Delapan belas

1.5K 195 38
                                    


"Pak.. Pak Hanbin." Seorang pemuda berpakaian rapi itu menepuk pundak Hanbin yang masih tertidur pulas dengan seorang wanita dipelukannya.

"Pak.."

"Susah banget bangunnya."

"Pak Hanbin bangun."

"Haaa.." Hanbin terkejut, ia terbangun dan tiba-tiba duduk sangking kagetnya. Teriakannya itu membuat Lisa terganggu, gadis itu juga ikut terbangun.

"Ah kamu ngapain sih?!" Hanbin kesal, marah, ingin menghujat, tapi itu semua ia tahan.

"Dia siapa?" Lisa yang sudah sadar pun bertanya, siapa pemuda itu. Hanbin menatap Lisa yang menyilangkan kedua tangannya didepan dada.

"Saya gak ngapa-ngapain kamu Lisa." Tatapan Lisa menurun, "Oh iya aman." Tangannya tidak lagi menyilang didepan dada, kini ia menatap pemuda dengan mata sipit itu.

"Halo Bu Lisa, saya Rae, tangan kanan Pak Hanbin."

"Ohh iya-iya."

"Ada apa Rae?"

"Kita bicara di ruangan Bapak aja."

"Oke." Lisa melihat Hanbin yang turun dari ranjang dan melangkah pergi, namun sebelum benar-benar keluar, Hanbin berbalik, "Kamu tunggu disini, jangan keluar!"

Lisa hanya mengangguk dengan wajahnya yang polos.

***

"Jadi ada apa Rae?"

"Saya sudah menemukan beberapa fakta baru Pak, salah satunya adalah Nyonya Maria yang ternyata memiliki seorang anak, dan di duga anak tersebut hasil perselingkuhan antara dirinya dan juga pemilik bar tempatnya bekerja."

"Apa?"

"Dan lebih parahnya lagi, selama ini Nyonya Maria tidak pernah ke luar negeri, melainkan bersembunyi di Jawa timur, lebih tepatnya Surabaya."

*Pliss gue ngakak nulis itu :( maap yg orng Surabaya yes 🤘

"Tapi saat itu kamu bilang dia pergi ke Paris."

"Nyonya Maria memanipulasi semuanya, maafkan atas kelalaian saya Pak."

"Dimana anak itu sekarang?" Rae terkejut, untuk apa Bosnya bertanya soal anak itu.

"Dia ada di sekitar kita. Ini.." Rae menyerahkan sebuah foto yang didalamnya terdapat foto Maria dan juga anak perempuan yang cantik.

Hanbin mengamati foto tersebut, memang cantik, mirip dengan Maria. Jika dilihat, usia anak itu tak beda jauh dari Haruto, mungkin hanya beda 1 tahun.

"Cari tau tentang anak itu, dan jangan sampai ada orang lain yang tau tentang ini, dan juga satu hal yang perlu kamu ingat Rae..." Hanbin menatap Rae lekat, "Awasi selalu pergerakan Maria, apa motif dibalik ini semua, apa tujuan utama dia ingin membuat saya hancur."

"Baik Pak, kalau begitu saya permisi."

Hanbin mengangguk, dengan mata yang kembali fokus pada foto gadis kecil itu.

Sedangkan dibalik pintu coklat itu, seseorang tengah bersandar dengan tubuh lemas. Apa ia juga harus berubah menjadi detektif? Agar bisa mengungkapkan siapa itu Maria sebenarnya?

"Pusing gue."

***

Haruto bosan, sudah terhitung 2 jam ia menunggu orang tuanya menjemput.

"Ini dua manusia itu kemana sih? Gue capek loh nungguin yang gak pasti."

"Ah molla, gue mau naik taksi."

Sibuk bermonolog dan tak lupa ia mengirim pesan pada Papanya agar tak perlu menjemput jika tak ada niatan menjemput anak bujangnya ini, ia bisa pulang sendiri.

Bokap 99

Gak usah jemput, bisa pulang sendiri!

Dengan segera Haruto mencari taksi, tak butuh waktu lama, ia mendapatkan taksi.

Selama ditaksi, Haruto hanya diam dengan mata yang sibuk mengamati jalanan. Punggung yang awalnya ia sandarkan segera berubah tegak kala netranya tak sengaja menatap seorang gadis yang terjatuh dipinggir jalan.

"Pak stop.."

"Ada apa Dek?"

"Bapak tunggu disini, saya mau tolongin anak itu. Jangan pergi, awas aja kalau pergi. Saya hafal nomor plat Bapak lo, kalau kabur saya denda." Sopir itu menatap Haruto heran, buat apa kabur? Toh Haruto belum membayar ongkosnya. Kalau kabur ya dia yang rugi, bukan Haruto.

Haruto keluar, ia berlari ke arah gadis itu. Tak ada alasan, hanya saja Haruto merasa harus menolong, sebagai sesama makhluk hidup kan harus saling tolong menolong.

Tanpa kata Haruto membantu gadis itu membereskan barang-barang yang terjatuh, gadis itu terdiam dan menatap Haruto bingung.

"Emm makasih Kak." Haruto menoleh, hatinya berdesir saat gadis itu memanggilnya 'Kak'. Bukan apa-apa, selama ini kan gak ada yang panggil dia Kak, orang dia yang paling muda di rumah, di sekolah juga gak ada tuh embel-embel manggil pake Kak walaupun dia lebih muda dari Haruto.

"Kaki lo berdarah, kalau gak diobatin nanti infeksi." Cielah Haruto mau sok peduli ini wkwk.

"Gak papa kok, nanti juga sembuh sendiri. Kalau gitu aku permisi dulu kak, makasih udah bantuin." Gadis itu melangkah pergi, namun Haruto mengejarnya.

"Kayaknya berat, mau gue anter pulang?" Gegayaan ngater orang pulang, padahal dia naik taksi.

"Gak perlu Kak, gak berat kok."

"Gak papa, kita searah, ayo."

"Bener Kak?"

"Iya, ayo."

Haruto lalu membantu gadis itu membawa barang-barangnya ke taksi yang sudah menunggunya tidak lama, hanya sekitar lima belas menitan.

"Pak bukain bagasi."

Setelah selesai dengan barang-barang gadis itu, mereka berdua segera masuk ke dalam taksi.

"Rumah lo dimana?" Kadang gadis itu berpikir, ini cogan kenapa sok akrab sih? Untung ganteng.

"Jalan Semanggi nomor 56."

Heyyyyyooo

Nunu nana

My Sexy Husband [ Hanlis ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang