I Do (15)

1.4K 106 16
                                    

Foto diatas gambaran ruang tamu di rumah Reyhan ya. Terimakasih

Selamat membaca

"Kamu emang ngga mau kerja lagi? Kamu ngga kasian liat mamah kamu khawatir terus?"

Nadya menelan ludahnya. Memang benar setiap malam ibunya selalu mondar-mandir ke kamarnya hanya untuk melihatnya. Begitu juga pekerjaannya yang sudah ditinggalkannya selama beberapa hari ini.

"Mau ya aku anterin ke dokter?" Bujuknya lagi.

Wanda yang geram dengan perilaku kekanak-kanakan Nadya pun masuk dan duduk disampingnya. "Nadya, niat Reyhan dateng ke sini baik loh,"

"Tapi aku ngga mau mah!" Tolaknya.

Sesekali gengsi disaat seperti ini tidak apa-apa bukan? Kenapa ibunya tidak mengerti juga?

"Kamu tau kan? Mamah paling ngga tega liat kamu sakit," ungkap Wanda.

Wanda berbisik didekat telinganya. "Jangan terus bersikap seolah kamu remaja yang baru masuk SMA, Nadya,"

Dari nada bicara ibunya mengapa sama persis seperti 10 tahun yang lalu? Saat ibunya masih sering mengekangnya. Nadya hanya bergidik ngeri.

"Ayo," dalam sekejap suara Wanda melunak, dia mengusap tangan anaknya. Kalau sudah begitu mau tidak mau Nadya menurut.

Nadya bangkit perlahan dari tempat tidurnya. Reyhan baru ingin menyentuhnya untuk membantu Nadya, namun dengan cepat Nadya menepis tangan itu.

"Aku bisa sendiri," bantah Nadya.

Mengantar Nadya ke dokter tidak membutuhkan waktu yang lama. Sekarang mereka sudah di perjalanan pulang.

Reyhan mengumpulkan keberaniannya. "Maafin aku Nad,"

Hening. Tidak ada jawaban dari Nadya. Apa Nadya masih sangat marah padanya?

Reyhan pelan-pelan menengok ke sampingnya. Nadya sedang memejamkan matanya. Pasti ia sangat mengantuk.

Begitu sampai di depan rumah, Reyhan membuka pintu dan mengangkat tubuh Nadya dengan kedua tangannya yang kekar untuk mengantarnya ke kamar.

"Cepet sembuh ya," bisik Reyhan sembari mengelus dan merapihkan rambut Nadya yang menutupi sebagian wajahnya yang cantik itu.

Untuk sekali ini Reyhan ingin menjaga Nadya dalam tidurnya yang nyenyak. Bahkan jangan harap nyamuk sekalipun berani menyentuhnya.

Silaunya sinar matahari pagi dari jendela membangunkan Nadya dari alam mimpinya.

Nadya baru menyadari ada sesuatu yang menimpa tangannya. Ternyata kepala Reyhan yang menyender ditangannya.

Nadya terperanjat. "Kamu ngapain disini?"

"Eh? Kamu udah bangun? Gimana masih kerasa sakit?" Tanya Reyhan khawatir.

"Aku tanya kenapa kamu ada disini?!" Pekiknya.

"A-aku cuman mau jagain kamu. Kasian Tante Wanda dua hari ini pasti tidurnya kurang karna nungguin kamu," tutur Reyhan.

"Aku ngga butuh. Lebih baik kamu pulang, aku ngga harus pake cara kasar kan buat ngusir kamu?"

Dia tidak boleh membuat kesalahan yang sama berulang kali dengan membantah Nadya.

Reyhan menuruni tangga dengan langkah gontai. "Aku pamit pulang dulu ya Tante,"

"Mulai sekarang kamu jangan panggil Tante lagi,"

"Tapi panggil saya mamah... ya?" Reyhan tertegun ketika Wanda memegang kedua pundaknya dengan tatapan mata yang teduh.

Melihat sikap Reyhan yang tidak menyerah menghadapi putrinya itu membuat hatinya luluh.

Sudah tidak ada lagi keraguan, menurutnya Reyhan lelaki yang baik. Wanda menyesal telah menjauhkan Nadya dengan pria yang disayanginya.

~

"Harusnya lu ngga masuk kerja dulu Nad. Lu kan baru aja sembuh," kata Fira setelah sehari Nadya memeriksakan diri ke dokter.

"Gue cuman demam biasa kok," jawab Nadya.

Sambil merapihkan beberapa baju batik, Nadya terus menyunggingkan senyumnya. Sepertinya sahabatnya ini sedang bahagia sekali.

"Lagi seneng banget kayaknya?" Tanya Fira yang baru menyadarinya. "Mau ketemu pujaan hatinya ya?"

Dia memang sedang menunggu seseorang dan sebentar lagi pasti orang itu akan datang.

"Evan, akhirnya lu dateng juga," sahut Nadya.

''Gue bawain coklat aja deh buat lu. Kalo es krim ngga mungkin kan? Bisa-bisa lu bukan cuman demam tapi flu juga," Nadya terkekeh mendengarnya, Evan paling bisa menghiburnya disaat seperti ini.

Dari luar butik seorang pria terus memperhatikan Nadya dan Evan yang sedang bersenda gurau.

Reyhan mengepalkan tangannya. Nadya terlihat bahagia sekali saat bersama Evan. Berbeda ketika Nadya dengannya. Seolah seperti teman yang sedang menagih hutang. Raut wajah masam, omongan pedas dan ketus, justru itu yang Reyhan dapatkan.

~

"Kamu kok pulangnya telat?" Tanya Wanda karena tidak biasanya Nadya pulang terlambat.

"Reyhan tadi kesini, katanya mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap Wanda yang membuat Nadya terdiam sejenak.

"Ngomong apa mah?"

"Kamu tanya sama Reyhan dong. Oh iya ini ada kue kering buat keluarga Reyhan. Tolong kamu anterin ke rumahnya," Wanda menyerahkan beberapa toples kecil berisi kue kering yang dibuatnya tadi.

"Harus aku mah?" Nadya takut bertemu Reyhan, pasti dia akan mengira Nadya sudah tidak marah.

"Iyalah. Lagian sekalian kamu tanya Reyhan aja mau ngomong apa,"

Sebenarnya Wanda bisa sendiri mengirimkan makanan itu ke rumah Reyhan, tapi biarlah anaknya ini belajar untuk tidak gengsi dan memaafkan.

"Nadya? Ada apa ya dateng malam-malam begini?" Asih terkejut melihat Nadya sudah ada di depan rumahnya.

"Nadya kesini mau kasih kue kering, titipan mamah," Nadya menyodorkan sebuah plastik putih.

"Buat bunda? Sampein makasih dari bunda ya buat mamah kamu. Maaf ngerepotin jadinya," Nadya tersenyum.

"Ngga sama sekali kok bunda,"

Dari tadi sosok yang ia cari tidak ada. Tumben. Kemana dia? Meskipun sedang bertengkar tapi Nadya juga masih sedikit menaruh simpati pada Reyhan.

"Em Reyhan mana ya bunda kok kayaknya dari tadi ngga keliatan?" Tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.

Asih mengerutkan keningnya. "Emang Reyhan ngga ngasih tau kamu nak?"

Nadya menggelengkan kepalanya dengan ragu-ragu. Bagaimana bisa Reyhan tidak memberitahu Nadya tentang hal ini.

"Reyhan tadi baru aja pergi ke luar kota naik pesawat,"

Apa? Reyhan pergi tanpa berpamitan atau mengucapkan sepatah katapun padanya?

-

Tetap semangat ya yang lagi sekolah daring❤️

Terimakasih yang sudah membaca
Maaf jika ada kesalahan kata/bahasa
See you👋🏻

I DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang