Hening.
Gala mengedarkan pandangannya ke sekitar sambil mengetuk-ngetukkan jemarinya pada meja. Ia memandang Dokter Daniel yang menatapnya dari atas ke bawah. Huh, benar-benar menyebalkan.
Jika saja cowok itu tidak teringat janjinya, ia pasti sudah kabur saat ini juga.
“Ok. Manggala Dewananta.” Dokter Daniel melihat-lihat berkas milik Gala.
“Iya, dok.”
Dokter Daniel mendongak, memandang cowok itu. “Sejak kapan kamu merasakan hal aneh-“
“Saya gak gila, dok.” Ucap Gala tidak terima.
Dokter Daniel menghela napas berat, “Ya sudah. Tidak apa. Saya ngerti kok.”
“Saya gak gila, dok!” Bentak Gala. “Harus berapa kali saya bilang, saya gak gila.” Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, cowok itu memundurkan kursinya kasar, dan keluar dengan membanting pintu.
.
Dokter Daniel menangkap keberadaan Gala. Cowok itu tengah duduk di bangku panjang taman rumah sakit.Pria itu perlahan mendekat, kemudian dengan lembut ia menepuk pundak cowk itu.
"Iya, ada apa?" Ucap cowok itu ramah.
Dokter Daniel tersenyum tipis kemudian duduk di samping cowok itu.
"Saya cari kamu kemana-mana, ternyata kamu disini."
Kening cowok itu berkerut, "Maaf, dokter nyariin saya?"
"Memangnya kamu tidak ingat?" Tanya dokter itu.
"Ing-ingat apa?"
Dokter Daniel tampak berpikir sejenak, "Baiklah, tidak apa."
"Maaf, dok. Boleh saya pergi? Saya masih ada urusan."
Pria itu mengangguk takzim.
Cowok itu lalu melenggang, meninggalkan tempat.
Baru beberapa langkah, ia merasakan ada sesuatu yang keras membentur punggungnya, selembar kertas yang diremat pada sebuah batu.
‘Jaga mereka sebelum sesuatu yang yang tak pernah kau bayangkan terjadi.’ – Y.BE
---
Gala melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sakit. Ia merasa seperti orang gila mengingat apa yang barusan dialaminya.
"Bisa gila beneran gue kalo lama-lama kayak gini."
Tak lama, ia merasakan laju mobilnya tersendat. Cukup lama, hingga akhirnya mesin kendaraannya itu benar-benar mati.
"Sial!" Gala mengeram sambil memukul stang kemudi.
Cowok itu mengatur pola napasnya. Akan jadi tindakan yang sangat bodoh jika ia marah-marah dengan benda mati. Setelah dirasa cukup tenang, ia kemudian turun, memeriksa mesin mobilnya.
Asap tebal membumbung begitu kap mobil dibuka, hingga membuat cowok itu terbatuk.
"Ini sih udah harus dibawa ke bengkel." Gala mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari bengkel terdekat.
Tapi tak berhasil, hanya ada jalanan kosong sejauh mata memandang. Cowok itu kemudian merogoh saku celananya, mengambil ponselnya guna menghubungi montir langganannya.
"Tolongin kita, Bang!"
Gala terjingkat. Sekelompok anak berlari ke arahnya, kemudian berlindung di balik tubuh jangkungnya.
"Ini ada apaan?" Bingung cowok itu.
"Bang, tolongin kita. Preman-preman yang kemarin datang lagi." Ucap salah seorang anak.
Cowok itu mengerutkan keningnya. Tak paham dengan maksud si bocah. Namun belum sempat ia bertanya, kawanan preman yang dimaksud anak-anak itu tiba.
“Minggir! Gue gak ada urusan sama lo.” bentak pimpinan preman. “Bocah kencur.”
“Wait, wait, wait. Bocah kencur lo bilang?” Protes Gala. “Eh, ada juga lo. engkong-engkong bau tanah.”
“Parah, Bos. Masa lo dibilang udah Engkong.” Bisik salah seorang preman pada pimpinannya.
“Hajar, Bos. Jaga wibawa tinggi.” Sulut yang lainnya.
“Ah, kebanyakan cingcong lo pada. Cepet hajar tuh bocah.” Perintah pimpinan preman yang sudah ringkih itu.
Dua orang preman maju, melawan Gala.
Cowok itu bersiap dengan kuda-kudanya. Kemudian menghajar preman-preman itu.
Lima menit berlalu, Gala berhasil melumpuhkan kedua preman itu. namun satu tendangan pada bagian pinggangnya, sukses membuat pertahanannya melemah. Hingga akhirnya, kedua preman itu balik menghajarnya.
Gala terus mengerang menahan sakit. Ia merasakan sakit menjalari tubuhnya.
“Pak Polisi, sini, Pak! Tolong kita! Ada preman.” Seru salah seorang anak.
Yang tentu saja membuat preman-preman itu kalang kabut. Lalu pergi meninggalkan tempat.
“Bang, gak papa kan?”
“Gak papa.” Jawab Gala sambil meringis.
“Ayo Bang, kita antar.”
.
Kini disinilah Gala, di kamar berukuran tiga kali dua meter. Bersama seorang pria tua yang dengan telaten menyeka lebamnya."Masih sakit?" Tanya pria tua itu.
Gala menggeleng. "Terima kasih, Kek."
Kakek itu menghembuskan napas kasar. "Sudah berapa kali Kakek bilang ke kamu. Jangan berurusan dengan begundal-begundal itu." Ucapnya.
Kening cowok itu mengernyit.
"Kakek Dharma."
Seorang cewek muncul dengan meraba-rabakan tongkatnya ke lantai. Ia kemudian meraba-raba sekitar, mencari tempat duduk.
"Dia baik-baik aja kan?" Tanya cewek itu cemas.
Gala semakin tak mengerti dibuatnya. Ia merasa udara sekitar jadi pengap, karena memang ukuran ruangan itu yang kecil, ditambah dengan orang-orang yang membuat rungan penuh sesak.
"Saya ke luar dulu." Pamit Gala. Ia kemudian menjauh.
Di luar, hal lain membuatnya semakin bingung.
Anak-anak tadi kembali mengerubutinya. Mereka kompak menanyakan satu hal, bagaimana keadaannya.
"Abang gak apa-apa kan?"
"Enggak." Jawab cowok itu singkat.
"Makasih ya udah tolongin kita."
Gala mengulurkan tangannya, mengusap rambut bocah itu. "Iya, sama-sama. Nama kamu siapa?"
Bocah itu melongo. "Aku Akbar, Bang. Abang gimana sih, masa gitu aja gak inget."
Gala mengerutkan kening, tak paham.
"Temen-temen, lihat. Bang Genta ada dua!"
Seruan salah seorang bocah membuat Gala refleks mendongak. Ia hampir saja terjingkat. Matanya membulat sempurna. Rasanya seperti ia sedang bercermin.
Tangannya menujuk, "Lo siapa?"
TBC
Nah lho nah lhoooo
Maap ye baru apdet😅😅😅
Semoga kalian suka chapter inii
.
Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa like comment dan follow akun wp.ku hehehehe
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
DELICATE
Teen FictionSEKUEL MANGGALA Ketika semesta kembali memainkan permainannya, menghadapkan pada dua pilihan berat. Menyerah, atau bertahan dan membiarkan semuanya berantakan. ... Bermula dari tantangan konyol demi sebuah tiket liburan, Gala dan Moza tak menyangka...