11. Prioritas

9.8K 547 51
                                    

Haii,

Yuk vote dulu, pencet bintangnya,
._.

Selamat baca yaaa.

****

2018.

Hari yang sangat cerah di awal tahun di kota jakarta siang hari ini. Secerah perempuan yang kini tengah bersenandung menggumamkan sepenggal kata menjadi lagu karangan dirinya sendiri. Raut wajah yang begitu ceria sambil sesekali tangan dan kakinya menari semau dan sesuka hati.

Orang yang melintas melewatinya tak luput memandangi, terheran dengan tingkahnya yang bisa membuat orang menggelengkan kepala.

"Hahaha.."

Tawa seseorang di sebelahnya membuat perempuan yang sedang asyik dengan dunianya sendiri itu menghentikan langkah. Melihat ke samping, tepatnya pada perempuan bermasker putih yang menutupi sebagian wajah cantiknya itu, yang hanya terlihat mata sipit dan alis tebalnya sedang tertawa terbahak-bahak hingga wajahnya sedikit memerah.

"Kamu kenapa sih?." Tanya gracia, dengan kedua tangan yang ia lipatkan di atas perutnya.

"Lucu." Hanya satu kata itu saja yang ia ucapkan, kemudian ia kembali melangkah, meninggalkan dumelan dari kekasih hatinya itu yang masih terdiam di tempat.

Perempuan yang tadi tertawa masih berjalan tanpa melihat ke belakang, belum menyadari bahwa gracia tidak berjalan di sampingnya. Gracia sendiri masih diam mematung melihat punggung shani yang semakin menjauh dari pandangan.

Shani indira tidak peka.

Dengan jarak yang kira-kira sudah terpaut  lima puluh meter, shani baru menyadari. Tidak ada gracia di sampingnya, ia terheran. Segera ia melihat ke belakang.

"Oiy!, kok malah diem?." Shani sedikit berteriak, kemudian ia kembali menghampiri gracia.

Mereka saling berhadapan, perempuan yang ada di depannya sedikit mendongkakan kepala karena manusia di depannya lebih tinggi darinya.

"Kok balik lagi?." Tanya gracia, sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Kok kamu malah diem aja tadi?."

"Kok nanya balik sih."

"Kamu marah?."

"Lah siapa yang marah shani indira, orang aku nanya kenapa kamu balik lagi." Ia memberengut. "Cuma bete aja sih." Lanjutnya Kesal, kapan sih seorang shani bisa peka. Susah sekali memang, Kadang-kadang cuek dan dinginnya kumat.

"Gaada kamu di samping aku. Jangan bete dong."

Gracia bercekak pinggang, bibirnya ia kerucutkan, matanya menatap tajam Shani. "Baru sadar? Kirain udah engga peduli."

"Engga gitu sayang..." Ujarnya pelan, sambil menyelami mata tajam gracia, memberanikan dirinya. "Maaf deh, ya?." Shani menciut, sedikit takut jika gracia sudah mode seperti itu.

"No, no, no shani." Gracia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Shani menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, sambil berpikir bagaimana cara membujuk gracia agar tidak marah lagi terhadapnya. Cukup lama keduanya berdiri di tengah-tengah trotoar pusat kota ini.

Tak lama shani menggenggam tangan gracia, menarik lembut tangan gracia agar mau kembali berjalan. "Kamu lagi mau apa?." Tanyanya sambil melirik.

"Mau nyogok aku?."

"Engga, aku cuma mau bikin kamu engga bete lagi."

"Sama aja itu namanya!."

Mereka berhenti sejenak. Lebih tepatnya shani yang menghentikan langkahnya, membuat gracia mau tidak mau ikut berhenti.

Shani Untuk GraciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang