Ar terbangun dengan selimut yang masih menutupi badannya. Ia menguap, kemudian merenggangkan jari-jarinya. Pagi ini, tulang terasa seperti mau patah. Mata Ar masih bengkak akibat menangis semalaman. Selepas merenggangkan tubuhnya, Ar mengambil ponsel yang berada di samping bantal biru tempat ia tidur.
"Innalillahi, jam 07.00?"
Ar segera melempar selimut merahnya ke lantai. Ia segera menyiapkan peralatan sekolah. Ah, shit! Buku PKN gue ilang! Anjm.
Ar mengacak-acak mejanya. Ia juga membuka seprei, bantal, memecah celengan, dan mencari buku di bawah kasur. Bukannya dapat buku, malah dapat kecoa. Ah, sial! Mana di celengan juga gak ada lagi! Terus gue mau cari ke mana? Eh, gue cari ke tong sampah ... ada kali, ya?
Ar langsung pergi membuka pintu kamar ke arah dapur. Sesampainya di dapur, benar sekali, buku PKN-nya masih ada di tong sampah. Tuh kan bener! Gue inget kalau ni buku ada di tong! Semalam saking marahnya gue, gue sampai gak sadar udah ngebuang ni buku. Hahaha ....
Ar berbalik arah. Ia mendadak terdiam. Kedua orang tuanya tiba-tiba memasuki dapur dengan wajah memerah, mata berapi-api, dan napas yang panas. Ar ingin menutup kupingnya, tapi tak bisa. Ar enggak enak kalau dilihat orang tuanya.
"Ma, buatin sarapan aja enggak mau! Bangunin Ar juga enggak mau! Maumu apa, sih?" bentak Pak Karim melotot tajam ke arah Bu Susi.
Bu Susi membalas. "Ya, kamu kerja! Laki kok gak bisa kerja! Nganggur ... terus di rumah! Nunggu apa kamu? Nunggu sampai beruang bertelur?"
"Ma! Jadi orang itu jangan matre! Kamu juga enggak mau kerja, kan? Ya sama!"
"Perempuan itu wajar, Pa! Lah, Papa? Tiap hari ke warung kopi, ngerokok, main kartu. Itu semua buat apa? Mama hari ini libur! Bukannya enggak mau kerja! Mama butuh uang!"
"Uang ... terus! Sehari enggak mikir uang bisa, enggak? Kacrok!"
"Enggak ada uang, enggak bisa makan, Pa! Mikir dong kalau punya otak!"
"Emang otakku ada di dengkul apa? Papa juga tiap hari nyari kok!"
"Nyari apa? Judi sana sini? Kelayapan sama perempuan? Malam-malam keluar sama tante-tante itu? Mikir dong otakmu!"
Ar sudah tak kuat. Perutnya mulai mual. Ia menopang kepalanya yang pening. Ini sungguh di luar batas. Bukannya bantuin anaknya mempersiapkan sekolah, malah kedua orang tua ini bertengkar.
Ar sesegera mungkin lari ke kamarnya. Bu Susi sadar masih ada anaknya di sana. Ia melongo menyaksikan Ar lari sambil mengisak tangisnya.
"Ar?" panggil Bu Susi.
Ar tak mempedulikan panggilan ibunya dan tetap berlari ke kamarnya untuk menenangkan diri. Sepertinya hari ini ia tak akan bersekolah. Ia sudah cukup puas disakiti oleh Er dan kedua orang tuanya. Ia merasa kesepian, tak ada lagi yang menemaninya. Semua sibuk dengan keperluan masing-masing. Bahkan Er. Dia biasa menjemput Ar jika ia bangun duluan. Sekarang ia pergi ke sekolah tanpa Ar di sampingnya.
Ar menutup pintu rapat-rapat. Ia menangis sejadi-jadinya. Orang tuanya masih di luar. Bahkan tak ingin mengejar Ar sama sekali. Malahan mereka lebih mementingkan adu mulut tentang siapa penyebab anaknya menangis.
~*~
Dalam rumah kecil beratap prisma segitiga, berkumpul kurang lebih sepuluh pria. Rumah itu tampak sudah cukup lama tak ditinggali. Di sepanjang sudut rumah, sudah menempel banyak sarang laba-laba. Warna kuning cat yang menghiasi ruangan, telah luntur dan memutih. Rumah ini terletak di sudut Kota Surabaya. Tak ada yang berani menempati. Halaman rumah ini pun telah ditumbuhi ilalang. Pagarnya yang coklat, pun telah rapuh dan hampir rubuh.
Salah satu pria berjas hitam adalah ketua geng dari penunggu rumah ini. Rumah ini sengaja dijadikan markas untuk menculik dan menjual perempuan-perempuan untuk dijadikan budak dan pelayan.
Kali ini bos geng itu sedang membutuhkan banyak uang. Entah kenapa dewi fortuna tak juga berpihak padanya. Seluruh pemasukan akhir-akhir ini sepi. Banyak orang menjaga wanita-wanitanya dengan baik.
Seorang pria tiba-tiba saja datang membawa sebuah foto di tengah gelapnya rumah itu. Tentunya pria itu harus dicek keperluannya terlebih dahulu oleh para penjaga pintu depan. Setelah lolos seleksi, pria itu langsung masuk menemui bos besar.
"Ada keperluan apa kau datang?" tanya Bos besar.
"Saya punya info wanita seksi target selanjutnya."
Bos besar menjulurkan tangannya, memberi isyarat agar pria itu menyerahkan foto yang dibawa tadi. Pria itu pun menyerahkan foto tersebut.
"Sangat cantik!" Bos besar mengelus-elus kumisnya. "Siapa namanya?"
"Arve Malika Putri."
"Nama yang bagus!" puji Bos besar. "Bawa dia ke sini secepatnya dan aku akan membayar seluruh biaya sehari-harimu!"
Pria itu tersenyum licik. "Baik, Bos!"
Pria misterius tersebut pergi dengan ditemani banyak preman. Ia harus waspada. Setidaknya polisi tak akan datang. Daerah terpencil ini hanya diketahui beberapa penduduk saja. Untuk lewat pun, bahkan warga setempat tak ada yang berani. Tak hanya rawan penculikan, tetapi juga tempatnya yang berbatasan langsung dengan kuburan membuat siapapun yang lewat berpikir dua kali untuk tidak merasakan sensasi bergidik ngeri.
~*~
Akhirnya go to klimaks!
Ayoo dong jangan lupa vote dan komen!
Love you readers!Sidoarjo, 26 September 2021
Authormu 💛🙌🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Er & Ar ✔️ [SELESAI]
Teen FictionKANG PLAGIAT MINGGIR! DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG. DENDA DAN UU MASIH BERLAKU! CAMKAN! MAU DIPENJARA?! #REVISI GA DIMASUKKAN WP YA! Kisah persahabatan, cinta, dan pengorbanan membuat Ar dan Er terjebak dalam kisah friendzone yang toxic:') Bagaimana m...