Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian. Semua pasti pernah mendengar pepatah tersebut. Pepatah yang menjadi nasihat legendaris dari orangtua buat anak-anaknya. Bahwa untuk mencapai kesuksesan, butuh perjuangan dahulu. Jangan mengharapkan datangnya sukses tanpa usaha.Tak ada yang salah dengan pepatan tersebut. Makna yang dalam mampu melecut semangat bahwa hidup memang butuh perjuangan. Hidup sukses dan nyaman, membutuhkan usaha yang dimulai sejak dini.
Namun pepatah tersebut menjadi sangat dangkal, ketika sekedar dimaknai sempit. Bahwa perjuangan yang dilakukan adalah hanya sekedar mencapai kesuksesan di dunia. Sukses dalam kacamata duniawi. Lulus menjadi sarjana, mendapat nilai terbaik, mendapatkan pekerjaan atau karier yang menjanjikan dan memiliki penghasilan yang mampu mencukupi segala yang dibutuhkan. Rumah, mobil, deposito, berbagai aset yang jika bisa tak akan habis tujuh turunan.
Bahwa Ad Dien yang syamil dan kamil ini memaknai pepatah berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian secara paripurna. Isilah kehidupan duniamu dengan sebanyak mungkin ibadah, amal dan kebajikan sesusah apapun ketika melakukannya. Meski ibarat harus mengerahkan seluruh tenaga, kerjakan amal kebaikan sebagai bekal kelak di akhirat. Dunia ini adalah ujian dan kerja keras buat orang mukmin untuk beribadah taat padaNya, untuk mendulang sukses di akhirat kelak.
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan" (Quran Surah Al Qashash : 77)
Assholatu khoirum minnanaum...
Terdengar lantunan membahana adzan subuh dari masjid. Langit memang masih gelap, tapi bahkan ibadah sudah dilakukan sebelum adzan subuh itu sendiri berkumandang. Dingin dan kantuk, tak menjadi penghalang. Bukankah memang tugas seorang mukmin adalah mengisi tiap detiknya dengan ibadah meski harus berlelah-lelah untuk melakukannya.
"Din, bapak ke masjid ya" pamit bapak sudah rapi dengan baju koko, sarung dan kopiahnya. Sebuah rutinitas yang selalu istiqomah dijalankan pak Zul.
"Iya pak..." sahut Dina sambil membetulkan ikatan ekor kuda rambut panjangnya.
"Jangan lupa, bangunkan adikmu"
"Iya pak.. "
Meski hampir setiap hari diulang, namun Dina tak pernah bosan mendengarnya. Ia bersyukur memiliki bapak yang mampu mengayomi dirinya dan adiknya dengan baik. Meski tak menghujaninya dengan harta melimpah.
Pak Zul pun mengangguk dengan senyumnya. Segera menuju pintu untuk menunaikan sholat jamaah di masjid. Pak Zul menutup pagar rumahnya dari kayu yang sangat sederhana. Membetulkan kembali letak pecinya dan mulai melangkah menuju masjid.
"Mari Pak Zul, duluan" sapa seorang tetangga yang melewati pak Zul dengan sepeda anginnya.
"Iya, mari pak" balas pak Zul tak kalah ramah. Sudah biasa kalau waktu subuh dimanfaatkan pula untuk berolahraga menuju ke masjid. Jadi banyak yang lebih memilih jalan kaki atau naik sepeda angin dibanding naik motor.
"Assalamualaikum Pak Zul"
Pak Zul menghentikan langkahnya yang baru berapa langkah itu. Menoleh sejenak ke rumah di sebelah kanan karena mendengar suara menyapa dari rumah tersebut. Dulu ia memang sering menoleh tiap melewati rumah itu saat berangkat ke masjid waktu subuh. Tapi karena hampir selalu sepi dan gelap serta tak ada tanda-tanda orang yang diajak bareng, maka akhirnya pak Zul hampir tak menoleh lagi ke rumah bernuansa hijau tersebut di waktu subuh begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sea Of LOVE 1
SpiritualSpin off Stay With me in Love Semua orang mempunyai potensi menjadi buruk pun juga baik. Bahwa Al Khaliq telah memberi segenap rasa tentang kesadaran sebuah hati. sejatinya semua ingin menjadi baik. Dalam hati terdalam selalu ada keinginan untuk me...