Tiga puluh satu

306 34 0
                                    


"Saya datang kesini untuk minta bantuan sama kamu."

"Bantuan apa?"

"Soal Lisa."

-----------------

"Selamat pagi Dok."

"Pagi."

"Duh, Pak Dika ganteng juga ya."

"Iya, denger-denger nih, Pak Dika naksir sama Bu Lisa."

"Ha? Yang bener? Kata siapa?"

"Kamu inget kan waktu Pak Dika balik dari Jepang? Pak Dika tuh dateng ke ruangan Bu Lisa bawa bunga. Yang katanya bunga itu kesukaan Bu Lisa."

"Halah ngada-ngada kamu, gak mungkin Pak Dika suka sama Istri orang."

"Kamu ngomong gitu aku jadi inget sama kejadian suami Bu Lisa. Kasihan ya, baru juga nikah malah ada kejadian kayak gitu."

"Iya kasihan banget."

"Kemarin aku lihat gimana histerisnya Bu Lisa."

"Jelas histeris lah, paling kalau itu aku. Aku udah pingsan."

"Masalahnya itu bukan kamu, dan gak mungkin juga kalau itu kamu."

"Kurang ajar!"

***

Hari ini Lisa ada jadwal, setelah tadi malam ia menjaga Hanbin. Paginya ia harus kembali bekerja, yang tentunya juga ia akan tetap menjaga Hanbin. Karena Hanbin berada dirumah sakit tempatnya bekerja.

Tok.. tok..

"Masuk."

"Dokter, hari ini ada jadwal pemeriksaan pasien di ruang VIP 02."

"Oh iya, sebentar."

"Untuk jadwal yang lain nanti saya kirim lewat email ya Dok, soalnya saya lupa nulis." Lisa tersenyum simpul.

"Iya gak papa."

"Yaudah kalau gitu saya permisi Dok."

"Iya silahkan."

Jam 9 pagi, Lisa dan perawat pendampingnya segera menuju ruang VIP 02. Dimana disana terdapat pasien yang koma sekitar 4 tahun lamanya. Belum sempat ia menyentuh gagang pintu, tangan Lisa seketika berhenti saat matanya tak sengaja melihat siapa wanita yang ada didalam ruangan itu.

Lisa diam, ia melihat setiap pergerakan yang dilakukan oleh seorang wanita didalam sana. Wanita itu tampak menangis, bahkan tangisannya terdengar ditelinga Lisa. Dan kebetulan, pintu ruangan tidak tertutup rapat, masih ada celah untuk Lisa mendengar apa yang akan diucapkan wanita itu.

"Ma, hikss.. hiks.. Aya kangen Kak Bima. Aya janji, Aya bakal balas semua perbuatan___"

"Dok?" Lisa menoleh, terlihat Diana yang datang membawa troli berisi alat-alat medis. Sedangkan wanita yang didalam ruangan itupun ikut terusik karena mendengar suara dari luar ruangan.

"Kok Dokter diluar?" Tanya Diana.

"Ini mau masuk." Lisa segera membuka pintu dan masuk kedalam ruangan. Berbeda dengan Lisa yang santai, wanita yang sedari tadi ada di dalam ruangan itu tampak gelagapan. Wanita itu segera menghapus airmatanya dan menatap Lisa seolah tak terjadi apapun.

"Maaf menganggu, hari ini jadwal pemeriksaan Nyonya Sarah. Jadi mohon tunggu diluar." Ucap Lisa mencoba untuk profesional.

Tanpa berucap apapun, Maria segera keluar ruangan. Ia berdiri di depan pintu, melihat bagaimana Lisa memeriksa keadaan Ibunya.

Namun, ia tiba-tiba teringat dengan seseorang yang juga dirawat dirumah sakit ini. Ia pun segera melangkah pergi mencari ruangan pria tersebut.

Setelah hampir 10 menit berjalan, akhirnya ia sampai di ruangan yang kini ditempati oleh korban penusukan 3 hari silam. Maria melangkah masuk dan menutup pintu rapat-rapat.

Ia mendekat kearah ranjang pria tersebut, matanya yang biasa tersorot tajam kini terpejam erat seakan tak ingin terbuka.

"Hallo baby, kamu ngapain disini? Harusnya sekarang kamu di kantor." Tangan Maria mengusap perut Hanbin yang diperban, "Pasti sakit ya? Ck ck ck, kamu harus sehat lagi ya. Biar nanti kita impas, gak seru kalau kamu mati duluan."

"Siapa kamu?" Mendengar suara itu, Maria segera menoleh kearah pintu ruangan. Senyumnya mengembang, ia lalu melangkah pelan kearah wanita paruh baya yang kini terdiam kaku.

"Ka--kamu?"

"Iya Ma ini aku, Maria. Menantu Mama.." Maria mencoba meraih tangan Irna, namun dengan cepat wanita itu menepis tangan Maria.

"Ngapain kamu disini?"

"Aku jenguk suami aku Ma." Balas Maria santai.

"Suami? Kamu sama anak saya sudah bercerai, jadi sekarang lebih baik kamu pergi dari hadapan saya!" Ucap Irna menahan amarah.

"Ma, aku sama Hanbin itu orang tua Haruto, jadi gak masalah dong kalau aku jenguk Papanya Haruto? Haruto juga anak aku."

Plakkkk...

"Setelah apa yang kamu perbuat pada anak dan cucu saya, kamu berani mengatakan itu?!" Irna tak kuasa menahan amarahnya, ia tampak menggebu-gebu setelah berhasil menampar pipi kanan mantan menantunya tersebut.

Maria maju satu langkah mendekati Irna, ia lalu berbisik ditelinga wanita itu, "Ma, perlu Mama tau. Aku gak akan biarin Hanbin hidup dengan tenang.."

Setelah membisikkan kalimat tersebut, Maria pergi tanpa rasa bersalah sedikitpun. Meninggalkan Irna yang terdiam kaku, namun Irna berpikir, kesalahan apa yang anaknya perbuat sampai Maria berpikir untuk menghancurkan hidup putra semata wayangnya?




Hai hai haii

Kalian nungguin ya??? Mwehehehehe.

Terharu bnget sma komen" kalian yng nungguin cerita ini huhu. Lopyu all, engga janji tpi insyaallah cerita ini ttp lanjut, tpi emng agak lama up nya. Maaf yaaa guyss..

My Sexy Husband [ Hanlis ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang