15. Kebencian

2.2K 331 14
                                    

"Saya akan memanggil dokter untuk melepas infusnya, Nona" Pamit Kyra hendak keluar dari kamar inap sang Nona.  Namun langkahnya tertahan ketika namanya dipanggil.

"Kyra."

Perempuan itu berbalik lalu menatap sang nona dengan penuh tanya.

"Iya, Nona?"

"Ehmmm..." Aku sedikit ragu dengan apa yang akan ku ucapkan. Aku tak mau Kyra menilai lain terhadap rasa ingin tahuku.

"Ada yang ingin Nona sampaikan?" Ulang Kyra melihat Ruby yang tak kunjung mengutarakan maksud.

"Ehmm... Bagaimana keadaannya?"

Kyra mengernyit bingung mengenai siapa yang dimaksud oleh Ruby.

"Maksud Nona keadaan Tuan Victor?"

Kepala ku mengangguk mantap. Jujur ada rasa sedikit khawatir terhadap lelaki itu ketika lima hari ini dia tak terlihat.

Tunggu. Bukan berarti aku merindukannya, hanya saja aku takut jika lukanya benar-benar serius. Mengingat banyaknya tusukan yang kuberikan.

Terlebih dia tak lagi menampakkan batang hidungnya lagi.

Apa dia marah?

Atau kecewa?

Stop. Apa peduliku. Bukankah itu lebih baik. Aku tak perlu melihat wajahnya yang amat ku benci.

"Ya, bagaimana keadaan dia" Tegasku tak ingin menyebut namanya.

"Tuan mendapatkan beberapa jahitan pada lukanya, Nona. Namun Nona tidak perlu khawatir, Tuan baik-baik saja" Jelas Kyra.

"Lalu, dimana dia?"

Kyra tersenyum tipis. Ia senang ketika ada rasa khawatir yang diberikan sang Nona pada Tuannya.

"Tuan menjalani rawat jalan di rumah, nona. Beliau menolak saat dokter menyuruh untuk rawat inap di rumah sakit. Tapi, dengan luka yang ada, seharusnya Tuan lebih banyak beristirahat dan tidak boleh banyak bergerak karena akan menimbulkan rasa sakit yang sangat parah"

Ada rasa syukur dalam sudut hatiku mendengar penjelasan Kyra. Ya, setidaknya aku tidak menjadi penjahat karena dia tidak jadi mati akibat ulahku.

Namun satu hal yang mengusik diriku.

"Kenapa dia tidak beristirahat saja?" Tanyaku penuh keingintahuan.

"Karena Tuan mengatakan tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, Nona."

Aku mendengus sinis sebelum berguman pelan. "Gila. Selain mentalnya yang gila, otaknya juga gila"

Kyra terdiam mendengar penuturan Nona nya. Namun setelahnya ia mencoba kembali menyunggingkan senyum tipis.

"Sebenarnya Tuan adalah orang yang baik Nona. Hanya saja, terkadang beliau melakukan hal diluar batas jika menyangkut orang yang penting dalam hidup Tuan." Balas Kyra. Setelahnya perempuan itu pamit untuk melanjutkan niatnya yang sempat tertunda.

Sedangkan aku hanya duduk dan terdiam dengan berbagai hal yang  bergulat di otakku. 

Tak begitu lama, Kyra datang dengan dokter perempuan berusia baya yang merawatku selama beberapa hari ini.

Dia tersenyum lalu melangkah pelan mendekatiku. Bibirku mendesis kecil ketika selang infus yang tertancap dilepas oleh dokter itu.

Setelah semuanya selesai dan aku telah siap untuk beranjak dari ranjang, dokter itu berpesan.

"Anda perlu berhati-hati karena lukanya belum tertutup sempurna dan sewaktu-waktu bisa kembali robek apabila anda bergerak terlalu ekstrem"

"Terimaksih dokter, Nona akan lebih berhati-hati saat bergerak" Balas Kyra mewakili.

RESTRAIN (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang