I Do (70)

953 90 43
                                    

Selamat membaca

"Holeee! Beli belbi!" Teriakkan yang keluar dari bibir mungil anak perempuan itu menambah ramai perjalanan mereka menuju ke toko mainan.

"Iya nanti kita beli barbie, tapi beli kado buat kak Alva dulu ya," ucap ibunya dengan lembut.

"Anti iny yang pilihin ya mah," kata Sindy.

Wajahnya amat ceria. Mereka jalan berempat sambil bergandengan tangan. Tentunya Rendy dan Sindy berada di tengah. Reyhan dan Nadya bahkan sempat kewalahan menghadapi Sindy yang begitu antusias ingin membeli kado untuk Alva.

"Yeyyy! Eli kado buat kak apa!" Sorak Sindy yang meloncat-loncat kegirangan.

"Ssst... Jangan loncat-loncat sayang. Nanti Sindy jatoh," bisik Nadya sambil menggenggam tangan Sindy.

Setelah Reyhan mengecek ponselnya untuk beberapa saat, dia memasukkan kembali ponsel itu ke dalam saku celananya. Reyhan menatap putrinya yang masih tidak bisa diam.

"Sindy, anak papah. Sindy jalan ke sananya pake pesawat mau?" Tanya Reyhan.

"Mau pah!" Jawab Sindy dengan semangat.

"Ayo sekarang kita jalan naik pesawat! Wiii," Reyhan langsung mengangkat tubuh kecil Sindy dan membawanya seperti pesawat yang seakan-akan sedang terbang.

"Dadah mahh! Kak lendy!" Ucap Sindy dengan melambaikan tangannya. Sindy tak henti tertawa saat ayahnya menggendongnya.

"Hati-hati sayang. Nanti jatoh," dari belakang Nadya dan Rendy mengikuti setiap langkah kaki Reyhan.

Sesampainya di toko mainan, mereka langsung berpencar mencari barang yang akan mereka kasih kepada anak bungsu Farhan dan Fira. Kebetulan Nadya bersama dengan Sindy berada di bagian mainan anak yang berukuran kecil-kecil.

"Ini mah. Ado buat kak apa," Sindy menunjuk ke arah kerincingan bayi yang ada dihadapannya.

Nadya tersenyum menahan tawanya. "Masa Sindy mau kasih kak Alva ini? Ini kan mainan anak bayi. Kak Alva kan udah besar sama kayak Sindy," ucapnya sambil mencolek hidung mungil putrinya.

Sindy mengerucutkan bibirnya. Memang salah ya memberikan kado untuk kak Alva mainan bayi? Bukannya sama saja? Yang penting masih bisa dimainkan.

"Sindy kenapa? Kok ngambek gitu," tanya sang ayah yang berjalan menghampiri anaknya.

Sindy menghela nafas berat dan melipat kedua tangannya di depan dada layaknya orang dewasa. Dari tadi dia sudah membantu memilih kadonya, tapi semua barang yang dia pilih pasti salah! Sindy merasa kesal!

"Mau papah beliin es krim?" Tawar Reyhan.

"Belapa?" Tanya Sindy masih dengan ekspresi juteknya.

"2," Reyhan mengangkat dua jarinya.

"Satu lagi. Iny mau 3 es klim!"

Kedua orangtua dan kakaknya yang mendengar langsung terkejut. Sudah ditawari es krim malah meminta sekaligus 3. Bukan Sindy namanya jika tidak rakus. Pantas saja pipinya bulat seperti bakpao.

~

"Cantiknya anak papah, eh Sindy anak papah siapa? Papah Reyhan ya?" Ucap Nadya yang menyisir rambut Sindy.

"Apah ley!" Sahut Sindy dengan semangat.

"Sindy tau? Ini model rambut mamah waktu mamah masih sekolah dulu. Pasti kalo rambut Sindy diginiin Sindy tambah cantik deh,"

Nadya menata rambut Sindy dengan perlahan. Melihat gaya rambut ini rasanya dia merasa muda kembali. Masa-masa SMA dia senang sekali jika setengah rambutnya diikat kebelakang.

I DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang