18. Tangisan Pilu Wanita Hijab Itu

54 4 3
                                    

Er berhenti sejenak. Ia menatap poster wanita muslimah itu sambil melongo keheranan. Beberapa detik kemudian, Ar mulai menyadarkannya.

"Woi, lo sakit?" tanya Ar sambil melambaikan tangannya.

"Eh, itu Fa-fatimah kan? Pacar gue kenapa?"

Ar hanya diam.

"Ar, lo kok diem?"

"Lo kan punya mata! Jelas-jelas itu pacar lo!"

Er mulai menopang kepalanya. Ia seakan tak sanggup berdiri. Konflik ini membuatnya tak tenang. Ia takut jiwanya terusik. Sesungguhnya, pria introvet akan banyak bicara dengan orang yang tepat. Namun dengan konflik yang melibatkan banyak orang ini, Er seakan harus belajar menjadi seorang ekstrovert. Ah, sialan! Batinnya berkali-kali.

"Lo gak mau datengin dia?" Ar mengernyit.

Er hanya mengangguk sambil menelan ludah.

Di tengah perjalanan tepatnya dekat ruang kamar mandi, tampak sekumpulan orang berkumpul dan berteriak. Ini cukup membuat Er merasa deg-degan. Ia semakin kepo kemudian memutuskan berjalan menghampiri kerumunan itu.

Setelah melihat lebih dekat, Er merasa semakin terperanga. Sosok itu ia kenalinya. Dia wanita itu. Fatimah. Tapi mukanya tampak lain? Gumam Er.

Jelas saja tampak lain. Wanita yang dikenal sebagai muslimah itu sekarang memiliki wajah yang bonyok, kerudungnya terlepas, dan air matanya mulai mengalir sambil berharap ada yang menolongnya.

"Fa-fatimah?" celetuk Er.

Fatimah perlahan menatap Er dengan muka membiru. "Er?"

Sebelumnya Fatimah tampak semangat. Berbeda dari sekarang. Ia menatap sayu Er sambil tersenyum lemas. Badannya seakan tak sanggup lagi berdiri. Ia terpojok, bajunya lusuh, bahkan mengangkat badannya ia sudah tak sanggup. Benar-benar rupanya sekarang seperti orang jalanan. Rambutnya yang biasa tertutup, kini malah terlihat jelas. Bahkan rusak dan terpetal. Bekas-bekas rambut tadi, masih terceceran di latar halaman.

"Siapa yang melakukannya, Fa-fat?" Er memegangi dadanya yang sedari tadi masih saja berdetup kencang.

Fatimah hanya tersenyum, kemudian Er berjongkok mendekatinya. Ia mengelus rambut Fatimah yang kini tidak panjang lagi. Bahkan tidak rapi. Ia mengelus lukanya dan membayangkan betapa kuatnya dia.

Disaat ia menderita, bukannya menangis ia malah tersenyum. Bahkan ia sempat mengelus pipi Er dengan perlahan. Tentunya ini membuat wanita lain merasa cemburu. Ya, Ar. Ia masih berdiri dengan bibir yang munyun.

"Siapa yang ngelakuin ini, Fat?" tanyanya perlahan.

Fatimah menunjuk beberapa wanita brandal di depannya yang sedari tadi masih menikmati semua drama ini.

"Wanita-wanita brandal itu?"

Fatimah hanya mengangguk.

Er mulai berdiri. Wajahnya memerah. Entah kenapa ia menghembuskan napas panas. Baru kali ini Er menjadi galak seperti itu.

"PERGI LO SEMUA! KALAU LO MASIH DI SINI, GUE GAK AKAN SEGAN NGELAKUIN HAL YANG SAMA SEPERTI YANG LO LAKUIN SAMA DIA!"

Jantung Ar berdetak cepat. Er bisa marah? Ia meneguk silivanya kemudian terperanga. Entah kenapa ia menjadi cemen saat ini.

Wanita-wanita brandal itu menatap Er beberapa detik.

"PERGI SETAN BABI!"

Ar semakin terperanga. Matanya melotot 1 centi. Gilak kali ya anak ini?"

Setelah umpatan kasar itu keluar, wanita brandal tadi langsung pergi tanpa mengoceh.

Er yang masih berdiri, kembali berjongkok dengan mengelus-elus punggung wanita muslimah itu.

"Kamu tenang saja, ada aku."

Fatimah mulai tersenyum. Tetapi tak berlangsung lama, ia mulai menitihkan air mata itu. Seakan ada beban yang belum ia ceritakan, Fatimah langsung saja menangis sejadi-jadinya kemudian memeluk Er dengan erat.

Sontak saja Ar berbalik arah. Ia tak ingin melihat adegan aneh itu. Ar memutuskan kembali, daripada ia yang sakit karena perbuatan pria tak tau diri itu.

Belum saja melangkah, air mata Ar pun ikut membasahi pipi. Ia tak sanggup melihat Er bersama yang lain. Satu demi satu langkah ia pijaki. Ia membungkam mulutnya dan menutupi matanya yang sayu dengan lengan kanannya. Ia pun langsung berlari cepat meninggalkan mereka berdua bersama. Mengalah? Ya, mungkin seperti ini takdir mereka.

"Fat, cerita sama Er, apa yang mereka lakuin sama lo?"

"A-aku tadinya ingin ke kamar mandi. Ta-tapi begitu sampai di sini, wa-wanita-wanita itu menjambak kerudungku, melepasnya, kemudian memotong rambut ini. Me-mereka bahkan mengacak-ngacak rambutku, me-memukuliku, dan menyebutku pelakor."

Bahkan Er ingin mengeluarkan air mata, tapi tertahan. Dengan sifatnya yang emosional, begitu mendengar cerita Fatimah yang menyanyat hati ia mulai menjatuhkan air matanya. Ia mengusapnya, kemudian menjatuhkan air mata itu lagi berkali-kali.

"Tapi siapa dalang dibalik semua ini? Siapa yang menyebutmu pelakor? Siapa yang memasang poster gila itu? Apakah ada yang iri sama kamu?"

Hening.

"Fat, lo ikut sama gue. Gue akan obati lo!"

"Ke-kemana?"

"UKS-lah!"

Fatimah tersenyum. Namun dalam batin, Er mulai mencari Ar. Kemana dia?

~*~

Maaf author hiastus lama, karena masalah laptop rusak dan tugas:)
Sekarang kalian bisa baca! Selamat menikmati!
Salam

Authormu

Sidoarjo, 14 Agustus 2021 💛

Er & Ar  ✔️ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang