"Kenalin, Er. Dia Alfano." Ar menarik tangan Alfano, mencoba mendekatkannya pada lengan Er.
Er terdiam. Ia menggaruk kepalanya berkali-kali. Benarkah ini pacar Ar? Keren banget, gak kayak aku!
"E-emm, kenalin gue Erhone!" Er menjaba tangan Alfano.
Alfano tertawa pelan. "Lo kok kelihatannya culun banget? Gak pantes tau pake aksen lo gue?!"
Er kebingungan. Ia memang dari dulu enggak punya temen selain Arve. Itulah kenapa alasan dia menghindar dalam pertemanan. Takut terhina. Apalagi melihat gelagat Alfano yang memakai jaket biru seling hitam ini. Membuatnya semakin ngeri dengan hanya melihat penampilannya.
Er menghela napas. "Gu-gue gak pantes? Salahin aja pacar lo!"
"Eh ..., kok gue?"
"Lah terus siapa ya yang pernah bilang kalau gue harus nurut pake aksen ini? Terus kalau gue enggak pake aksen ini, lo pernah ngancem aneh-aneh."
"Jujur banget lo babik. Ah gue laporin Pak Dodo nanti."
Alfano mengernyit. "Pak Dodo tukang kebun itu?"
Ar dan Er mengangguk bersama.
"Btw, Er, Ar, Al. Cocok banget, ya?" Ar tersenyum.
Er menghela napas. "Fatimah?"
"Buang aja ke rumah Pak Dodo! Biar diadopsi sama tuh gembul. Atau gak ... ke tong sampah deket ruang OSIS sono!"
Al menarik rambutnya yang tebal ke belakang. Membuatnya semakin keren. Matanya yang tajam, menatap Ar sangat lama.
"Al, sepatu lo keren juga. Lo ... mau olahraga sampe-sampe pake sepatu olahraga warna merah kayak gitu?" Ar mengernyit keheranan.
"Gue mau latihan basket ntar sore. Lo mau liat gue? Sayang kalau lo gak liat aksi gue! Kebetulan, gue udah pake baju rangkep jersey nih!" Al memancarkan senyuman dari bibir merahnya. "Tapi ... jangan ajak Er, ya! Dia kan murid abal-abal di sini. Gak kayak gue, yang keren dan bermartabat."
"Iya, gue gak ajak, Er!" sarkas Ar.
Er tersentak. Bagaimana bisa Ar mempermalukanku di depan pria sombong itu?
Er menatap tajam Al. Ia tak ingin bertengkar hanya karena masalah sepele.
Er pergi tanpa basa-basi. Ia memutuskan tak ingin berteman dengan siapapun selain Ar. Sementara Ar, masih berpikir tentang rencananya ini, yang kiranya berhasil atau ... tidak?
"Eh, Er! Ngambekan lo, tukang bubur!"
Al mengangkat alisnya yang lumayan tebal. "Emosional?"
Ar mendesis perlahan. "I-iya."
"Orang culun kadang emang gitu?!" Al langsung tertawa sarkas.
Ar hanya membatin. Mengapa Er gampang sekali tersinggung? Ini kan rencana gue buat bikin lo cemburu!
Ya, sore itu Ar tak pulang seperti biasanya. Ia harus menepati omongannya tadi untuk menemani Al bermain bola basket. Beberapa kali shoot sudah Al dapatkan. Permainan berhenti hanya dengan mendapatkan 3 poin, dan dari musuh tak mencetak skor sama sekali. Permainan ini sangatlah ketat. Kucuran keringat membasahi jersey Al.
Dengan tanggap, Ar memberikan lap merah kepada Al agar keringatnya dapat cepat mengering.
Malam ini, Ar pulang bersama Al. Bukan lagi bersama Er.
Seperti biasa, terdengar jeritan pertengkaran dari dalam rumah. Kali ini bukan karena uang, tetapi karena Ar tak pulang-pulang juga sampai larut malam.
Al tak ingin mencampuri urusan keluarga Ar. Ia pun izin meninggalkan rumah.
Setetes demi setetes air mata keluar lagi membasahi pipi. Seandainya Er tau gue lagi sedih, pasti dia bakal temenin gue ....
Ar hanya sendiri. Ia mengambil kunang-kunangnya, dan melihat beberapa dari mereka mati. Saat itu juga harapan Ar putus. Ia tampak kehilangan semangat. Ia kadang bermonolog sendiri dengan kunang-kunangnya itu.
Kenapa lo mati kunang-kunang? Kan gue pernah bilang, kalau satu persatu lo mati, semangat gue pun bakal mati. Seperti Er, yang sekarang udah bahagia bareng Fatimah. Dan layaknya gue, yang sedang menunggu cowok yang gue suka peka. Juga masalah gue dikeluarga, yang tiap hari pasti ada aja keributan.
Gue ini cuma pura-pura sanggup. Seandainya lo tau, Er. Gue itu suka banget sama lo. Dan lo? Kenapa dari gue punya mantan kesatu sampai mantan keseratus, lo gak pernah peka? Dan ... Alfero bakal jadi mantan ke seratus satu karena ulah lo ini. Gue takut banget Er, lo enggak akan pernah tau perasaan gue sampai kapanpun.
Bu Susi melihat Ar yang ternyata masih duduk-duduk di teras. Ia menjewer telinganya, dan menariknya ke dalam rumah. Fix, sidang akan dimulai!
Sementara Er, masih berada di ranjang putihnya sambil memikirkan kejadian tadi.
Sulit banget ya, nahan rasa cinta. Tapi ini buat kebaikan gue kedepannya. Jangan sampai persahabatan kami hancur hanya karena rasa. Enggak, enggak boleh. Apalagi Ar sudah memiliki pria macho seperti Al. Apa gunanya aku? Aku ... macho enggak, keren juga enggak. Yang ada malah emosional. Cuma ya ... Al itu sombong. Tapi itu semua Ar yang berhak, bukan aku.
~*~
Yuk gimana nih kesan habis baca?
Kesel?
Atau mau ketawa karena kebodohan mereka?
Kalau aku sih, pen ketawa karena kebodohan aja wkwkSekian
Sidoarjo, 17 Maret 2021
Authormu 💛
KAMU SEDANG MEMBACA
Er & Ar ✔️ [SELESAI]
Teen FictionKANG PLAGIAT MINGGIR! DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG. DENDA DAN UU MASIH BERLAKU! CAMKAN! MAU DIPENJARA?! #REVISI GA DIMASUKKAN WP YA! Kisah persahabatan, cinta, dan pengorbanan membuat Ar dan Er terjebak dalam kisah friendzone yang toxic:') Bagaimana m...