Haii,
Yuk vote dulu, pencet bintangnya,
._.Selamat baca yaaa.
****
Tak henti terus merapalkan setiap gumaman, aku mampu, aku bisa, pada diri sendiri. Entah berapa imajinasi yang begitu terbayang pada bayangan yang melintas, betapa menyakitkannya hingga dirinya berada di titik ini.
Entah ini senang atau sedih, bahkan abu tak terbayang. Yang jelas, dirinya selalu memanjatkan Terimakasih kepada Tuhan bahwa ia masih sanggup dan akan selalu sanggup. Tak akan pernah menyerah sedikitpun, tak akan pernah. Seribu orang yang mencacinya, tak akan goyah dengan satu orang yang menyemangatinya, selama masih ada, ia akan selalu berdiri dengan tegap dengan mata yang begitu tajam, seakan berbicara, dia bisa, dan kalian, tidak bisa menggoyahkannya.
"Sampai kapan mau ngelamun terus di sini Ci Gre?" Suara dan tepukan pelan pada lengan kanan. Duduknya seseorang yang kini serupa dengannya, memasukkan kedua kalinya pada air kolam yang dingin, di tambah dengan angin malam yang menerpa sejuk wajah dan sekujur tubuh.
Ia menoleh pada sumber suara, tersenyum begitu tipis pada seseorang yang kini tengah menatapnya dengan begitu lekat, mata tajamnya seolah hanya terfokus pada dirinya, "Yang lain udah pada datang Nan? Kok kamu tau aku di sini? Padahal aku ini udah mojok loh." Tertawa halus, kemudian menggerakkan kedua kakinya yang membuat air itu tampak bergelombang kecil.
Jinan menggelengkan kepala, "Belum ada siapa-siapa, lagian latihan masih lama kali Ci. Tadi pas aku sampai, ada staff, ya aku tanya deh siapa yang udah datang. Dia liat Ci Gre di sini, yaudah aku samperin aja."
"Rajin banget deh kamu udah datang, padahal setahu aku, kost kamu ga terlalu jauh dari sini."
"Aku di kost bosen Ci, tadinya mau main game bareng di ruang merah, eh taunya udah selesai," Jinan tertawa, "yang ada Ci Gre dong yang rajin, datang ke sini padahal kegiatan masih lama banget."
Gracia menatap lurus pada Jinan, kemudian ia tertawa, tertawa sangat kecil, "Lagi kangen aja sama suasana di sini, jadi berubah banget."
Waktu hari itu sudah lalu begitu jauh terlewati, tapi rasanya begitu berat hingga detik ini. Entah mengapa sangat sulit bagi Gracia menerima semua itu. Ia mencoba membiasakan hal tersebut, tetapi begitu sesak di dada. Kenapa ia begitu menghayati setiap replika kisah yang ia jalani?
Huh, sangat sulit.
"Aku juga, tapi mau gimana lagi Ci, memang jalannya udah kayak gini, kita mau protes pun rasanya gabisa."
Gracia menganggukan kepalanya, "Iya betul. Huh, udah ah sedih-sedihnya, mending kita ke dalam yuk?" Ajaknya.
"Ha ha ha, Ayok Ci."
Gracia dan Jinan berdiri dari duduknya, keduanya jalan beriringan masuk ke dalam basecamp. Hari ini mereka, minus Gracia, latihan untuk mengisi salah satu acara musik di satu stasiun televisi esok hari.
Tempat ini, menjadi sedikit sunyi setelah banyak member yang mengalami pengunduran diri beberapa bulan yang lalu. Tempat yang tadinya selalu ramai dan di hiasi tawa dan juga teriakan, kini sedikit lebih sunyi dari biasanya.
Tak ada lagi tawa yang terdengar begitu menjengkelkan dan merusak telinga, tak ada lagi manusia-manusia yang berjajar dengan begitu senang menggerakan tubuhnya di depan cermin dan tak ada lagi Manusia-manusia yang saling mengejar satu sama lain, yang terkadang membuat geram.
Ia rindu, rindu situasi seperti itu, tidak seperti ini. Sangat tidak mau.
"Haii" Sapaan dari arah belakang menghentikan langkah Gracia dan juga Jinan yang akan menaiki tangga. Keduanya kompak menoleh pada sumber suara.
