7. Wanita Hijab

79 13 2
                                    

SMA Baya, salah satu SMA favorit di Surabaya. Kedua sahabat itu kini telah berada di gerbang sekolah. Mereka menguap. Wajah mereka tampak pucat, seakan-akan mereka akan tidur sekarang juga di tengah lapangan.

"Karena bapak lo, gue jadi ngantuk kayak gini. Coba kalau bapak lo gak maksa gue nonton wayang kuno itu, pasti gue gak kayak gini. Tau gak? Gue kemarin dijejelin pentol segede kepala lo. Pulang-pulang gue sampe mo matek alias coit." Ar mendengus kesal.

"Ya Tuhan, apa dosa gue? Syukur-syukur lo dikasih pentol sama bapak gue. Dari pada dikasih eek? Emang mau lo?" Er menatap Ar dengan penuh kekejaman.

Ar mendengus sebal. Jari-jarinya mengepal rapat, seakan ingin menampol pria yang masih berdiri bersamanya di lobi sekolah. Kemudian ia mulai duduk. Hening untuk beberapa menit.

Kring Kring

Bel masuk hampir memecahkan gelendang telinga. Sudah tertegun angka 07.00 di seluruh jam sekolah. Dan uniknya lagi, di sekolah ini tersedia jam gadang yang mengingatkannya pada jam gadang di Kota Bukittinggi. Jam itu kini berdiri gagah di sebelah mimbar pembina upacara.

Bruk

Er mulai berdiri dan menabrak seorang wanita. Untuk sekejap, Er melihat wanita itu sangat tergesa-gesa. Hijab pinknya yang panjang, mulai berantakan ketika Er tak sengaja menariknya karena hampir terjatuh. Karena SMA Baya adalah sekolah swasta, maka hijab tak diwajibkan sama. Bagi yang tak ingin memakai hijab, juga diperbolehkan.

"Ma-maaf." Er menyentuh hijab wanita itu dan mencoba merapikannya.

Ar yang barusan berdiri, langsung melongo melihat mereka seakan-akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Ini adalah awal kehancuran.

"Er, lo gak usah sentuh-sentuh dia! Ntar baper dia ...." Ar mendengus sebal.

"Paan si ... serah gue. Emang lo siapa?"

Tanpa banyak bicara, Ar langsung pergi. Dia terlihat gusar. Matanya memerah, seakan ingin meleser pria tak tau diri itu.

"Ar, Ar ..., yeh ngambek lo. Hu cemen ...." Er menjulurkan tangannya seakan ingin menghentikan Ar yang ngambek. Belum sempat mengejar, Bu Reni menyapa tuk mengingatkan Er agar segera masuk. Bu Reni adalah guru geografi peminatan di kelasnya. Kebetulan, jam pertama ini akan diisi oleh Bu Reni.

Er langsung pergi meninggalkan wanita berhijab itu. Sementara wanita itu, hanya tersenyum seakan ia mulai menyukai Er sejak pandangan pertama.

Jam terus berganti, kegaduhan pun mulai menjadi. Seperti biasa, semua guru tak tahan mengajar di kelas Er. Termasuk Bu Dewi dan Bu Reni. Di tengah kekosongan jam, Er melihat sekilas wanita yang ditemuinya tadi pagi. Ia terlihat dari depan kelas sedang mengurus sebuah proposal. Ia mengenakan almamater berukuran L, yang nampaknya cukup bagus jika dipakai olehnya.

"Itu kan cewek tadi? Almamater pink itu-apa dia OSIS?" Er mengernyit keheranan. "Kayaknya gue tahu wajahnya. Ah iya ..., dia kan ketua OSIS yang baru terpilih itu? Mudah-mudahan gue gak salah ya ...."

Suasana di dalam cukup bising, membuat Er memutuskan keluar untuk menghirup udara segar. Lagi-lagi ia bertemu wanita berhijab itu. Namun Er bersikap biasa saja. Er malah pergi ke kelas Ar. Padahal, jam pelajaran belum berakhir.

Er langsung pergi saja, membuat wanita yang baru ditemuinya tadi menatap kikuk seakan-akan Er adalah pribadi yang sangat membosankan.

Tak berselang lama, Er tiba di kelas Ar. XI IPS 1. Kelas yang pendiam dan ramah. Beda dengan kelas Er. Selama ini, Er tahunya kelas MIPA anaknya pasti rajin-rajin. Eh ternyata kagak. Anak IPS lebih rajin dan penurut daripada MIPA.

"Woi, sini!" bisik Er perlahan, membuat Ar yang berada di bangku depan memutuskan acara ghibah sementara dengan teman sebangkunya.

"Ngapain sih? Lo kan suka cewek sok muslimah itu ...." Ar merapatkan pandangannya, seakan ia sudah terbakar api kemarahan.

"Gue-suka? Halu lo? Gue lebih suka mak lo daripada dia?!" tegas Er. "Ayo sini, gue punya something buat lo."

Dengan cepat, Ar mendorong bangkunya kasar. Ia kemudian membiarkan temannya sendirian.

"Sis, lo ngobrol sama setan dulu, ya? Gue mau ngobrol sama mimi peri versi frozen dulu?!"

Siska, temannya itu melongo keheranan. Sialan lo Ar!

Ar sudah berada di depan wajah Er. Kali ini, ia menatap Er seakan ingin mencaploknya.

"Yuk, ikut gue?!" Er tiba-tiba menarik lengan Ar. Tentunya, Ar tersentak. Emang dia siapa? Cuma sahabat aja udah sok-sokan nguasain tubuh gue?!

Er membawanya ke kantin. Padahal, jam istirahat telah selesai. Alhasil, Er di sana hanya dapat memesan secangkir air putih.

Ar menghela napas. "Lo ngapain sih? Bentar lagi Bu Dewi bakalan masuk kelas gue! Dikira anak IPS gak ada matematika apa?"

"Gue mau ajak lo ke bioskop besok?!"

"Bi-bioskop? Nonton apa?" Ar mendelik, seakan Er sudah tahu bagaimana cara menghibur dirinya. "Drakor?"

"Gue jitak pala lu?! Ya film hororlah ...."

Ar mulai munyun. Ia sudah menduga Er tak akan seromantis dan seseru ini. Sadar diri aja, emang gue siapa? Selamanya gue bakalan jadi adik lo yang harus selalu nurut perintah lo?!

~*~

Antara sedih apa ngakak ni mantem?
Guys, aku butuh support kalian. Yang baca jangan lupa vote, karena ini berpengaruh besar buat semangatku.
Aku harap, kalian yang baca vote ya:))
Aku mau kalian suka^^

Thanks yuup:^^

Lasmana Fajar Hapriyanto

Er & Ar  ✔️ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang