Dua puluh lima

1.1K 153 10
                                    


"Lisa." Wanita bertubuh tinggi dengan mantel coklat itu berhenti saat seseorang memanggil namanya.

Wajahnya di penuhi dengan berbagai ekspresi, namun ekspresi gugup lebih mendominasi.

"Pak Dika? Ada yang bisa saya bantu?"

"Enggak, mau saya anterin pulang?"

"Emm.. enggak Pak. Saya bisa pulang sendiri."

"Kamu lagi hindarin saya?"

Lisa mengulum bibirnya, "Kalau tidak ada yang perlu Bapak bicarakan, saya permisi dulu. Saya harus pulang."

Baru saja Lisa akan melangkah, suara Dika kembali membuatnya berhenti. "Apa kamu seperti ini karena kejadian waktu itu?" Tanya Dika. Namun tak ada balasan dari Lisa.

"Ayolah Lisa jangan kekanakan, itu cuma masalah biasa." Dika meraih lengan Lisa, mencoba memegangnya walau pada akhirnya terhempas oleh Lisa.

"Saya permisi Pak." Ucap Lisa gemetar. Kenapa koridor saat ini sepi? Apa semua orang sudah pergi? Padahal biasanya jam-jam seperti ini koridor akan ramai orang yang pulang dari membesuk.

"Heii.." Dika kembali menahan lengan Lisa agar tetap berdiri ditempatnya.

"Jangan sentuh saya!" Ucap Lisa dengan menghempas tangan Dika yang telah kurang ajar menyentuh tangannya.

"Saya gak akan sentuh kamu kalau kamu mau saya antar pulang."

"Ahh Bapak belum tau? Saya sudah bertunangan, dan sebentar lagi saya akan menikah. Jangan saya mohon jangan ganggu saya."

"Menikah? Dengan siapa? Pria itu? Siapa namanya? Ahhh Kim Hanbin?" Lisa terkejut, bagaimana Dika bisa tau tentang Hanbin.

"Kenapa? Bingung kenapa saya bisa tau? Pria tadi siang bukan? Yang masuk ke ruangan kamu."

"Jangan ganggu saya, atau saya akan laporkan kejadian saat itu pada pihak polisi."

"Haha, kamu pikir saya takut?"

Lisa tak berkutik, ia bingung harus menjawab apa.

"Lisa.." dapat terlihat sekarang, jika Lisa merasa lega oleh panggilan itu.

"Iya.." terlihat Hanbin yang berjalan santai kearah Lisa dengan kedua tangan yang tenggelam disaku.

"Ohh siapa dia?" Tunjuk Hanbin pada Dika yang menatap keduanya datar.

"Dia__"

"Saya Dika, dokter bedah disini." Potong Dika cepat. Hanbin hanya ber-oh ria, pria itu lalu meraih tangan Lisa untuk ia genggam.

"Saya harus bawa istri saya pulang. Sudah malam, permisi." Ucap Hanbin sopan. Hanbin melirik tangan Lisa yang ia genggam, terasa dingin dan berkeringat.

Hanbin melihat kearah Lisa yang hanya diam saja. Tak ada yang dikatakan, biasanya Lisa akan banyak bicara. Namun entah kenapa hari ini ia jarang bicara.

"Dokter tadi gangguin kamu?"

Tak ada respon dari Lisa.

"Lisa.."

"Ha?" Lisa terkejut dan menatap Hanbin dengan tatapan linglung.

"Kamu kenapa? Orang tadi ngapain kamu?"

"Gak ngapa-ngapain, cuma ngobrol biasa."

"Saya harap kamu gak bohong." Tampak jelas raut bersalah diwajah Lisa. Namun ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal itu pada Hanbin.

***

"Kan gue suruh lo ngerjain tugas gue, kenapa cuma di lihat hah?!"

"Tapi Flora belum belajar tentang pelajaran Kakak, nanti kalau udah Flora bakal kerjain tugasnya."

"Gue maunya sekarang." Mata Flora terpejam. Sungguh gila, mana ada seorang murid kelas 6 SD diminta untuk mengerjakan tugas kelas 7 SMP.

"Ini hari terakhir, cuma gue yang belum ngumpulin. Pokoknya gue gak mau tau, hari ini juga tugas itu udah selesai."

Brakk..

Flora menatap pintu kayu itu dengan sendu. Kenapa hidupnya harus seperti ini? Mamanya yang selama ini memberi mereka uang tapi kenapa dia yang diperlakukan layaknya pembantu?

Sebentar lagi ia akan berpindah sekolah. Dan sudah ia pastikan disana nanti ia akan jadi babu dari kakak sepupunya itu. Sudah ia pastikan jika Bella akan bersikap seperti orang kaya.

Tak apa, Tuhan selalu bersamanya walau saat ia merasa kesulitan. Rasanya seperti Flora ingin segera kembali pada Tuhan jika ia sudah menyerah. Namun keinginannya terhapus setiap melihat banyak orang yang mengalami kesulitan lebih darinya.

Dia segera membuka buku pelajaran milik Bella. Membaca setiap halaman dengan teliti dan mulai mengerjakan tugas yang diberikan padanya tadi.

Matanya melirik jam yang tertempel di dinding kamarnya. Saat ini pukul 4 sore, targetnya satu jam untuk mengerjakan tugas sialan ini. Ia yakin ia bisa.

Tak ada yang tak mungkin selagi kamu mau berusaha.

Itulah prinsip Flora.



Pngn bikin crita ttng Flora :)

Tapi sad ending :(

Jadinya gak jadi :"

Oh ya, Hanlis ship mari merapat lagi. Aku ada story baru judulnya Serendipity :)

My Sexy Husband [ Hanlis ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang