3- Ari Rindu Bunda

120 17 13
                                    

"Ri, udah jangan nangis ah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ri, udah jangan nangis ah. Make up lo luntur tuh," goda Piya.

Bukan Ari tidak mau berhenti menangis, tapi air mata itu yang terus menetes meski Ari menyadari dirinya ingin sekali air mata itu berhenti.
Lagipula, untuk apa di tangisi. Nanti Janu malah bangga dengan perbuatannya pada Ari.

"Gue nggak nangis, air matanya aja yang bandel turun sendiri," celoteh Ari.

Piya terkekeh pelan mendengar jawaban Ari. Ia membantu Ari untuk mengobati pergelangan tangannya yang terluka.

Disana ada Alan, ia tidak ikut duduk dan memilih berdiri saja sampai Piya selesai mengobati Ari. Ari hanya menoleh sedikit tanpa mempedulikan Alan di sana.

"Lo nggak bisa diem terus atas perlakuan Janu sama lo. Jangan jadi lemah, Ri," ucap Alan tiba-tiba.

Ari menoleh, "Terus gue harus apa? Melawan Kak Janu dengan cara menghabiskan tenaga gue?" balas Ari dengan nada tak suka.

Piya berbisik, "Shit! Ari, lo nggak tahu siapa dia ya? Dia ketua osis yang terlupakan!"

"Oh, jadi lo ketua osis terlupakan itu ya?"

"Ya Allah temen gue ini tululnya sampe ke akar otot!" umpat Piya sambil menepuk jidatnya dan tercengir kuda ketika Alan menatapnya.

"Maaf ya, Kak Alan. Eum, Ari ini memang kadang otaknya tidak tersambung dengan benar, jadi suka tulul."

"Enak aja lo bedebah!"

"Gapapa. Tapi, inget, lo harus bisa lawan Janu. Lawan dia, atau lo akan terus di tindas sama Janu. Janu itu, lebih kejam daripada ini, lo belum pernah lihat sisi paling kejam dari seorang Janu Bara Ardithama," ungkap Alan.

Alan duduk di dekat Ari, sampai Ari kaget dan refleks menggeser tubuhnya. Alan menatap Ari datar, memberikan sebuah plaster bergambar keropi, dan bahkan Alan memasangkannya sendiri ke arah pergelangan Ari yang terluka.

"Ini?" heran Ari.

Ari merasa bingung. Mereka berdua belum mengenal sama sekali. Bahkan Ari tidak tahu bahwa ketua osis di sekolahnya itu bernama Alan.

"Kalau udah sembuh, pas di buka jangan di buang."

"Terus?" heran Ari.

Alan tersenyum datar, "Pergi ke fotokopi, terus lo laminating. Biar awet, nggak menuhin sampah rakyat Indonesia," balas Alan. Dan pergi berlalu begitu saja.

Piya dan Ari terdiam memperhatikan Alan yang pergi begitu saja. Piya hampir tidak bisa mengerjapkan matanya karena terlalu tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Tukeran nyawa yuk," ajak Piya.

"Ngapain? Lo waras kan?"

"Lo yang tulul!" Piya menoyor kepala Ari pelan,"Bisa-bisanya jantung lo nggak copot karena Kak Alan mau deket sama lo."

JanuAri [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang