19. Dijauhin

44 4 0
                                    

UKS kini dipenuhi oleh anak PMR. Seperti biasanya suasana masih ramai dan tetap ada beberapa siswa yang beristirahat. Ketika itu, Er dan Fatimah baru saja sampai di sana. Sontak saja, seluruh anak PMR menatap sejoli itu seakan mereka telah melakukan sebuah dosa besar. Ntah ada gosip apa sebelum ini yang membuat seluruh anak PMR ini menatap tak enak Erhone dan Fatimah

"Pe-permisi. Maaf, boleh minta tolong kamu obati dia?" Er berbicara kepada anak PMR sambil menopang badan  Fatimah.

"Inikah si ketos pelakor itu?" Sahut salah seorang anggota PMR.

Sontak saja UKS dipenuhi gelagak tawa semua orang.

Fatimah merasa bak tertusuk pisau. Bisa-bisanya fitnah itu menyebar di lingkup sekolah.

Hening. Tanpa sepatah katapun, Er langsung merapatkan gandengannya dan mulai masuk ke UKS. Tentunya, anak PMR tidak ada yang berani menghentikannya. Melihat matanya yang merah saja, mereka sudah paham bahwa Erhone sekarang sedang merasa gusar.

Alhamdulillah poin pentingnya, tak semua anak PMR seperti itu. Anak-anak alay tadi hanyalah anak-anak PMR yang numpang masuk demi enggak ikut upacara. Berbeda dengan lima anggota lain  yang telah menanamkan prinsip kemanusiaan. Sekalipun mereka adalah musuh, tetap saja kewajiban anggota PMR adalah untuk menolongnya.

Er tersenyum. "Terimakasih orang baik."

Kelima anggota PMR itu hanya tersenyum. Dibantu Er, mereka seakan benar-benar petugas medis/dokter profesional.

Er mulai memberikan alkohol di tengah-tengah kapas, kemudian menempelkan kapas yang dingin itu ke pipi pacarnya. Dari sana, Fatimah kesakitan dan menatap Er lama. Pandangannya tak dapat beralih ke sana-kemari. Mereka pun tiba-tiba saling menatap. Namun sayang, hati Er masih menjadi milik Ar. Walau begitu, Fatimah telah mengira bahwa hati pacarnya itu sudah menjadi miliknya seutuhnya. Tentunya Fatimah berharap, cinta Er dapat luluh dengan cepat. Fatimah tersenyum dan semakin mengencangkan bibirnya.

Fatimah, entah apa yang kau pikirkan sekarang. Aku tak sanggup bila kau tahu apa yang sebenarnya nanti. Maafkan aku yang dengan sadar telah menyakitimu. Er memunyun dengan lamunan yang menghanyutkan. Er semakin merasa terenyuh, ketika menyadari bahwa wanita muslimah itu masih menatapnya dengan penuh harap.

Ketika kembali ke kelas, mereka sama-sama tak mempedulikan ocehan orang lain. Tenang ... tenang ... dan tenang .... Mereka akan fokus mencari pelaku penyebab kekacauan ini dengan cepat.

~*~

Pagi ini cuaca agak mendung. Fatimah jaga-jaga membawa payung ke sekolah. Untungnya, suasana sudah hampir terkendali. Tak separah seperti kemarin, but masih ada bocah sinis yang pintar bergosip. Sangat mengerikan.

Kebetulan wanita berhijab itu bertemu Ar dan Er di gerbang sekolah. Tentunya mereka saling senyum dan sapa. Kepala Fatimah menunduk sedikit, menghormati kedua sahabat itu.

Ar menatap girang Fatimah. "Eh calon mantu!"

Ar yang membocil langsung menyenggol lengan Fatimah dengan lengannnya yang tak terlalu gemuk. Fatimah merintih kesakitan, kemudian meringis mesam-mesem.

"Hallo?" Fatimah mengernyit tak enak. Bagaimana tidak? Kejadian kemarin masih membekas sampai sekarang.

"Ar, lo bisa diem enggak, sih?" celutuk Er.

Ar munyun.

Tiba-tiba suara bising orang mengobrol menjadi risih di telinga Fatimah. Maybe, gosip lagi?

"Mirna! Sini!" sapa Fatimah, kemudian tersenyum tampak gigi.

"Ih, siapa lu? Hahaha ...."

Mirna. Anggota OSIS sekbid 5. Saking jengkelnya dengan seorang pelakor, ia sama bencinya dengan Fatimah yang ntah statusnya sebagai pelakor atau ... bukan? Ntahlah, seingat Fatimah, Mirna pun pernah menjadi korban pelakor. Mungkin ia sensitif dengan itu semua? Rasanya begitu.

"Dahlah, hiraukan saja! Lo juga sih, kenapa nyapa orang yang jelas-jelas dari gosipnya saja udah kelihatan enggak suka?" celetuk Er.

Fatimah menjawab dengan nada sayu. "Aku cuma enggak mau temenku sendiri memusuhi aku. Apa kamu enggak pernah ngerasain dihianati temen?"

Ar menyahut. "Jangankan temen, malu pun gak punya dia. Dah, ayok!"

"Ar, kira-kira siapa ya yang mencoba buat ngefitnah Fatimah?" Er menggaruk dagunya.

Ar hanya diam. Ia juga sama, hanya menggaruk kepala dan lagi-lagi tak mau merespon masalah ini.

Er menghembuskan napas panas. Bagaimana lagi ia harus mencari dalang fitnah ini? Sungguh, rasanya ini dosa yang besar.

"Gue tau pelakunya!"

Er, Ar, dan Fatimah melongo dengan mata yang tak dapat mengedip. Mereka meneguk ludah, kemudian mencari tahu orang yang berbicara lantang itu. Suaranya berasal dari belakang mereka. Sontak saja, mereka langsung berbalik arah ke belakang demi mendapatkan informasi pasti pelakunya.

Bak petir yang menyambar di siang bolong. "Al?"

"Yeah, Al. Sekarang lo akan berurusan lagi sama gue. Welcome to kematian!"

"Apa yang lo tahu? Apa urusan lo?" sahut cepat Ar.

"Gue tau semuanya!"

Er mengernyit. "Ta-tau?"

~*~

Aduhh siapaaa ya pelakunya ....
Kok jadi takut thornya ...🙂

Selamat membaca!
Sidoarjo, 15 Agustus 2021

Athormu ...💛

Er & Ar  ✔️ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang