5ft

1.1K 183 72
                                    

#25.5FT

↬⚪●◑♧◑●⚪↫

"Parah banget, padahal mereka sahabatan loh.."

"Gak nyangka deh... Padahal keliatannya anaknya baik-baik aja, ternyata nikung pacar temen sendiri."

"Gak usah main sama dia lah, pembohong."







Aileen langsung bangun dari tidurnya disertai dengan degupan jantungnya yang sangat kencang. Tubuhnya berkeringat dingin, nafasnya tercekat, memburu tak terkendali.

Mimpi itu terasa sangat nyata.

Tidak, itu bukan mimpi. Melainkan hal yang pernah terjadi, lalu terbawa mimpi, karena overthinking nya semalam.

Entahlah, percakapannya kemarin dengan Audrey jadi membuatnya terkenang lagi masa kelas 10-nya.

Perasaan cewek itu jadi tak menentu. Entah itu takut, cemas ataupun gelisah, semuanya jadi bersatu. Bahkan traumanya seakan mencuat lagi.

Dia takut ditinggalkan, dikhianati, bahkan merasakan sendirian lagi.

Kadang Aileen bertanya. Apa kesalahan yang sudah dia lakukan? Dia selalu ada untuknya, tapi mengapa balasannya berbanding balik.


"Sekarang udah ada orang yang percaya sama lo. Gue sama Ody percaya. Kita dipihak lo."

Kecemasannya jadi mengurang saat otaknya terngiang perkataan Andrea kala itu. Aileen memanfaatkan keadaan itu untuk menarik nafasnya, dan mengontrolnya.

Otaknya memaksa mengingat hal-hal berkesan yang sudah dia lakukan bersama dua temannya, yang baru dia kenal saat kelas 11.

Awal pindah ke jurusan IPA, cewek itu sudah pasrah saja. Bahkan jika di IPA lebih menyiksa, dia berniat homeschool, karena menyerah. Namun, hari itu Audrey mengajaknya bicara. Cewek itu seakan tahu Aileen tidak baik-baik saja, hanya lewat mata.

Entah trik apa yang dia pakai, cewek itu berhasil membuat Aileen nyaman, lalu dia memperkenalkan Andrea. Andrea dengan sifat lebih keibuan dan pengertiannya, membuat hati Aileen berdesir hangat dan tenang.

Sangat mengesankan, bagaimana dua orang itu mempunyai kekuatan besar bagi Aileen. Mereka berhasil membuat Aileen percaya pada orang lagi, bahkan bersama mereka dia menemukan jati diri yang lebih ceria lagi.

Dengan mengingat itu, serotoninnya meningkat. Sekarang dia bisa lebih tenang.

Benar, sudah ada yang dipercaya dan percaya. Sudah ada yang dipihaknya, dia tidak akan sendiri lagi.

Aileen mengecek jam di dinding yang menunjukkan pukul 5 pagi. Dia langsung bangun, menyiapkan seragamnya dulu, sebelum bergegas ke kamar mandi. Butuh waktu 15 menit baginya untuk mandi. Setelah itu dia menggunakan seragam dan menutup tasnya yang hanya diisi tempat pensil, charger, dan airpods.

Selesai, dia kebawah dan menuju meja makan. Aileen segera menyantap sarapan, berupa roti dengan selai.

Setelah menyantap, beberapa roti yang masih bersisa itu dilihatnya. Dia jadi menimang harus membawa untuk Davin atau tidak.

Kalau dipikir-pikir, sudah lama semenjak dia membuat roti untuk cowok itu. Terakhir kali rotinya dibuang begitu saja oleh cowok itu, yang membuat Aileen sakit hati dan sungkan membuatnya lagi.

Namun, cewek itu memaksa dirinya untuk membawa roti yang diisi selai kacang itu.

Tak mau ngaret karena hari senin ini ada upacara, Aileen buru-buru berangkat.

STEP #DavAileen (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang