Sebelas

1.8K 267 47
                                    


Brakk..

Lisa menutup pintu kamarnya kasar, gadis itu terduduk lemas, suara yang tadi ia dengar kini terus terngiang dipikirannya.

"Jangan lupa Hanbin, kita masih berstatus suami istri."

Rasanya Lisa ingin segera pergi dari rumah ini. Tak tahan, mana ada yang tahan dengan ini.

Bodoh, ia teringat dengan ucapan Hanbin malam itu.

"Kamu gak bakal jadi istri kedua, lagian saya gak punya istri."

Lisa tertawa bodoh, "Bego.."

Ia tertawa namun airmatanya terus mengalir, ia bahkan tak tau apa alasan ia menangis.

Ponselnya bergetar, Lisa segera mengahapus airmatanya kala melihat siapa yang menelponnya.

"Halo Lisa."

"Halo Bu.."

"Gimana kabar kamu?"

Sungguh, Lisa kini tengah mati-matian menahan tangis, ia tak mau Ibunya khawatir.

"Lisa baik, Ibu sama Ayah gimana? Baik kan?" Pelan, namun masih dapat terdengar jika suara Lisa bergetar.

"Baik sayang, gimana hubungan kamu sama Hanbin?"

'gak baik Bu.'

Andai, andai ia dapat mengatakan itu.

"Semuanya baik-baik aja Bu," lagi, ia kembali menangis.

"Terus gimana sama Haruto? Ibu pengen ketemu sama dia."

Haruto?

Anak itu?

Ibunya ingin bertemu?

Entah, ia tak tau cerita hidup Hanbin dan keluarga pria itu.

Siapa istri Hanbin?

Dimana istri Hanbin?

Alasan mereka berpisah?

Atau__

"Lisa?"

"Eh iya Bu."

"Kamu baik-baik aja?"

"Iya baik."

"Kamu lagi sibuk ya?"

"Iya Bu, Lisa lagi sibuk."

"Jadwal kamu pasti padat banget, yaudah kamu lanjutin kerjanya ya, nanti kalau weekend Ibu sama Ayah mau main ke rumah Hanbin. Ibu kangen sama kamu."

"Hm.."

"Iya udah Ibu tutup, bye anak Ibu.."

Lisa meremas ponselnya, "Maafin Lisa Bu, Lisa bohong sama Ibu."

***

Haruto diam dikamarnya. Kejadian tadi jelas terekam di memori otaknya. Ia bukan anak kecil yang tak paham dengan apa yang dibicarakan oleh orang dewasa, ia paham bahkan sangat paham.

Wanita tadi, yang menatapnya dengan tatapan sendu. Ia malas berurusan dengan masalah orang dewasa, hatinya juga tiba-tiba sakit saat melihat airmata calon mamanya yang mengalir begitu saja saat wanita yang tak ia kenal itu menyebut dirinya sebagai putranya.

Pria itu melangkah keluar kamar, ia menatap pintu kamar Lisa yang tertutup rapat. Langkahnya semakin mendekat, dengan pelan ia mengetuk pintu kamar itu.

"Tante.."

"Ini Haruto.."

Tatapan Haruto berubah sendu kala tak ada jawaban dari dalam. Tak ada tanda-tanda pintu akan terbuka. Baru saja ia memutar tubuhnya dan akan melangkah, suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya.

Haruto menoleh, melihat Lisa yang tengah tersenyum kearahnya.

"Ada apa?" Suara itu, Haruto yakin, calon mamanya ini selesai menangis.

"Tante baik-baik aja?"

Lisa mengangguk, "Hm.."

Haruto mendekat, Lisa diam ditempat. Dekapan hangat terasa saat Haruto memeluk Lisa, tangan pria itu menepuk pelan pundak Lisa.

"Haruto sedih Tante.." Tangan Lisa terangkat untuk membalas pelukan Haruto, tangannya mengusap punggung pria itu.

"Haruto gak boleh sedih.."

"Jangan tinggalin Haruto ya Ma.." airmata Lisa kembali keluar dari persembunyiannya, panggilan 'Ma' dari bibir Haruto membuatnya merasa menjadi Ibu sungguhan bagi anak itu, bukan ibu tiri.

"Enggak, Mama gak akan tinggalin Haruto."

Haruto melepas pelukannya, "Janji kan?"

"Iya janji.."

"Mama jangan nangis dong, Mama harus pertahanin hubungan Mama sama Papa. Jangan nyerah sama wanita itu."

"Haruto dia__"

"Iya Haruto tau dia Mama kandung Haruto, dia yang lahirin Haruto, dan dia istri Papa."

"Kamu tau?"

"Iya, tadi Bi Yana cerita sama Haruto, tapi Mama tenang, walau dia Mama kandung Haruto, buat Haruto Mama Ruto cuma Mama Lisa, gak ada yang lain." Sesayang itukah anak itu pada dirinya? Lisa tersenyum, ia kembali memeluk putranya.

"Mama harus buktiin kalau yang pantes jadi istri Papa itu Mama Lisa, gak ada yang lain, valid no kecot."

"Haruto gak boleh gitu."

"Bolehlah, Haruto anggap dia karena dia yang lahirin Haruto. Tapi Haruto gak mau kalau sampai dia rebut posisi Mama Lisa dihati Papa. Mama Lisa harus berjuang, demi Papa dan Haruto."

"Iya.. Mama akan berjuang semampu Mama."

Tak jauh dari mereka, Bi Yana mengusap airmatanya, ia benar-benar terharu dengan kisah majikannya, melihat kedekatan Tuan mudanya dengan Lisa membuatnya merasa jika Lisa memang pantas menjadi Nyonya disini, tak ada yang lain, valid no kecot kalau kata Haruto mah.

***

Suasana ruang makan terasa canggung bagi mereka. Setelah kejadian tadi siang, Hanbin sama sekali tak bersuara. Pria itu hanya diam dan fokus pada apa yang ia lakukan. Jika biasanya ia akan menggoda Lisa atau sekedar melempar candaan, kini ia hanya diam dan memasang ekspresi datar.

"Haruto pikir, Papa udah cerai dari wanita itu, ternyata belum." Hanbin dan Lisa sama-sama menatap kearah Haruto. Lisa tak habis pikir dengan anak muda itu yang dengan gamblangnya mengatakan hal itu.

"Siapa yang bilang sama kamu?" Dingin, sangat dingin, ini mah gak Hanbin banget.

"Ada."

Hanbin menghembuskan nafas lelah, "Papa akan urus semuanya." Setelahnya Hanbin pergi, meninggalkan dua manusia yang saling menatap dengan tatapan yang berbeda.

Gimana?

Btw, gue bengek baca komentar kalian 😭

Ada yg bilang ke azab lah, apalgi yg komen ttng usus panjang, prcyalah seketika itu gue bengek smpe ngik ngok

Ok bye

My Sexy Husband [ Hanlis ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang