"Jangan pernah takut melakukan kebenaran dan jangan takut mengakui kesalahan karena pada dasarnya hidup kita harus bermodalkan kejujuran"🌿🌿🌿
"Jangan tanyakan cara agar rezekimu dapat bertambah, tapi pikirkan bagaimana supaya syukurmu bisa meningkat selalu" seruan seorang ustadz yang berdiri di podium sebuah masjid tak terlalu besar itu membuat Angga mengurungkan niatnya bergeser dari duduknya.
Siang itu Angga menyempatkan diri sholat di masjid yang dilewatinya. Ia baru saja mengecek proyek sebuah kantor pemerintah di daerah Jombang. Angga sendiri tak paham apa nama masjid tersebut. Ia hanya meminta Yudi untuk singgah sebentar ke masjid kala adzan dhuhur terdengar.
"Bahwa Allah akan selalu menyayangi seorang hamba dengan caranya. Tak akan pernah terlunta atau sengasara hamba yang muttaqin, karena selalu ada ikatan iman antara dirinya dengan Rabbnya..." entah magnet apa yang membuat Angga tak ingin meninggalkan masjid yang tak terlalu besar dan terlihat sederhana itu. Rupanya, sesudah sholat dhuhur, diadakan ceramah sejenak. Suatu hal yang jarang kalau bukan sholat jumat, ceramah di siang hari begini. Angga sempat memperhatikan sekitarnya, kebanyakan yang masih duduk bertahan mendengarkan ceramah adalah para bapak beruban alias lansia. Angga tersenyum sendiri. Mungkin yang muda masih harus melanjutkan jam kerja atau sekolah. Bukankah harus selalu positive thinking.
"Bahwa apapun posisi dan kedudukan kita, kaya, miskin, punya jabatan atau rakyat jelata, bergelar luar negeri atau bahkan tak bergelar selalipun, semua baik di mata Allah, asal dia muttaqin. Maka jangan pernah berbangga dengan apapun yang kau miliki tentang duniamu, karena esok semua akan kau tinggalkan kecuali amal jariyah karena ketaqwaanmu"
"Dan ciri orang muttaqin itu diantaranya jujur, amanah, sidik, berakhlak mulia sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Ya intinya semua kehidupannya bersandar pada aturan Allah"
Yudi menoleh ke arah bosnya yang terlihat menunduk bak orang merenung. Di mata lelaki 26 tahun tersebut, seorang Airlangga Putra Pratama kini sangat jauh berbeda. Wajah teduh, bersahaja dan banyak senyum kini sering ia lihat pada diri seorang Angga. Ia berharap bosnya akan tetap seperti itu.
"Bos, masih mau disini lama?" Bisik Yudi pada Angga yang kelihatannya masih enggan beranjak. Pasalnya tadi Angga sempat bilang, ada rapat sebentar dengan bagian apa Yudi tak paham dan hendak pulang lebih awal karena ada hal penting.
"Ah iya. Ada rapat ya. Ayo kita balik kantor" Angga berdiri dari duduk bersilanya setelah diingatkan Yudi.
Sejurus kemudian, Innova hitam yang dikemudikan oleh Yudi, kembali menyibak jalanan menuju kantor Era Pratama. Angga kembali duduk di samping Yudi sambil terdiam seperti orang berpikir.
"Yud, menurutmu apa kita harus jujur meski tahu karena kejujuran kita itu bisa jadi kita gagal mendapat apa yang kita inginkan?"
Yudi spontan menoleh ke arah Angga, mendapat pertanyaan yang tiba-tiba seperti itu membuatnya bingung juga.
"Yaa, saya ini juga ndak pandai banget agama bos. Tapi pak e sama buk e saya di desa sedikit-sedikit juga ngajarin kalau jujur itu modal hidup yang dibawa mati. Jujur itu salah satu sifat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad. Kalau ndak jujur berarti ndak bisa dipercaya, terus katanya juga ndak jujur membuat kita terus menerus mengarang kebohongan demi kebohongan yang membuat kita ndak pwrnahr tenang, gitu bos..." Angga mencoba mencerna jawaban panjang lebar sopir pribadi rasa temannya itu.
"Kamu bener juga Yud. Nggak jujur itu bikin nggak tenang. Tapi posisi saya sekarang ini kalau jujur pun bikin tak tenang juga"
Yudi menekan kepalanya, puyeng mendengar kalimat muter-muter bos nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea Of LOVE 1
SpiritualSpin off Stay With me in Love Semua orang mempunyai potensi menjadi buruk pun juga baik. Bahwa Al Khaliq telah memberi segenap rasa tentang kesadaran sebuah hati. sejatinya semua ingin menjadi baik. Dalam hati terdalam selalu ada keinginan untuk me...