I Do (64)

1.1K 111 28
                                    

Selamat membaca

3 tahun kemudian...

"Iny mau pindem belbinya!" Teriak anak kecil yang menarik boneka barbie milik temannya itu.

"Ndaa boleh!" Ucap sang pemilik mainannya.

"Loli jahad! Iny cuman mau pindem bukan menculi," mata gadis kecil itu berkaca-kaca menahan tangis yang akan pecah detik itu juga.

"Hiks... Kak lendy! Loli jahat sama iny!" Pekiknya.

Dengan tangisannya yang kencang Sindy masih memegang boneka barbie milik Loli, tetangganya yang usianya tidak jauh dengannya. Awalnya mereka sama-sama senang bermain boneka bersama. Namun Sindy cemburu melihat Loli memiliki mainan baru. Dia juga ingin pinjam, tapi Loli melarangnya!

Rendy berjalan terburu-buru setelah mendengar adiknya menangis dan memanggil-manggil namanya. Meskipun usianya baru menginjak 4 tahun, tingkah Rendy sudah seperti orang dewasa yang selalu mengerti adiknya.

"Sindy kenapa?" Tanya Rendy sembari mengelus rambut Sindy.

"Loli!" Sindy menunjuk temannya. "Iny mau pindem belbinya! Tapi Loli bilang nda boleh!" Ujarnya yang meminta pembelaan dari kakaknya.

"Nanti mainannya lusak kayak kemalin," balas Loli dengan tatapan sengit. Dia tidak mau jika Sindy merusak mainannya lagi entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Di rumah banyak mainan. Kita pulang aja," kata Rendy lembut.

"Endaaa! Belbi," Sindy terlihat sangat menginginkan mainan itu.

Tiga tahun sudah berlalu... Sindy tumbuh menjadi anak perempuan yang cantik. Namun sikapnya tetap manja, tidak mau mengalah, mudah menangis. Dan lagi-lagi Rendy harus memakluminya. Ibunya menitipkan Sindy padanya karena dia sedang sibuk mengurus rumah, wajar mereka tidak mempekerjakan pembantu lagi.

"Ayo," Rendy melepaskan cengkraman tangan Sindy diboneka Barbie tersebut.

Meskipun Sindy terus merengek-rengek, Rendy tetap membawanya pulang ke rumah. Bahaya jika Sindy mengacak-acak seluruh mainan milik Loli. Bisa-bisa mereka bertengkar layaknya kucing liar.

"Belbiii!" Teriak Sindy sambil berjalan memasuki dapur dengan tangannya yang digandeng oleh Rendy.

"Loh ada apa ini? Kok anak mamah nangis?" Ibunya yang baru saja selesai mencuci piring mengelap tangannya yang basah. Dia menghampiri putrinya dan jongkok di hadapannya.

"Belbi amah!" Celotehnya sembari mengucek matanya yang berair.

"Sindy ngerebut barbie punya loli mah," adu Rendy kepada ibunya.

Nadya tersenyum maklum. "Kenapa sayang? Kok Sindy rebut mainan loli? Kan Sindy punya mainan sendiri," dia menyeka air mata Sindy dan menangkup wajah putrinya.

"Iny maunya belbi!" Tegas Sindy.

"Sini," katanya sambil menggendong tubuh Sindy. "Waduh princess mamah makin berat ya?" Nadya terkekeh kecil.

"Waktu itu papah ngga beliin Sindy Barbie ya? Kalo gitu nanti mamah bilang sama papah ya, kalo papah ada waktu kita pergi buat beli boneka Barbie,"

Disela-sela tangisnya Sindy mengangguk setuju. Jika sudah begini tidak ada cara lain lagi. Mau tidak mau Nadya harus menuruti keinginan anaknya yang paling kecil.

"Kemarin padahal udah beli mainan," gerutu Rendy. Dia yang paling tidak banyak menuntut apa-apa. Rendy merasa sudah besar, dia tidak perlu mainan.

"Udah dong jangan nangis terus. Oh iya sore ini kan kita mau ke rumah kakek sama nenek. Sindy mau ikut ngga?" Tanya Nadya pada Sindy.

I DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang