3. Kunang-kunang

153 20 17
                                    

Surabaya, 17 Januari 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Surabaya, 17 Januari 2021.

"Pa, gak bisa cepet apa jalannya? Kamu gak lihat apa, anak kita? Kasihan, dia sekarang kecapekan di mobil melulu!" Seorang wanita berbaju kuning, kini sedang mendengus sebal melihat tingkah suaminya yang menyetir mobil dengan sangat lambat.

"Sabar dong, Ma?! Papa lagi fokus nyetir, nih?! Kalau aja Papa gak mikirin anak, udah Papa ceraiin Mama!

"Cerai aja?! Kamu itu ... emang dari dulu gak pernah tanggung jawab sama anak?!"

Cittt ....

Tiba-tiba saja Pak Karim menghentikan mobilnya.

"Bisa diam gak, sih? Ka-"

Seorang gadis mungil dengan mata yang masih mengantuk, menggelayut lengan ibunya. Gadis itu berumur 8 tahunan. Ia meguap, tampak kelelahan.

"Pa, Ma, jangan bertengkar lagi, ya?"

Pak Karim dan istrinya saling tatap. Karim pun menancapkan gas mobilnya kembali. Mereka membungkam, disusul uapan panas dari puteri kecilnya.

~*~

"Pa, jangan lupa angkat baju-bajunya, barang-barang kecil, sama tempat makannya Ar. Mulai sekarang, kita akan tinggal di sini," seru Bu Susi, ibunya Ar.

Pak Karim menarik napas panjang. Ia mengangguk, dan terpaksa menuruti semua permintaan istrinya.

Mereka keluar dari mobil, lalu menengok sebentar rumah dengan cat merah muda itu. Tidak terlalu besar, tetapi cukup banyak tanaman yang menghiasi rumah ini. Mungkin saja pemilik rumah sebelumnya tahu, jika penghuninya saat ini sangat menyukai tanaman hias.

"Ar sayang, ayo masuk!" Bu Susi menarik tangan Ar, tetapi Ar menolak.

"Kunang-kunang Ar, Ma!" Ar menunjuk bagasi mobil.

"Oh iya, Mama lupa. Mama ambilkan, ya?"

Bu Susi mengambil sebuah botol berisikan kunang-kunang yang diambilnya dari sawah di desa lain. Ar sangat menyukainya. Apalagi, saat malam telah tiba.

Setelah Pak Karim mengemasi barang-barang dari mobil, ia meminta istri dan anaknya segera masuk rumah. Ar menolak. Ia ingin mengamati halaman rumahnya, dan melihat kunang-kunangnya bercahaya di malam hari.

Ia duduk di sebuah tangga, tepatnya latar rumah. Bibirnya yang pink, seakan senyum sendiri melihat kunang-kunangnya serempak menyalakan cahaya.

Seoarang anak pria menatap heran, gadis mungil yang kini sedang asik bermain. Dari jendela, anak itu mengernyit, seakan ingin ikut turun dan bermain bersamanya.

Tak berselang lama, Ar melongo melihat anak itu yang kini sudah ada di hadapannya. Ia menjulurkan tanganya, lalu dibalas oleh Ar.

"Nama aku, Er."

Ar melongo, "Er?"

"Iya, Er. Erhone Abhimanyu Surya Putra Lesmana," balasnya.

"Nama yang jelek?! Aku gak suka," sahutnya cepat.

"Jelek? Emang namamu bagus apa?"

"Bagus?! Nama gue Arve Malika Putri."

Erhone langsung memutuskan salamnya dengan kasar.

"Kok lo emosi?" tanya Ar menatap Er tajam.

"Aku gak suka kamu bilang kayak gitu. Semua nama itu baik. Dan ... kamu ndak boleh bilang namaku jelek?!"

Er langsung melangkah mundur, tapi Ar menghentikannya.

"Hei, lo jangan cepat pergi gitu. Kita kan baru ngobrol," ucap Ar, kemudian menarik tangan Er sampai mereka saling tatap.

Er mundur dua langkah. Ia merasa geli, karena gadis di depannya ini sangat-sangat tak wajar. Entah gila, atau sifatnya yang enggak sopan.

"Ok," singkat Er.

Ia kemudian duduk, disusul oleh Ar.

Hening berlangsung selama beberapa saat.

"Woi, lo ngapain ke sini kalau dari tadi lo diam terus!?" Ar semakin geram.

Er hanya tersenyum.

Ar menarik napas kaku. "Apa lo mau tau kunang-kunang gue?"

Er hanya mengangguk.

Sekali lagi Ar menghela berat. "Lo kalau punya congor ngomong dong!"

Er hanya menatap serius Ar. Ia heran, mengapa teman barunya ini sangat cerewet? Sementara, gadis kecil yang ada di depannya malah berpikir, cowok satu ini gak punya mulut.

"Huft. Gini, kunang-kunang adalah serangga kesukaan gue. Dia itu lucu banget kalau malam-malam kayak gini. Tapi ... kalau siang, gue jadi jijik sama tuh semut. Eh, kunang-kunang."

"Ya Tuhan, apa dosaku? Kenapa gadis ini gak pernah berhenti ngomong?" ucap Er dengan keras.

"APA?!" sahut Ar tajam. "Gue berani taruhan, kalau gue gak ngomong, pasti sepinya udah kayak kuburan."

"Emang?! Siapa bilang kayak mall?" sahut Er cepat.

Ar membatin. "Mimpi apa gue semalam, sampai-sampai bisa kenalan sama cowok berwajah batu ini!"

"Emm ..., Ar. Apa aku boleh tau, kenapa kamu suka serangga jelek kayak gitu?"

Ar menghela napas panas. Ini sudah diluar kendali. "Jadi ..., gue punya sebuah makna dibalik serangga ini."

~•~

Kira-kira apa maknanya?
Ikuti terus kisahnya!!
Love you readers!

Sidoarjo, 19 Januari 2021

Lasmana Fajar Hapriyanto

Er & Ar  ✔️ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang