini membuat kepalanya pening. Mata cowok itu mengerjap, mengamati sekitar, sebuah ruang penyimpanan dengan kondisi yang tak terawat, ruangan yang sama seperti tadi.

Gala ingin bergerak, namun tubuhnya terkunci oleh sebuah tali yang melilitnya pada sebuah tiang. “Ini apa-apan?” Ia menggeliat, berusaha melepaskan diri.

Wajah cowok itu berubah panik ketika ia menyadari satu hal, Bagas tidak bersamanya.  Entah Bagas juga bernasib sama sepertinya, atau justru ia yang ada di balik semuanya dan menipunya. Keduanya sama-sama bukan hal baik.

“Bagas!” Teriak cowok itu.

Tak lama, terdengar suara teriakan tertahan dari samping kirinya. Gala menoleh ke sumber suara guna memeriksa. Kondisi ruangan yang gelap membuatnya kesulitan mengetahui siapa orang itu.

Yang Gala tahu orang itu, cowok itu, terikat pada sebuah kursi dan mulutnya disumpal sesuatu. Soal mulut yang disumpal itu, Gala bisa memastikan dari suara teriakannya yang tertahan.

“Selamat datang.”

Suara berat itu langsung saja membuat Gala menoleh. Dari balik tumpukan kardus, tampak seorang pria berpakaian serba hitam dengan wajah yang tertutup slayer hitam tengah  melangkah mendekat dengan menenteng sebilah pisau yang berlumur darah.

“Lo mau apa dari gue?!”

“Mau gue? Oh, enggak, enggak enggak.” Terdengar suara tawa licik dari orang itu. “Justru gue yang mau ngasih sesuatu. Gue ada kejutan buat lo.” Ucapnya, sambil menyingkap selembar kain hitam yang terletak tepat di tengah ruangan, di bawah lampu temaram, memperlihatkan seorang cewek yang duduk terikat dengan mulut disumpal kain.

Moza mendongak dan langsung memberontak begitu melihat sepasang mata Gala.

“Brengsek!” Teriak Gala marah. “Lepasin Moza sekarang!”

Pekikan Gala sukses membuat cowok berpakaian serba hitam itu menoleh dan melangkah menghampirinya. “Moza milik gue. Terserah gue mau apain dia.” Ucapnya sambil melintaskan pisau yang di pegangnya pada tubuh cowok itu.

Gala semakin mendidih dibuatnya, kedua tangan cowok itu mengepal kuat dan wajahnya tampak merah padam. Dan tindakan cowok itu berikutnya, benar-benar muncul dari kemarahannya, ia meludahi wajah orang itu.

Cowok misterius itu terkekeh pelan, kemudian mengangkat tangannya, menyingkap slayer yang sedari tadi menutupi wajahnya.

Mata Gala membulat sempurna begitu melihat wajah orang itu.

“Arga,” Gumamnya.

Arga tampak menyeringai licik. “Ya, ya. Itu nama gue.” Ucapnya. “Gue udah bosen. Bisa gak kita skip basa-basinya dan langsung ke adegan puncak?”

Arga menyeringai sembari memutar-mutar pisau yang dipegangnya, menghampiri Moza yang tengah duduk di kursi dalam keadaan terikat sekarang.

“Lepasin dia!” Teriak Gala. “Lo gak punya urusan sama dia.”

“Urusan gue sama kalian berdua.” Arga mengungkapkan. “Sama Moza,” Ia menarik beberapa helai rambut Moza dan menciumi wanginya. Cowok itu kemudian berbalik. “Dan juga lo, Manggala Dewananta.”

Cowok itu membulatkan mata, menampakkan ekspresi terkejut di wajahnya. Untuk sesaat, ia kehilangan kata-kata. Terutama ketika ia melihat hal serupa terjadi pada Moza.

“Kenapa? Lo pikir gue gak tau.”

Cowok itu terdiam, matanya masih sibuk mengontak mata Moza.

“Oke kalo lo gak mau jawab. Gue bakal bongkar semuanya nanti.” Arga berjalan memutari Moza. “Tapi sebelumnya gue mau berterima kasih dulu sama orang ini.” Ia melangkahkan kakinya melewati cowok itu, masuk ke dalam sisi gelap ruangan. Dan tak lama setelahnya, cowok itu keluar sambil menyeret seseorang yang terikat pada sebuah kursi.

DELICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang