"Ehem...sama aku juga kangen..."Dina dan Dilla spontan membalikkan badan melihat pemilik suara bariton yang barusan mereka dengar. Nampak Angga berdiri di sana dengan kaos polo warna putih dan celana training biru dongker. Peluh tampak membasahi kening dan wajah tampan Angga. Rambut bagian depan pun nampak sedikit basah. Sepertinya Angga baru pulang dari lari pagi.
"Waalaikumsallam. Sebentar..." Angga tadi belum menjawab salam Dilla. Dina dan Dilla masih terdiam di tempatnya. Dilla malah asik menelisik penampilan Angga.
Sejurus kemudian Angga sudah membukakan pintu rumah buat Dina dan Dilla. Sempat melihat rantang di tangan Dina. Senyum yang dari tadi sudah merekah makin lebar terkembang.
"Kok bengong, ayo masuk" Angga yang sudah masuk ke ruang tamu rumahnya menyuruh dua gadis kakak beradik yang masih berdiri di depan pintu yang sudah terbuka lebar itu masuk.
"Eh nggak usah, kami mau antar ini..."Dina lebih dulu menjawab sambil sedikit mengangkat rantang di tangannya.
"Ah, masuk dulu aja mbak. Nggak sopan lho..." Dilla berpendapat lain.
"Hih kamu ini..." Dina membulatkan mata memandang Dilla.
Angga tertawa kecil melihat interaksi dua bersaudara di hadapannya itu. Apalagi melihat ekspresi sewot Dina yang mulai dihapalnya. Angga memang selalu ingin bisa melihat wajah lembut milik Dina.
"Nah betul itu kata Dilla. Tak sopan. Kalian masuklah dahulu..." Angga mengulang perintah agar Dina dan Dilla masuk ke dalam rumah.
Dilla pun melangkah terlebih dulu masuk sedikit menarik tangan kiri Dina. Membuat kakaknya itu terpaksa ikut melangkah masuk ke dalam ruang tamu rumah tersebut.
"Kak Angga lari pagi kenapa nggak ajak-ajak sih..." celetuk Dilla santai sambil duduk di sofa panjang warna krem yang nampak matching dengan warna dinding yang hijau muda. Tentu saja itu sofa pilihan Dina.
"Memang mau nemenin aku lari?"tanya Angga sambil meneguk air mineral dari botolnya.
"Maulah kak. Ya kan mbak Din?"
"Eh apa?" Dina tampak gelagapan.
"Itu diajakin lari..."
"Oh, memang lari kemana..."
Angga kembali tersenyum melihat Dina yang agak canggung dan masih bengong itu.
"Yaelah, ya lari pagi lah mbak. Bukan lari dari kenyataan apalagi kawin lari" cerocos Dilla berisik.
"Huss, apaan sih kamu ini. Maksudnya itu lari sekitar sini apa dimana gitu" sahut Dina menjelaskan.
Angga malah terbahak mendengar celoteh Dilla dan ekspresi Dina yang makin sebal itu.
"Tentu saja nggak lah Dil. Pasti kakak akan minta restu bapak dan bawa mbak kamu resmi ke KUA" sahut Angga tak lepas menatap Dina. Makin konslet kemana-mana. Spontan Dina menunduk demi menghindari tatapan Angga.
"Eh ya udah. Ayo balik Dil..." Dina sungguh tak enak lama-lama berada di rumah Angga. Entah kenapa detak jantungnya jadi seperti diajak berlari. Belum juga diajak lari beneran sama Angga. Eh, Dina mikir apaan. Kenapa masih bahas masalah lari-larian.
"Sebentar Din..." suara Angga mencegah Dina berdiri.
"Itu buat aku kan?" Angga menunjuk rantang plastik yang diletakkan Dina di atas meja tamu.
"Iya dong kak. Ini khusus dimasak mbak Dina buat kak Angga dengan penuh cinta" bukan Dina yang menjawab, Dilla yang menjawab dengan semangat berkobar. Seperti biasa Dina cuma bisa memandang sewot adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea Of LOVE 1
SpiritualSpin off Stay With me in Love Semua orang mempunyai potensi menjadi buruk pun juga baik. Bahwa Al Khaliq telah memberi segenap rasa tentang kesadaran sebuah hati. sejatinya semua ingin menjadi baik. Dalam hati terdalam selalu ada keinginan untuk me...