9. Triangle Love

56 11 0
                                    

"Malam yang indah. Dan Erku yang tampan ...."

Fatimah berada di kamarnya sambil bermain ponsel. Ia berada di posisi tengkurap dengan baju biru. Ia senyum-senyum sendiri sembari mengingat kejadian di bioskop. Apakah ia mulai jatuh cinta?

"Allah maha melihat. Jika memang ia jodohku, maka jodohkanlah aku bersamanya. Walau dia pribadi yang misterius, tetapi aku menyukainya."

Fatimah menarik napasnya. Ia membuka Instagram, dan menemukan username Er. Ia melihat foto-fotonya dan sesekali zoom foto itu. Belum lagi ia harus screenshoot agar foto pria itu berada di gelerinya.

"Erhone Abhimanyu_ ..., username yang cukup unik!" Fatimah tersenyum tipis. "Ah, sudah jam 7 malam. Waktunya ngaji."

~*~

Er tertunduk lesu di kamar kuningnya. Ia masih memikirkan kejadian tadi. Apakah Ar baik-baik saja? Ataukah hari ini ia menangis? Memang sulit menerima kenyataan ini. Kadang Er merasa heran, mengapa sikap Ar begitu sensitif jika menyangkut Fatimah? Bukankah dia wanita saleh yang baik? Tadi pun apa dia bersalah?

"Jika memang Fatimah menyukaiku, itu adalah haknya. Mengapa Ar bersikap aneh? Simpel saja, aku hanya ingin menjadi sahabat baiknya."

Kebetulan rembulan masih bersinar terang. Ia duduk di kursi belajarnya sambil menyapa sang rembulan, seakan rembulan itu adalah Ar. Ia tersenyum, seakan tersenyum kepada Ar. Apakah ini cinta? Sorry, Er tak ingin perasaan itu.

Ia telah menyiapkan meja belajar dan alat-alat tulisnya di sana. Ia mengambil secarik kertas, kemudian menulis sesuatu.

Untuk Arve dan rahasiaku yang akan selalu ku pendam. Aku menulis ini karena tak tahan dengan rasa yang ku miliki. Rasa dimana benih-benih cinta mulai tumbuh. Tapi aku tak paham, apakah ini rasa cinta? Cinta sangat rumit. Sampai sekarang ... aku masih ragu, apakah aku mencintaimu? Tidak mungkin! Aku harus tahan rasa ini. Rasa yang tak semestinya ku miliki. Aku adalah laki-laki yang tak pantas menjadi siapa-siapa. Pengecut dan hanya bisa diam. Sedangkan kamu? Kebalikan dari sifatku yang aneh ini. Bahkan aku tak bisa mendeskripsikan sifatmu. Di setiap napasku, selalu memikrkanmu. Benarkah ini cinta? Jika memang ini cinta, ku ingin kubur dalam-dalam rasa ini. Karena ku tak mau, kau semakin menjauh dariku. Ku tak ingin, persahabatan yang terjalin dari kecil, akan hangus begitu saja. Ini tak mudah. Dan ku harap, kau tak mencintaiku, Ar. Ku harap perhatianmu itu hanya sebatas sahabat. Enggak lebih!

Setelah menulis surat tadi, Er pun meneteskan air mata. Ia tak tahu mengapa ia selemah itu. Matanya berkaca-kaca. Apakah ia sudah benar? Sekali lagi, setetes air mengalir dari matanya ke dagu, kemudian jatuh ke lantai. Ia mengusap air mata itu berkali-kali, tapi tak bisa. Ya, sangat emosional.

Ia sudah capek. Ia pun langsung berdiri dan meletakkan surat itu di lemarinya. Setelah itu, ia langsung menuju ke ranjangnya dan tidur melumah. Belum lagi, ia menutup wajahnya dengan bantal agar ia dapat menangis sejadi-jadinya. Cinta memang sangat menyakitkan.

~*~

Pagi ini Ar duduk di terasnya sambil meminum susu hangat. Ia melamun memikirkan kejadian kemarin. Belum lagi masalah wanita alim itu. Atau ... pura-pura alim? Terserah masing-masing orang ingin menganggapnya apa.

Er menarik gagang pintu rumahnya. Telah terpapang wajah Ar yang sedang munyun di hadapannya. Ia langsung menghampirinya. Ar ingin segera pergi, tapi tangan Er menghentikannya.

"Tunggu, Ar. Gu-gue mau minta maaf sama lo. Gue gak bermaksud nyakitin lo. Gue cuma-"

"Udahlah Er. Lo jangan ganggu gue?! Lebih baik, lo siap-siap ke sekolah aja. Biarin gue sendiri. Ntar pas di kantin kita bicara lagi. Sono pergi lo?!"

Er melongo keheranan. Ia melihat Ar dengan sangat detail. Aneh. Dia gak marah?

Di sekolah-tepat dijam istirahat- mereka kembali berdua. Ar tak terlihat ada masalah apapun. Bahkan sepertinya Er yang terlalu bawa perasaan.

Mereka duduk di bangku depan. Memesan secangkir es oreo, lalu menyeruputnya. Suasana masih hening, yang akhirnya dimulai oleh Er.

"Lo ... maafin gue kan?"

Ar hanya mengangguk sambil bermain sedotan. Entah kenapa sikapnya mulai dingin.

Tak berselang lama, Fatimah si kaki panjang itu langsung duduk di samping Er. Ia kemudian menawarkan satu sunduk sosis yang dibawanya. Namun Er menolak. Seperti biasa, Ar hanya memainkan sedotannya. Ia tak sanggup melihat wajah wanita hijab itu.

"Aku suka kamu ...." Fatimah bilang tanpa basa-basi. Er yang mendengar itu, langsung tersedak. Begitupun Ar. Ia melihat si putih tadi sambil meneguk ludahnya.

"Aku nyerah, Er?!" Ar langsung menyingkirkan esnya, kemudian berlari menuju kelas. Tentunya, Er bertanya-tanya. Ar menyerah karena apa?

"Eh, Arve?!"

Fatimah hanya heran. Ada apa dengan mereka? Bukankan ia tak salah jika menyukai seseorang? Toh Fatimah tak tau, jika Ar juga menyukai Er. Apakah cinta serumit ini?

~*~

Hallo, jangan lupa votementtnya ya!
Berharga banget buat aku!!
I love you readers!!
Sidoarjo, 11 Mart 2021

Author you!

Er & Ar  ✔️ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang