-33-

525 39 1
                                    


Kedua mata Gala memicing. Sebuah lampu sorot yang terarah pada cowok itu membuatnya silau.  Segera setelah penglihatannya kembali, ia mengedarkan pandang ke sekeliling.

Semua mata yang ada dalam aula terarah padanya.

“Kasih tepuk tangan yang meriah dong.” Ucap pembawa acara itu lagi. “Kita panggil sama-sama ya anaknya.”

“Gala! Gala! Gala!” Sorak semua orang.

Gala berjalan ke atas panggung sambil mengedarkan senyum ke sekeliling.

Seperti layaknya promnight pada umumnya, sesuai tradisi akan diumumkan raja dan ratu prom. Dan kalau sudah urusan semacam itu, tidak ada yang akan meragukan jika Gala terpilih menjadi raja promnight. Cowok itu memang terkenal akan parasnya yang rupawan, juga tubuhnya yang atletis, juga berbagai macam hal keren lainnya.

Gala sudah berdiri di atas panggung sekarang, memandang teman-teman seangkatannya sembari menebar senyum.

“Dan sekarang kita akan mengumumkan ratu prom pada malam hari ini. Pemenang ratu prom malam ini jatuh kepada-“

“MOZA ANASTASYA.”

Raut wajah Gala berubah. Matilah dia! Pasti akan jadi caggung sekali setelah ini.

Gala pernah menjadi panitia untuk acara ini tahun lalu (Dirga yang memaksanya ikut), ia tahu betul jika setelah raja dan ratu prom duimumkan, dan dipakaikan mahkota, mereka akan didudukkan di singgasana dan dipotret habis-habisan untuk dipajang di buku tahunan sekolah. Dan setelah itu, mereka akan berdansa tapat di tengah-tengah hallroom, tempat VIP dengan berbagai macam lampu sorot yang mengarah ke tempat itu.

Sial! Siapa juga orang kurang kerjaan yang membuat tradisi semacam itu! Setidaknya ia tak harus berdansa berduaan saja dengan cewek itu, siswa-siswi lain juga akan berdansa bersama mereka, dengan pasangan masing-masing tentunya.

Sebenarnya bukan apa-apa, hanya saja Gala akan merasa sedikit tak nyaman dengan hal semacam itu, terutama dengan mantan. Dan naasnya, Gala masih sangat sayang dengan mantan itu. Ia sudah mati-matian memaksakan hatinya agar bisa melepas cewek itu, lagipula jarak di antara mereka juga sudah sangat jauh sekarang. Jika malam ini ia bersama dengan cewek itu, apalagi berdansa, perasaannya akan kembali membuncah dan akan sangat sulit untuk melepaskannya nanti.

Singkat cerita, kedua orang itu melakukan prosesi tersebut dengan suasana canggung. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka.

Dansa dimulai, musik mengalun dengan lembut.

Gala dan Moza berdansa dengan... canggung. Mereka tidak mengobrol atau pun berbalas senyum, jangankan untuk itu, sekedar memandang mata pasangan dansa pun tidak mereka lakukan.

Ketika di pertengahan musik,

Gala merasakan perasaannya sudah bercampur aduk sekarang, debaran jantungnya sudah tak terkendali. Harusnya ia merasa senang sekarang, berdansa di tengah hallroom dengan Moza saat promnight adalah salah satu wishlist-nya saat pesta kelulusan. Satu harapan itu terkabul, tapi di saat yang salah. Tidak seharusnya seperti ini.

“Sorry, gue gak bisa.” Gala langsung menarik tangannya dan melangkah mundur menjauhi Moza, tepat setelah menyelesaikan kalimatnya. Ia menggeleng pelan, lalu berbalik, melangkah menjauh.

“Gala, tunggu.” Panggil Moza. “Lo gak bisa seperti ini.”

Cowok itu tak menggubris, ia tetap meneruskan langkah.

“Lo gak bisa pergi gitu aja. Lo masih punya hutang ke gue.”

Lagi-lagi tak ada tanggapan dari Gala.

DELICATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang