🌿 23. Focus Heart 🌿

3.1K 500 130
                                    

    "Jadi proyek yang di Jombang itu butuh tambahan lahan minimal 5000 meter persegi lagi pak" papar pak Yanuar di depan peserta rapat.

    Angga memang nampak memandang paparan pak Yanuar beserta gambaran desain sebuah perumahan yang hendak ditangani PT. Era Pratama. Tapi asli pikirannya tidak ke sana. Berulangkali ia melirik jam di tangannya, berharap rapat segera usai. Meski bisa saja ia mendadak membatalkan rapat yang sudah di schedule beberapa hari yang lalu. Tapi itu bukanlah tindakan yang bijaksana sebagai seorang pemimpin.

    "Bagaimana pak Angga?" Terdengar pertanyaan dari pak Yanuar yang ternyata sudah selesai memberi paparannya. Membuat Angga sedikit gelagapan. Pasalnya memang ia tak memperhatikan apa yang disampaikan oleh anak buahnya tadi.

    "Eh, apanya?" Sahut Angga bingung. Angga yang dikenal berwibawa, irit bicara, tegas dan selalu tepat ketika mengkalkulasi sebuah proyek, tampak berbeda. Seperti bukan titisan seorang Pratama yang mempunyai tangan dingin di bisnis properti.

    "Tentang penambahan lahan pak" beritahu Ratna, sang sekretaris.

    "Oh ya. Lanjutkan saja. Mm ada lagi yang harus disampaikan?" Angga seperti tak sabar ingin segera mengakhiri rapatnya siang itu.

    "Masih pak. Paparan dari divisi konstruksi" jawab Ratna lagi.

     Angga mengusap keningnya. Sedikit berdecak dalam hati. Ternyata belum selesai. Duh, padahal pikirannya ini sudah tak di kantor lagi.

    "Baiklah. Tolong disampaikan secara ringkas dan jelas jangan terlalu lama" sahut Angga terus kembali melihat jam tangannya. Membuat karyawannya sedikit heran dengan kelakuan boss nya yang agak ganjil itu.

     Bagian divisi konstruksi pun menggantikan pak Yanuar berdiri di depan memberi paparan. Tapi lagi-lagi Angga tak terlalu memperhatikannya. Pikirannya melayang pada kedatangan Anggita tadi pagi. Adiknya itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya.

     "Anggi?" Seru Angga kaget ketika ia membuka pintu ruangannya, Anggi sudah duduk santai di sofa yang biasa dipakai untuk menemui tamu atau klien.

    "Assalamualaikum kakakku yang ganteng" Anggi langsung berdiri dan mencium punggung tangan Angga. Sangat sopan. Dan sepertinya Anggi melakukan hal itu akhir-akhir ini saja. Dulu adiknya itu tak pernah melakukan hal tersebut. Katanya itu akhlak untuk menghormati yang lebih tua, termasuk pada kakaknya.

    "Idih, jawab salam tuh wajib kali kak. Kok bengong gitu" tegur Anggi ketika Angga masih terdiam saja.

    "Mm, iya. Waalaikumsallam" jawab Angga akhirnya.

    "Kaget ya..." kata Anggi tetap dengan senyum cerianya. Membiarkan kakaknya itu duduk dahulu di kursi kebesarannya.

    Angga meneguk air mineral yang  selalu ada di dekat mejanya. Memang ia sedikit kaget melihat Anggi sudah ada di ruangannya. Pasalnya adiknya itu tak memberitahunya. Padahal semalam mereka juga saling telepon.

    "Iya, kaget Nggi. Kamu kok nggak bilang dulu mau kesini?" Tanya Angga ingin tahu.

    "Hmm, bukan surprise dong kalau ngasih tahu dulu" kekeh Anggi tampak senang melihat ekspresi kaget kakaknya.

    "Perasaan kakak nggak ulang tahun dan ini bukan april mop. Ngapain bikin surprise kakak" Angga kini berpindah ke sofa, duduk di samping adiknya.

    "Jam berapa dari Surabaya?" Tanya Angga sambil mengusap kepala Anggi yang tertutup hijab.

    "Jam berapa ya. Jam delapanan deh..."

    "Kamu nyetir sendiri? Jarak jauh begini? Kan ada pak Maman, pak Darto tinggal pilih. Kalau papa sampai tahu, bisa marah lho. Eh sebentar, papa nggak tahu kamu kesini?" Berondong Angga penuh perhatian. Membuat Anggi kembali terkekeh. Ia tahu, kakaknya itu sangat perhatian padanya.

Sea Of LOVE 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang