🌿 21. My Choice 🌿

2.9K 435 54
                                    

"Mas mau ngomong sama kamu"

     Dina pun lebih memilih mengikuti langkah Angga menuju sedan mahalnya. Meski sebetulnya tetap ada rasa enggan di hati gadis cantik berhijab itu. Namun karena tak enak menjadi tontonan para rekan guru dan yakin Angga pasti akan tetap kekeuh berdiri di sana jika dirinya tak mau akhirnya Dina menuruti saja permintaan Angga.

    "Kita cuma berdua, Dina nggak mau" ucap Dina menyadari akan semobil berdua saja dengan Angga. Pasalnya Yudi sekarang malah mengambil motornya dan dibawa pulang ke rumah.

    "Kita jemput Dilla dulu. Mas tadi sudah WA Dilla" kata Angga yang sudah hendak membukakan pintu depan mobil buat Dina.

    Dina memandang Angga sekilas. Dari tempat ini menuju sekolah Dilla butuh waktu sekitar 45 menitan. Dan tetap saja mereka akan berdua di mobil.

    "Tetap saja kita berdua dalam mobil selama menuju sekolah Dilla"

    Angga menggaruk keningnya meski tak gatal. Ribet sekali jika harus mengajak Dina. Ah, kenapa Angga lupa berhadapan dengan gadis seperti apa dirinya. Angga malah tersenyum sendiri. Perempuan seperti Dina justru yang ia mau, ribet jika diajak lelaki. Calon istri setia.

    "Mari bu Din. Kok belum berangkat sama calonnya" bu Isna yang sudah dijemput oleh putranya tampak senyum-senyum menyapa Dina yang masih berdiri di samping mobil Angga.

    Dina pun hanya menoleh sambil tersenyum terpaksa menanggapi sapaan bu Isna.

    "Tuh, makin lama kita berdiri di sini, makin banyak yang menyapa dengan doa. Mas sih seneng. Yang barusan juga mas amini " ucap Angga sambil tersenyum menggoda.

    "Ya udah, Dina duduk belakang tapinya..." ucap Dina sambil hendak membuka mobil bagian belakang.

    "Dan jendelanya dibuka ya, jangan ditutup" pesan Dina lagi sebelum masuk ke dalam mobil.

    Angga cuma mengangguk saja. Apapun maunya gadis itu akan ia turuti, asal mau ikut dengannya. Apalagi kalau mau menerima pinangannya. Gunung merapi akan ia beli andai Dina mau. Lebay si Angga.

    Sejurus kemudian sedan mulus warna hitam itu pun sudah melaju memenuhi jalanan kota Mojokerto. Hening. Tak ada yang bersuara untuk beberapa saat. Dina yang duduk di belakang Angga pun berusaha menenangkan hatinya yang jelas sulit dilakukan. Sebetulnya Dina senang melihat Angga terlihat baik-baik saja. Tadi pagi dirinya sempat memikirkan ucapan Dilla yang mengatakan kalau Angga sedang sakit. Namun Dina merasa sedikit malu menanyakan bagaimana kondisi Angga sekarang.

    Angga yang berada di balik kemudinya pun sesekali memandang Dina lewat spion atas mobil. Dilihatnya Dina yang jelas-jelas memandangnya dari belakang memperhatikannya. Dan sesekali pula membuang pandangan ke luar jendela mobil yang terbuka, tentu atas permintaan Dina. Hendak menyalakan radio atau CD juga percuma. Karena kaca mobil dibuka, akhirnya suara hiruk pikuk jalan ikut masuk ke dalam mobil. Malah menambah berisik suasana jika Angga menyalakan radio.

    Angga menghentikan mobil sejenak kala traffic lights di depannya menyala merah. Posisi sekolah Dilla sudah tak jauh lagi dari sana. Hening tetap menghinggapi mereka. Sampai sebuah ide muncul di benak Angga.

    "Uhuk...uhukk.." Angga mengeraskan suara batuknya. Hidungnya sengaja disedot seolah masih merasakan flu parah. Sebetulnya Angga tidak drama banget sih. Memang sisa-sisa flu berat kemarin masih dirasakannya. Tapi tak selebay yang barusan ia tunjukkan pada Dina.

    Dina sempat melirik ke arah Angga yang tampak terbatuk-batuk dan hidungnya pilek itu. Hendak bertanya, tapi masih malu rasanya.

    "Uhuk..." kedua kalinya Angga mengulang modusnya. Berhasil. Dina goyah. Tak tega melihat Angga terlihat masih terlihat sakit begitu.

Sea Of LOVE 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang