Haii,
Yuk vote dulu, pencet bintangnya,
._.Selamat baca yaaa.
****
Shani termenung menatap pantulan kaca di depannya. Pandangannya kosong, sejak setengah jam yang lalu ia masih betah berada di sini, di tempat biasa para member nongkrong dan bersantai sambil ngobrol. Beberapa kali hanya sapaan singkat yang ia balas, tak berniat memperpanjang obrolan dengan siapapun.
Ting!
Suara notifikasi terdengar. Dengan malas ia hanya membaca pesan tersebut pada handphone yang terkunci, tanpa berniat membalasnya sama sekali.
Feni
Cici masih di toilet? Aku mau jajan keluar, Cici mau ikut atau engga?
Kembali ia menaruh handphone tersebut. Tubuhnya ia sandarkan pada kursi putar, ia gerakan tubuhnya ke kiri dan kanan dengan perlahan sambil memejamkan mata.
Terdengar ketukan dan terbukanya pintu. Dengan perlahan ia membuka mata, dengan sangat jelas Shani dapat melihat tiga orang yang tengah menatap ke arahnya.
"Ayo Ci makan dulu, Cici kan dari pagi belum makan apa-apa," Satu dari tiga orang tersebut bersuara, memegang bagian belakang kursi dan sedikit menundukan pandangannya.
"Kalian aja, aku di sini ya?"
"Kenapa si Ci? Ayo ramean. Itu Sisca sama Gre dari tadi nyuruh aku ajak kamu."
Mendengar itu membuat Shani menoleh pada dua orang tersebut. Tatapannya jatuh pada Gracia yang kini juga tengah menatapnya. Tapi, tak lama kemudian Gracia memutuskan kontak mata tersebut, berlalu lebih dulu keluar dari sana tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Sungguh Shani tidak kuat dalam situasi kali ini, ia benar-benar tidak bisa.
Shani menghela nafas. Kembali menatap Feni yang masih menunggu jawaban, "Aku nitip aja ya?"
"Cici mau nitip apa?"
"Jus mangga, kalau ada sama batagor."
"Oke Ci, itu aja kan?"
"Iya itu aja."
Setelah itu Feni melihat ke arah Sisca. Dahinya mengerut karena hanya melihat sosok Sisca yang sendirian sambil memainkan handphone, "Loh si Mben kemana?"
"Keluar duluan tadi, heran gue juga tuh anak main nyelonong aja."
Tak memikirkan terlalu jauh, akhirnya Feni dan Sisca keluar dari ruangan. Meninggalkan Shani yang kembali seorang diri.
Salahkan dirinya selama ini? Serasa mengerti, tetapi justru ia tertinggal begitu jauh tentang hal-hal yang terjadi pada Gracia. Yang dikira dirinya selalu ada, tetapi justru perempuan itu tidak cukup tahu dan memahami di setiap gerik aneh dari orang yang di sayangi.
Ia terlalu bodoh, ia merasa benci terhadap dirinya sendiri kali ini. Mau menyalahkan pun sudah tidak ada artinya, semuanya sudah terjadi dan kini membuat hubungannnya menjadi merenggang. Sepi, kata yang pertama kali Shani ucapkan ketika setiap aktivitas yang selalu ia jalankan sekarang, padahal kegiatan dan juga orang di sekitar begitu banyak berdatangan.
Sekiranya sepuluh menit Shani memejamkan mata dengan pikiran yang bercabang entah kemana, ia dapat mendengar pintu terbuka dan suara seseorang yang sepertinya mengambil kursi dan menghentikannya di samping dirinya. Shani kira Feni, segera ia membuka mata dan menoleh pada sisi kiri.
