-08-

526 52 14
                                    

"Gal, lo punya alter ego?"

Gala yang lagi enak-enaknya minum jus jeruk, langsung keselek, dan menyemburkan minuman tersebut ke wajah Bagas, layaknya mbah dukun yang ngobatin pasiennya.

Bagas mengusap kasar wajah pliketnya. "Gue gak ngapa-ngapain masih aja kena." Dengusnya.

Saat ini, Gala, Moza, Bagas, Tara, Thalia, dan Violet tengah berkumpul di gazebo belakang sekolah, mendiskuskan masalah darurat mengenai ‘masalah ke-warasan Gala’.

"Tapi seriusan lo punya kepribadian ganda gitu?" Tanya Tara memastikan.

"Ya enggaklah. Ngaco lo semua."

“Oh iya? Trus video ini lo anggep ngaco?” Thalia menunjukkan sekali lagi video amatir berisi perkelahian Gala dengan sekelompok preman tempo hari.

“Seriusan gue gak tau.” Bela cowok itu.

“Ya pantes aja lo gak tau.” Balas Tara. “Kan itu alter ego lo.”

Gala berdecak. Posisinya benar-benar terpojok sekarang, semua orang sedang mencurigainya, untuk masalah yang bahkan ia sendiri tak tahu. “Kalian seriusan mikir gue punya kepribadian ganda?”

“Atau masalah kejiwaan lain, mungkin.” Violet memberitahu. “Alter ego itu hipotesis awal.”

“Gue baik-baik aja. dan gue gak ngelakuin apa-apa. Oke?” Gala berusaha membela diri. “Rekaman itu bukan gue, pasti cuma kebetulan ada yang mirip sama gue.”

“Masalahnya, kebetulan gak akan sesering itu, Gal.” Moza akhirnya angkat suara. Ia menceritakan kejadian yang dialaminya tadi malam, tentang ia yang diganggu preman dan kemudian diselamatkan oleh Gala. Serta sikap cowok itu yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari biasanya.

“Seriusan sampe segitunya?

“Dan Gala bahkan sampe gak ngenalin lo?”

Moza mengangguk. Dan tepat setelahnya, semua mata jadi tertuju pada Gala.

“Gue gak ngapa-ngapain semalem. Gue-”

“Lo gak di rumah semalem, Gal.” Bagas memberitahu. “Lo keluar sejak sebelum jam makan malam.”

“Gue-” Gala menjeda kalimatnya, berusaha merengkai alasan yang logis. Ia tak mungkin memberitahukan kemana ia pergi semalam. “Gue jalan-jalan sebentar. Ntari udara segar.” Alibinya.

“Dan baru balik tengah malam?”

“I-iya.”

“Sikap lo jadi aneh banget waktu itu.”

“What?”

Bagas terhenyak begitu mendengar suara ribut.Ia baru saja hendak kembali ke paviliun setelah mengambil ponselnya yang tertinggal.

Cowok itu bergegas naik ke lantai dua, tempat suara ribut itu berasal. Namun sebelum itu, ia mengambil pisau buah dari meja makan, kalau-kalau orang itu adalah maling atau perampok.

Dengan langkah mengendap-endap, Bagas menuju sumber suara, yang tidak lain adalah kamar Gala.

Bagas perlahan membuka pintu kamar yang tadinya baru terbuka seperempat. Kemudian menyalakan lampu.

“Jangan bergerak!” Seru seorang cowok di dalam. Pakaiannya serba hitam, dan ia juga mengenakan masker.

Tapi itu tak lantas membuat cowok itu tidak mengenalinya. Orang itu jelas adalah Gala. bahkan dari suaranya pun, itu suara Gala, hanya saja sedikit lebih serak.

Bagas menurunkan pisaunya, kemudian bersandar di dinding. “Lo kuker? Malem-malem bikin heboh. Kayak maling aja.” Ucapnya sambil berjalan mendekat.

DELICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang