6- Semua Sudah Berubah

110 14 2
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

"Ari!"

Janu berlari ke arah kamar Ari. Saat berada di sana, ia melihat tengah mematung di ambang pintu kamarnya. Janu refleks memegangi tubuh Ari dan melihat wajah pucat Ari karena melihat banyak balon di atas kamarnya.

"Ari!"

"K-k--kak, gue fobia balon," lirih Ari dengan suara gemetar ketakutan.

Mata Ari sembab karena air mata yang ia bendung di kantong matanya. Janu dapat melihat itu, tapi Janu kesal dengan Ari yang mengagetkannya.

"Ri!" bentak Janu.

Janu membuat tubuh Ari kini berhadapan dengannya. Ari tak berani membuka matanya. Janu belum melepaskan tangannya itu.

"Penakut banget sih lo," ucap Janu.

Ari membuka matanya pelan, dengan segera ia menutup pintu kamar. Sudah ada Janu berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam dan datar khasnya. Ari meneguk ludah susah payah ketika melihat ekspresi Janu.

"Ma ... Maaf, Kak. Ya, namanya juga fobia," balas Ari gugup.

"Ya jangan teriak juga bisa kali. Hobi banget lo ngagetin orang!" sahut Sella.
"Lo yang naruh balon itu di kamar gue kan Sel?" tuding Ari tidak salah lagi jika menebak Sella sengaja melakukan hal itu.

Sella tersenyum sinis, "Kalau iya, emang kenapa?" tajam Sella.

"Jahat banget sih lo Sell!"

"Lo boleh ngerjain gue, tapi nggak semua cara harus di halalin, Sella. Fobia itu bahaya! Kalau terlanjur takut, bahkan gue bisa mati!" lanjut Ari, ia tak habis pikir dengan jalan pikiran Sella.

Sella terkekeh sinis, ia tidak peduli dengan omongan Ari. Lagipula, kalau Ari mati, justru Sella senang mendengar hal itu. Ari juga lupa, kalau Sella pasti tidak akan peduli.

"Nggak ada yang peduli soal nyawa lo di sini, Ri," sahut Janu, lalu ia pergi tanpa rasa bersalah karena sudah mengatakan hal itu.

Ari menoleh, melihat Janu pergi ke lantai atas. Ari rindu Janu yang dahulu ia kenal. Mereka dulu tetangga, saat masih kecil selalu bermain bersama. Selalu merasa peduli ketika salah satu diantara mereka ada yang terluka.

Namun, kini semua itu berubah. Janu tidak sama dengan Janu kecil. Janu bahkan tidak peduli menyangkut masalah nyawa Ari.

"Dengar itu? Lo camkan aja baik-baik!"

"Gue nggak budeg!"

"Ya bagus deh!"

🌙🌙

Tring ...

"Selamat pagi semua," sapa Bu Robaedah. Wali kelas Ari dan Piya.

Semua murid yang tadinya sibuk kini berhamburan duduk ke kursinya masing-masing. Tatapan tajam Bu Robaedah selalu berhasil membuat jantung para anak murid berdetak lebih cepat dari biasanya.

JanuAri [COMPLETE]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang