🌿 28. Still Certainty of the heart.🌿

3.3K 505 86
                                    


      Meniti waktu. Menyibak hari. Menyusuri detik menuju menit. Berganti hari. Berputarnya bumi pada porosnya tak pernah kan usai. Selama langit dunia masih terbentang. Selama As Shomad, Sang Maha Sempurna belum mengakhiri kehidupan semesta ini. Dimana kelak akan berakhir berputarnya bumi pada porosnya, itulah kiamat qubro.

    Dimana detak jantung masih berdenyut, disitulah hamba dituntut untuk terus beramal sholih. Menyusuri tiap detik dengan keshalihan baik akal, pikiran, hati dan perbuatan. Menambah amalan sebagai pemberat mizan kelak. Kala jasad rupawan nan menawan tiada guna juga harta dan tahta tak dipandang. Selain hanya amal kebajikan yang sebaik-baiknya saja menjadi penolong.

"Pada hari kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka malaikat pun berkata :" Wahai Rabb ku, untuk siapa timbangan ini?" Allah berfirman :"untuk siapa saja dari hamba-hamba Ku". Maka malaikat berkata, "Maha suci Engkau, tidaklah kami dapat beribadah kepada Mu dengan sebenar-benarnya" (HR. Al Hakim)

    Dina baru saja selesai memasak sarapan untuk bapak dan adiknya. Dina hanya memasak sesuatu yang praktis dan simpel saja untuk sarapan. Selain tentu saja memikirkan budget, Dina juga memikirkan waktu. Karena ia pun harus bekerja, jadi tak mungkin bisa memasak sarapan macam-macam. Meski sebetulnya Dina hampir bisa memasak menu apa saja. Dina penggemar acara masak memasak. Jika ada waktu, chanel masak memasak lah yang dipilih Dina di youtube.

    "Bapak mau kopi atau teh?" Tanya Dina setelah melihat bapak baru pulang dari masjid untuk jamaah sholat subuh.

    "Mm, air putih saja, Din. Kemarin bapak sempat periksa rutin ke puskesmas. Kata dokter bapak lebih baik menghindari minuman bergula dan kopi. Perbanyak air putih" sahut bapak sambil duduk di kursi yang ada di meja makan.

    "Bapak tidak sakit apa-apa kan? Memang ada yang diluar normal?" Tanya Dina sedikit cemas. Meski ia tahu, bapaknya itu sangat  aware dengan masalah kesehatan. Selalu rutin memeriksakan diri dan menjaga pola makan.

    Bapak tersenyum sambil menggeleng. Putri sulungnya selalu begitu jika mengetahui dirinya habis periksa kesehatan di puskesmas.

"Alhamdulillah semua baik, Din. Hanya gula darah bapak sedikit di atas ambang normal. Tapi sedikit. InsyaAllah dipakai puasa senin kamis dan mengurangi asupan gula bisa kembali normal" jawab bapak sambil membuka tudung saji di atas meja. Ada tahu goreng masih mengepul dan sambal kecap disana.

    "Hmm, tapi kalau lihat yang gorengan begini, bapak masih belum tawar deh, Din. Apalagi masakan kamu" celetuk bapak tak tahan mencomot tahu goreng yang terlihat menggoda. Apalagi kalau di cocolkan ke sambal kecap, manis pedas begitu.

     "Iya Pak. Jujur Dina pun belum sanggup menjauhi gorengan macam tahu dan tempe goreng. Apalagi bakwan goreng, pisang goreng, tahu isi, duh...menggoda iman itu pak" sahut Dina jujur diamini pula oleh pak Zul. Lelaki berwajah teduh itu pun tertawa paham.

    "Hmm, apalagi batagor, bakso yang kuahnya ada lemak gitu, mi ayam, duh...surga itu mbak" Dilla yang baru keluar dari kamar ikut nimbrung juga di meja makan. Sekalian mencomot tahu goreng yang memang tampak nikmat itu.

    "Hmm, mesti deh. Nggak ke kamar mandi dulu, langsung aja comot makanan" omel Dina melihat kebiasaan buruk adiknya.

    "Lha kan tadi subuh sudah wudhu dong mbak. Bersih kan" elak Dilla memberi alasan. Meski belum mandi dan sikat gigi, toh dia tadi sudah berwudhu untuk sholat subuh.

     "Iya. Tapi tetep aja gak enak lihatnya, Dil" bapak ikut mendukung Dina.

    "Ih, bapak sama mbak Dina tuh emang suka kompakan deh kalau ghibahin Dilla" sungut Dilla dengan mulut penuh tahu goreng.

Sea Of LOVE 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang