I Do (56)

933 91 16
                                    

Selamat membaca

Seorang wanita yang duduk di meja makan sedang melamun sambil menatap piring berisi nasi dan telur di depannya. Sedari tadi dia belum juga menyentuh makanan yang telah dibuatnya satu jam yang lalu.

Dengan berat hati dia mengambil sendok. Saat dia ingin melahap makanan tersebut, tiba-tiba dering teleponnya berbunyi. Nadya segera mengangkatnya.

"Halo Nadya," sahut sang penelepon.

"Iya. Ini siapa?" Tanya Nadya yang mengaduk-aduk makanannya.

"Aku Selly," ucap Selly.

"Ohh iya, maaf Selly aku-"

"Iya ngga apa-apa kok aku ngerti. Aku ikut sedih waktu denger kabar kalo anak kamu hilang," ketika mendengar Selly membicarakan anaknya kesedihannya datang lagi. "Tapi aku sama Carel mau bantu kalian," kata Selly seraya tersenyum.

"Makasih banyak ya udah mau ikut bantu aku sama Reyhan," balas Nadya masih dengan raut wajahnya yang lesu.

"Iya sama-sama. Sindy pasti ketemu kok," sesudah itu Selly langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Baru saja Nadya ingin menyodorkan sendok berisi nasi tersebut ke mulutnya, suara tangisan anaknya terdengar dari lantai atas. Nadya buru-buru mengecek Rendy dan membawanya turun.

"Rendy juga mau makan ya? Mamah bikinin bubur dulu ya buat Rendy," kata Nadya yang mengayun-ayunkan tubuh Rendy.

Rendy tampak tenang dalam gendongannya, meskipun Nadya menjaganya sembari memasak. Setelah buburnya matang, Nadya meletakkannya ke tempat makan milik Rendy.

Perlahan Nadya menyodorkan sesendok bubur ke bibir Rendy yang pucat. Namun Rendy terus menolak, mungkin karena nafsu makannya yang menurun.

"Kenapa Rendy ngga mau makan? Nanti lemes loh, ini kan makanan kesukaan Rendy. Tuh ada sayur sama dagingnya juga,"

Rendy menatap kosong ke depan seraya berkata. "Iny," sahut Rendy.

Nadya tertegun sejenak mendengar Rendy menyebut nama adiknya. "Dede Sindy... lagi pergi sama papah. Tapi nanti pasti papah bawa pulang Dede Sindy, terus Rendy bisa main bareng deh. Makanya Rendy harus makan yang banyak biar bisa main sama adek lagi ya?"

Rendy mengangguk lalu makan dengan lahap supaya ketika adiknya kembali, dia bisa bermain bersamanya seperti kemarin. Melihat Rendy yang menikmati makanannya, tak sadar air matanya turun. Namun Nadya langsung menyeka air matanya. Seperti pesan mertuanya, dia tidak boleh menangis di depan Rendy. Dia harus terlihat kuat.

~

"Di depan rumah kalian bukannya ada cctv ya?" Tanya Selly pada Reyhan.

"Belakangan ini cctv-nya sempet rusak. Tapi kalo sekarang aku belum cek sih," jawab Reyhan sambil menatap Carel dan Selly bergantian.

Di hadapan mereka kini ada layar monitor yang menampilkan rekaman cctv di luar rumah dengan jam yang sama saat Sindy dinyatakan hilang. Carel terlihat fokus mengamatinya dari dekat sembari melipat kedua tangannya di depan dada, sementara Reyhan nampak sedikit ragu karena yang ada dipikirannya alat tersebut rusak.

Awalnya tidak ada yang mencurigakan. Nadya yang mendorong stroller bayi sampai di depan teras. Hingga Selly menyadari ada keanehan pada pohon yang terletak di samping pagar. Seperti ada seseorang yang bersembunyi di sana.

Selly memicingkan matanya. "Kamu liat yang itu ngga?" Tanya Selly menunjuk ke arah yang dimaksud. Carel menganggukkan kepalanya mengerti.

Mereka terus memperhatikan rekaman videonya. Namun saat beberapa detik sebelum Sindy hilang tiba-tiba rekamannya buram. Mereka kesulitan jika gambar yang ditampilkan tidak jelas seperti ini.

"Gimana sayang? Coba kamu lakuin sesuatu," pinta Selly yang menatap cemas suaminya.

Carel berpikir keras memikirkan cara agar mereka bisa mengungkap siapa yang telah menculik bayi malang itu. Dugaan Reyhan benar, cctv miliknya memang terkadang tidak berfungsi dengan baik. Tapi tidak lama setelahnya ada sosok yang mencurigakan yang muncul di layar monitor.

Mereka hampir tidak berkedip melihatnya. Sosok itu memakai topi dan masker berwarna hitam. Bajunya... Reyhan mengerutkan keningnya. Bajunya seperti dia kenal. Kalau tidak salah beberapa hari yang lalu dia juga membelikan baju untuk Yuni dengan model yang sama, benar-benar mirip seperti yang dilihatnya sekarang di rekaman cctv.

"Baju ini kayaknya pernah aku liat," ujar Reyhan.

Sontak Carel dan Selly pun menatap Reyhan dengan serius. "Dimana? Kamu yakin?" Tanya Carel.

"Aku pernah kasih pembantu aku baju yang sama persis kayak gitu. Apa mungkin dia orang lain? Tapi pelayan toko bilang kalo baju itu cuman ada satu dan barangnya ngga mungkin diperjualbelikan di toko baju lain," apa jangan-jangan pembantunya yang telah menculik anaknya?

Pasangan suami istri tersebut sama-sama mengangguk. Mereka seolah sudah menemukan penculiknya. Tanpa membuang waktu lagi, mereka mengajak Nadya untuk ikut mencari Sindy.

Carel sudah mendapatkan petunjuk siapa yang menculik Sindy dari orang suruhannya. Mobil sedan berwarna putih melaju dengan kencangnya berusaha mencari keberadaan penculik tersebut.

Nadya menggenggam tangan Selly dan terus berdoa semoga anaknya bisa ditemukan dalam keadaan sehat, sedangkan Rendy dia titipkan ke mertuanya. Begitupun dengan Reyhan yang duduk di jok depan bersama Carel, dia sangat mengkhawatirkan anak-anaknya melebihi istrinya sendiri.

'Kamu dimana Sindy? Mamah disini, sebentar lagi kita pasti ketemu sayang' harap Nadya di dalam hati.

'Sindy, anak papah. Jangan pergi jauh dari papah, nak. Papah ngga akan bisa hidup tanpa kalian' batin Reyhan.

~

Di dalam mobil, Evan tengah menelepon seseorang. Dia menawarkan bayi yang diculiknya untuk dijual kepada pasangan yang berasal dari luar negeri. Namun melalui perantara temannya.

"Gue kan udah bilang. Lu ngga akan nyesel, bayinya dijamin sesuai sama kriteria yang lu cari. Kulitnya putih bersih, badannya sehat berisi, cantik lagi," Sindy memang sangat cantik sama seperti ibunya, ucap Evan dalam hati.

Evan mengangkat satu alisnya sambil tersenyum nakal menatap Sindy. Spontan bayi itu langsung menangis ketakutan melihat wajah Evan. Mungkin menurutnya Evan adalah orang jahat yang akan berbuat macam-macam kepadanya. Dia merasa terancam.

"Kita pergi sekarang?" Tanya Yuni yang menggendong Sindy. Evan membalasnya dengan anggukan.

Mereka langsung meluncur ke bandara membawa Sindy. Daripada pusing mendengar tangisan bayi tiap malam, lebih baik bayi itu dijual saja. Toh mereka akan memperoleh keuntungan yang banyak. Mereka akan kaya raya. Dan mereka juga berpikir hidup mereka akan lebih tenang setelah membuat sepasang suami istri sengsara karena kehilangan anaknya.

-

Gimana ya.. :(

I DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang