Alfano mulai menatap Er dan Ar yang tampak mengobrol antusias. Entah apa yang mereka bicarakan, seakan-akan Alfano hanya butiran debu di sana. Bahkan Alfano sama sekali tak ditawarkan berbicara. Sungguh kejam!
Kayaknya Ar mainin gue doang! Liat aja lo, apa yang bakalan aku lakuin ke kalian berdua. Lo anggap rasa ini enggak tulus? Lo salah! Gue sudah berusaha tulus sama lo. Tapi lo ...
Alfano mulai menghembuskan napas panas. Fix, hari ini adalah hari tersialnya. Ia mulai maju beberapa centi meter ke arah Ar. Tak sampai beberapa detik, Al mencari celah untuk segera berbicara kepada pacar palsunya itu.
Al menodongkan handphone yang dipinjamnya tadi ke arah Ar. Sedetik kemudian, Ar menoleh dengan bungkam. Ia menatap wajah Alfano yang pucat dan penuh air mata, seakan tertahan.
"E-elo kenapa?"
Al tersenyum paksa."Gaapa ...."
"Lo ... nangis?"
Alfano reflek membalikkan wajahnya ke belakang dan mengusap beberapa air mata yang menetes.
"Al?"
Al kembali menatap Ar. "Enggak. Gak apa. Lo santai aja!"
Ar dan Er saling tatap. Mereka meyakini, bahwa ada yang salah dengan sikap Al hari ini. Entah kenapa setelah keluar kamar, sikapnya menjadi aneh sekali?
Tanpa berkata sepatah katapun, Alfano berdiri dan mulai berjalan ke arah pintu keluar. Kakinya seakan rapuh. Ia tak kuat lagi berdiri. Kedok yang telah tersembunyi lama, maka terbukalah tabir ini sekarang.
Tubuh Al bergetar hebat. Ia seakan ingin jatuh saat kakinya mulai melangkah. Matanya yang kuat, kini sayu bergelimang air mata yang sedaritadi ia tutup-tutupi.
Ar terperanga, karena tiba-tiba saja pacarnya itu langsung pergi tanpa alasan. Ia kemudian ikut berdiri mengikuti langkah Al. Sementara Er, tetap berada di posisinya. Bagaimanapun Er harus membiarkan sahabatnya itu menyelesaikan masalahnya berdua saja.
"Al, tunggu!" Ar menggelayuti tangan pacarnya itu.
Alfano menepis jari-jari lembut Ar. Hatinya telah sakit bak tergores belintan. Hidup hanya dipermainkan, dengan orang yang dicinta. Sungguh memalukan!
"ALFANOO, TUNGGU!" Ar berteriak nyaring.
Alfano tak ingin mendengar ocehan gadis penipu itu. Ia kemudian menaiki motornya, menancapkan gas, dan pergi secepat mungkin. Yang terpenting, ia sudah tak ingin lagi menatap wajah wanita itu.
Belum lama Alfano pergi, Er keluar rumah. Ia mengangkat alis kirinya, kemudian bertanya kepada Ar beberapa pertanyaan yang Ar sendiri belum tau jawabannya.
"Si cengeng itu kemana?"
"Hush, lebih cengeng lo kali! Lo gak perlu tanya-tanya dia deh. Gue juga gak tau kemana si Al pergi. Tiba-tiba aja dia kayak aneh gitu. Ah, apa gara-gara ponsel gue ya, yang tadi dipinjamnya? Sifatnya agak aneh dari mulai dia keluar kamar lo, lalu pinjem HP gue."
"Maybe. W gak peduli. W pulang aja. Mau bobok."
Ar mulai geram dengan sikap Er. Bukannya bantuin sahabatnya, eh ini malah mau tidur siang. Dasar laknat!
Er mulai melangkah maju masuk rumah. Disusul Ar yang segera membuka HP-nya cepat. Melihat riwayat/tanda garis tiga bawah di layar depan ponselnya. Di situ tertulis aplikasi yang pernah dibukanya beberapa menit lalu. Dan Whatsapp salah satunya.
Ar melihat chat-chatan dirinya bersama Er setelah membuka aplikasi itu. Mata Ar melongo. Ternyata ini sebab Al meninggalkan kita tadi?Ah, gue takut Al bakal mikir macem-macem. Tapi gue juga bego sih, kenapa gue kasih HP tadi? Dan kenapa gue sampe berani permainkan cinta tulusnya? Egois banget sih aku! Demi Er, aku sampai rela berjuang sejauh ini. Tapi hasilnya nihil. Dia gak pernah peka! Sad girl:(
~*~
"Er, keluar lo!!"
Suara riuh piuh terdengar melengking di antara rumah Ar dan Er. Tentunya Ar dan Er menekan dadanya karena sempat dibuat terkejut oleh teriakan itu. Dari rumah masing-masing, mereka mulai melangkah dengan gemetar. Kakinya memaksa mereka untuk tetap diam, tapi rasa ingin tahu mereka seakan telah membutakan semuanya.
Er keluar mendahului Ar. Ia bertambah gemetar. Keringatnya mulai menetes dari dahi sampai ke dagu. Mata Er melotot tajam, sembari melihat segerombolan geng menyeramkan berjaket hitam dengan motor-motor manual sejenis ninj*.
"A-alfano?" pekiknya.
Er menelan ludah. Sementara Bu Mala baru saja keluar membeli tepung di toko yang lokasinya lumayan jauh dari sini.
Tanpa banyak bicara, Geng Alfano menyeret Er sampai terjatuh dari tangga latar rumahnya. Kepalanya terbentur bata putih, membuat darah yang kental mengalir sampai ke pelipis matanya.
Alfano mulai mengangkat kerah Er. Ia memaksa Er berdiri, dibantu oleh salah satu rekannya. Dewa—nama rekannya itu, langsung memukuli perut Er sebanyak sepuluh pukulan. Tentunya dikeroyok oleh teman-teman lainnya.
Ar mendengar suara rintihan Er, langsung keluar dan mencoba melerai mereka. Dengan cepat, Ar menarik baju para anggota yang sedang melakukan aksinya.
"Berhenti!" Alfano merenggangkan lehernya. "Kalau bukan karena Ar, gue akan terus pukul lo sampai mati!"
Ar mendorong keras tubuh Al. "Lo itu apa-apaan sih, Al?"
"Apa-apaan? Dasar cewek murahan. Cih. Seandainya aja lo cowok, dah ku hajar juga lo."
"Masalahmu apa sih sama dia? Masalah lo cuma sama gue!"
"Masalah gue? Dasar cewek, dah terlalu cinta mati! Murahan!"
~•~
Huwaaa, akhirnya bisa up lagi setelah Hiatus sekian lama.
Laptop rusak, dan baru bisa:(
Ujian dah selesai, plong buat nulis lagi.
Makasih yang udah dukung!!
Aku sangat apresiasi banget:(Tertanda
Authormu 💛
Jumat, 11 Juni 2021
Love you readers!!
Votemennya bos!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Er & Ar ✔️ [SELESAI]
Teen FictionKANG PLAGIAT MINGGIR! DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG. DENDA DAN UU MASIH BERLAKU! CAMKAN! MAU DIPENJARA?! #REVISI GA DIMASUKKAN WP YA! Kisah persahabatan, cinta, dan pengorbanan membuat Ar dan Er terjebak dalam kisah friendzone yang toxic:') Bagaimana m...