Jangan lupa tinggalkan jejak
Selamat membaca
Di suatu tempat yang sangat sepi, ada dua orang yang sedang mengatur strategi. Mereka merencanakan sesuatu yang menurut mereka akan berhasil.
Menyadari bahwa pasangan suami istri itu sedang bertengkar, jelas akan memudahkan mereka untuk melancarkan aksinya.
Yuni menatap laki-laki yang ada dihadapannya dengan raut wajahnya yang serius. Dia mulai menjelaskan satu persatu hal-hal yang sudah dilakukannya akhir-akhir ini.
"Rendy sudah saya tangani. Selama 2 Minggu ini saya sudah mengurangi porsi makan dan vitamin yang seharusnya dia minum, efeknya Rendy akan mudah sakit dan bisa kekurangan gizi," katanya.
"Saya akan menculik Sindy. Dan dalam waktu yang bersamaan Rendy akan jatuh sakit, Sindy juga dinyatakan hilang. Semua permasalahan ini akan membuat Bu Nadya merasa terpojok," sambung Yuni.
Pria yang mendengar semua penjelasan Yuni itu mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dagunya.
Ide pembantu satu ini boleh juga. Evan pikir, wanita dari kampung seperti dia hanya tahu dapur dan memasak saja. Ternyata dia punya otak juga.
"Bagus. Lakukan sekarang!" Perintahnya pada Yuni dan dibalas anggukan darinya.
Yuni memakai masker dan topi hitam di kepalanya. Tentunya dia sudah mengganti baju yang sebelumnya dia kenakan saat dia sedang bekerja di rumah majikannya. Yuni melakukan ini supaya ketika dia menculik Sindy, tidak akan ada yang bisa mengenalinya.
~
Di kamarnya, Nadya sedang memakaikan baju ke tubuh Sindy yang mungil. Dia baru saja memandikannya beberapa menit yang lalu. Sindy yang biasanya memberontak tidak mau dipakaikan baju oleh ibunya kali ini menurut dan dengan tenang dia menggigiti mainan yang ada digenggamnya.
"Nanti kita ke luar. Biar Sindy bisa hirup udara segar, bisa liat kupu-kupu sama burung di langit juga. Tapi di teras rumah aja ya,"
Nadya memasangkan bandana pita berwarna merah muda di kepalanya. Tubuhnya wangi khas bayi yang baru mandi, pakaiannya juga sudah rapih. Sayang sekali, dia tidak bisa mengajak Sindy jalan-jalan sore. Karena anak pertamanya masih sakit.
"Kak Rendy ngga ikut, soalnya masih lemes. Kak Rendy lagi ngga enak badan," ujar Nadya yang menggendong Sindy dengan posisi tegak.
"Cantiknya," pujinya. Nadya mengangkat tubuh Sindy dan menampilkan wajah lucu hingga bayi itu tertawa. Sindy menunjukkan gusinya yang belum tumbuh gigi.
"Ebby mau dibawa?" Tanya Nadya menunjukkan boneka kesayangan putrinya. "Kita bawa ya ebby nya," setelah mendapat anggukan kecil dari Sindy, Nadya berdiri sambil menggendongnya.
"Sebentar ya kak Rendy," pamit Nadya pada anaknya yang tengah tertidur.
"Halo Sindy cantik!" Katanya yang meniru suara anak kecil dengan menggerak-gerakkan boneka pinguin milik Sindy.
"Tadi apa kata ebby? Sindy cantik ya? Anak mamah emang cantik," Sambil berjalan menuruni tangga, Nadya memberikan kecupan di seluruh wajah putrinya.
Dia menarik stroller bayi dan meletakkan Sindy di sana. Nadya berpikir, Sindy mulai bosan dengan suasana di dalam rumah. Dia mengajaknya keluar untuk menghirup udara segar. Meski hanya bisa bermain di depan rumah saja.
"Ebby mamah taruh sini ya," Nadya menaruh boneka kesayangan Sindy tepat di sampingnya. Dengan tangan satu Sindy meraih bonekanya, namun belum sempat dia memegangnya tiba-tiba boneka itu terjatuh di lantai.
"Eohh!" Sindy mengerucutkan bibirnya. Dia berharap ibunya akan mengambilkan bonekanya, tapi Nadya tidak menghiraukan panggilannya.
Nadya menghentikan stroller yang didorongnya di teras rumah. Dia memandangi langit sore yang begitu menawan. Langit tersebut berwarna jingga kemerah-merahan.
"Bagus banget langitnya. Sindy suka?" Tanya Nadya dengan ekspresi ceria. Namun reaksi anaknya yang cemberut membuatnya bingung.
"Loh kenapa? Kok anak mamah cemberut?"
Saat mendapat perhatian dari ibunya, Sindy langsung berceloteh memanggil bonekanya yang jatuh tadi. "Eiii!" Ucap Sindy diiringi rengekan.
"Ebby? Ebby nya mana ya?" Nadya pun mencari-cari benda milik anaknya di stroller tersebut, tapi dia tak kunjung menemukannya.
"Jangan-jangan jatuh di dalem. Mamah cariin dulu sebentar ya sayang. Sebentar aja, Sindy di sini dulu," dia mengusap lembut kedua pipi Sindy yang telah basah oleh air mata.
Sesudah masuk ke dalam rumah, Nadya mencari boneka itu di lantai. Dia terus melihat ke bawah sambil berjalan pelan. Tak lama kemudian, bahkan hanya beberapa detik saja Nadya sudah bisa mendapatkan benda yang dicarinya.
Nadya memegang boneka tersebut dengan sumringah. Ketika dia sampai di teras dan hendak memberikan boneka itu kepada Sindy, tiba-tiba saja anaknya sudah tidak ada di stroller.
"Sindy? Sayang," panggil Nadya dengan senyumnya yang kian memudar.
Awalnya dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Sindy tidak mungkin bisa berjalan sendiri. Yuni juga sudah pamit pulang ke rumahnya. Lalu siapa yang mengambil anaknya?
"Sindy! Kamu dimana sayang?" Tak sadar air matanya langsung mengalir.
Kakinya benar-benar lemas. Nadya tidak sanggup lagi berdiri. Disamping stroller bayi tersebut, Nadya terkulai lemas dan menangis. Jantungnya seakan tidak lagi berdetak. Nafasnya tercekat saat dia menyadari bahwa dia telah kehilangan buah hatinya.
"Sindy! Maafin mamah!" Nadya sangat menyesal. Betapa bodohnya dia meninggalkan bayinya yang masih kecil seorang diri.
Sebuah mobil memasuki pekarangan rumahnya. Sang pengemudi tersebut keluar dari mobil lalu menghampiri istrinya yang terduduk di teras. Dia terus berteriak-teriak memanggil nama anak kedua mereka. Apa yang sudah terjadi?
"Ada apa sama Sindy?" Tanya Reyhan dingin.
Nadya mengatur nafasnya. "S-sin-" ucapannya terpotong, Nadya kembali menangis kencang kala mengingat kejadian sebelum dirinya meninggalkan Sindy disini.
"Sindy kenapa?!" Geramnya.
Mendengar suara Reyhan yang meninggi, spontan Nadya langsung mengatakan yang sebenarnya. "Sindy hilang!"
"Hah?! Gimana bisa!" Teriak Reyhan meminta penjelasan.
"Tadi aku masuk buat ambil bonekanya yang jatuh. Dan waktu aku balik lagi ke sini Sindy udah ngga ada," paparnya. Dia menatap Reyhan takut-takut.
Reyhan mengumpat dalam hati seraya mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku harus cari Sindy! Penculiknya pasti belum jauh," saat Reyhan ingin kembali ke mobil, Nadya menahan tangannya.
"A-aku mau ikut cari anak aku," kata Nadya.
"Ngga usah! Kamu di sini dulu," tegasnya.
Baru saja kakinya hendak melangkah lagi ke dalam mobil, tangan Nadya mencengkeramnya. Nadya bersikeras menahan Reyhan agar tidak pergi sendirian, karena dia juga ingin ikut mencari anak bungsunya itu.
"Aku mau ikut Rey! Aku mohon! Aku ngga mau terjadi apa-apa sama Sindy,"
Reyhan menggertakkan giginya dan menepis tangan Nadya. "Kamu gila ya mau ninggalin Rendy sendirian? Kalo terjadi apa-apa juga sama Rendy gimana? Emang kamu siap kehilangan dua anak kita sekaligus?"
Dengan tubuhnya yang gemetar, Nadya menggelengkan kepalanya. Dia tidak masalah jika Reyhan membentaknya seperti ini. Tapi yang ditakutkannya adalah jika orang itu menyakiti Sindy. Ibu mana yang akan terima bila anak yang telah dikandungnya selama berbulan-bulan lamanya hilang begitu saja diambil orang!
-
Hold my hand~ Kita pasti kuat lewatin ini semua bareng-bareng :)
KAMU SEDANG MEMBACA
I Do
Fanfiction13+ Sekuel atau lanjutan dari cerita 'Jangan Ada Dusta Diantara Cinta' Penantian yang terlalu lama akan terasa melelahkan jika tanpa adanya kepastian. Kisah dua insan yang saling mencintai dan berjanji untuk hidup menua bersama sampai ajal memisahk...