Dua puluh

1.3K 188 4
                                    


Haruto diam.

Sudah terhitung lima jam setelah kejadian tadi, ia terdiam. Ah lebih tepatnya murung.

"Makan, kalau gak makan nanti kamu sakit." Jangankan melihat, melirik saja Haruto enggan.

Lisa menghela nafas, jika tau akan begini, ia tak mau mengiyakan permintaan Hanbin yang meminta jengkol tadi pagi. Pasti pria itu sudah merencakan agar membuat Haruto kesal.

"Haruto makan, apa perlu Mama suapin?"

"Males."

"Cuek banget anak bujang, jangan cuek-cuek, nanti gak ada cewek yang mau sama kamu." Lisa mengaduk-aduk nasi dan lauk dengan kesal.

Haruto melirik sinis Lisa yang tengah kesal karena membujuknya, ia teringat sesuatu.

"Ma.."

Lisa mendongak, "Apa?"

"Tadi Haruto ketemu cewek, dia cantik." Kalau saja, kalau saja bocah di depannya ini bukan anaknya. Sudah ia pastikan jika Lisa akan mengajak Haruto menikah, tapi sayangnya Lisa sadar jika bocah itu anak dari calon suaminya.

"Siapa?"

"Namanya Flora, Haruto cuma tau itu aja. Soalnya Mamanya dia panggil dia Flora."

"Cantikan mana sama Mama?"

"Ya tetep cantikan Mama Lisa lah." Lisa tersenyum manis, sedangkan Haruto sudah tertawa kecil melihat senyum Mamanya itu.

"Sekarang makan, Mama mau ke bawah dulu. Awas aja kalau Mama kesini, piring kamu masih ada nasinya, Mama sunat lagi kamu."

Haruto meringis, lalu menjawab, "Iya-iya."

***

Dari tangga Lisa dapat melihat Hanbin yang tengah sibuk melihat ponsel pintarnya. Ia berjalan pelan menuju ruang tamu dan duduk di samping pria itu.

"Kenapa gak bilang kalau Haruto gak suka jengkol?"

Hanbin melirik kearah Lisa sejenak, lalu kembali berkutat dengan ponselnya.

"Yang penting saya suka sama jengkol."

"Ya tapi kan jangan kayak gitu, takutnya Haruto nanti gak mau makan lagi."

Hanbin menghela nafas, ia lalu meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap Lisa, "Jangan terlalu manjain Haruto, saya gak mau nanti dia jadi anak yang sembunyi dibalik punggung orang tuanya. Kamu terlalu sayang sama dia, kasihan juga nanti dia kalau udah dewasa. Gak mungkin kamu selamanya bakal sama terus sama dia."

Lisa berpikir, ini antara pria itu cemburu atau memang sedang mencoba bersikap dewasa?

"Kok Bapak nyalahin saya? Kan Bapak yang emang udah manjain Haruto sejak dini. Misalnya nih, Bapak udah bolehin Haruto bawa mobil sendiri, terus apapun yang dia mau juga Bapak turutin. Jadi siapa yang salah?"

"Ya itu kan kewajiban saya sebagai Ayah."

"Ya sama dong, itu juga kewajiban saya sebagai Ibu." Hanbin terdiam, ia menatap Lisa yang tampak tulus mengucapakan kalimat tadi.

"Iya-iya saya yang salah. Nanti malam kita makan di restoran, saya mau pergi dulu, ada urusan." Hanbin beranjak dan pergi meninggalkan Lisa yang hanya diam tak bergeming.

***

Wanita itu menatap beberapa lembar kertas yang kini terdapat di atas meja. Matanya lalu beralih menatap pria yang barusan melempar lembaran kertas itu di depannya.

"Aku gak mau cerai." Ucapnya santai.

Hanbin menatap tajam Maria yang dengan santainya menyesap kopi berwarna coklat muda itu.

"Saya punya rahasia penting tentang kamu, kalau sampai rahasia itu tersebar. Mungkin riwayat kamu akan tamat."

"Apa maksud kamu?"

Hanbin mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto pada wanita itu.

"Ini siapa? Anak kamu kan? Jawab jujur dan jangan ngelak."

Maria melotot, nafasnya tercekat. Rasanya juga sulit untuk bernafas.

"Jawab!"

"Dari mana kamu dapat foto itu?"

"Dari mana pun yang jelas ini benar, dan saya bisa aja menyebarkan foto ini. Maka seorang model papan atas di depan saya ini akan hancur."

"Dia bukan anakku Hanbin."

"Tanda tangani surat itu dan semua akan selesai. Lima detik.

"Tap__"

"Satu.." jari Hanbin sudah bersiap menekan tanda publish. Jika 2 senti lagi jari Hanbin maju, maka tamatlah riwayat Maria, seorang model dengan gaya fashion wanita Italia.

"Hanbin pliss.."

"Dua.."

Maria bingung, jika sampai foto itu tersebar, dapat ia yakini jika nanti ia tak akan lagi terkenal seperti sekarang. Dan kontraknya akan dibatalkan, maka hilanglah semua uangnya.

"Tiga.."

"Stop please!"

"Empat.."

"Arghhh..."

"Li__"

Hanbin tersenyum menang, ia berhasil kan?

Dengan segera Hanbin menarik lembaran kertas itu. Melihat tanda tangan dari Maria, mantan istrinya. Ahh itu terdengar lebih baik.

"Terima kasih atas jebakan anda Nyonya Maria, dan juga terima kasih telah melahirkan Haruto. Saya permisi." Hanbin pergi tanpa menunggu jawaban dari Maria yang sudah bersiap membalas ucapannya.

"Aarggh, awas aja kamu Bin, tanpa jadi istri kamu pun aku bisa hancurin kamu."




Hai :)

Oh ya, Innefable sama My Annoying Boss aku unpublish untuk sementara waktu.

Nanti kalau udah okey bakal tak publish ulang.

My Sexy Husband [ Hanlis ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang