Selamat membaca
Tiga hari berlalu, Nadya dan juga anak-anaknya belum kembali ke rumah. Mungkin karena suaminya itu belum berhasil menemukan keberadaannya.
Dia menghidupkan ponsel hanya saat dibutuhkan saja, jika tidak dia akan mematikannya. Itu juga jadi alasan Reyhan sulit untuk menghubunginya.
"Ciluk... Ba!" Wanita itu menutup dan membuka mata menggunakan kedua tangannya.
Niatnya untuk menghibur putri kecilnya, namun yang dia dapat adalah tangisan. Sindy memanyunkan bibirnya hingga membuat ibunya gemas.
Nadya mendekatkan wajahnya ke wajah Sindy. "Anak mamah kenapa sih? Cemberut terus," tanyanya.
Sindy malah memalingkan muka melihat kakaknya yang bermain sendiri di samping ibunya. Sambil mengemut jari, dia memperhatikan Rendy.
"Mau main sama kakak? Iya?" Sekali lagi Nadya bertanya kepadanya, Sindy kembali merengek-rengek entah meminta apa.
"Kok nangis? Princess mamah ngga boleh sedih dong," Nadya langsung menggendongnya dengan posisi tegak membelakangi Rendy.
"Angan angis ny," sahut Rendy yang mencoba ikut menenangkan adiknya agar tidak menangis.
"Tuh kak Rendy juga bilang kalo Sindy jangan nangis. Atau Sindy mau nyusu ya?" Sindy menjawabnya dengan gelengan kepala berkali-kali.
"Ahh... Pa...," Celoteh Sindy disela-sela tangisnya yang kian kencang.
Nadya tertegun sejenak mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut anaknya. Dia sedang mencoba memanggil papahnya!
Sebenarnya ini bukan satu atau dua kali. Tapi tetap saja Nadya terkejut saat Sindy memanggil suaminya yang berada jauh di sana. Sindy tidak lancar memanggilnya dengan sebutan mamah, tapi dia bisa mengucapkan kata papah.
"Kenapa sayang? Kangen papah? Iya?" Dengan bibir yang bergetar Nadya bertanya pada putrinya.
Dia tak kuasa menahan air mata yang ingin turun. Untuk kali ini dia tidak berbohong bahwa dia sangat merindukan suaminya! Anak-anaknya yang mengingatkannya pada Reyhan.
"Apah na mah?" Ucap Rendy yang terlihat lesu.
Nadya menghampiri Rendy dengan tangannya yang menggendong Sindy. Perlahan dia membelai rambut Rendy. Rendy memang anaknya yang paling kuat, tapi dia juga butuh penjelasan mengapa ayahnya tiba-tiba menghilang dan tidak ikut kemanapun mereka pergi.
"Papah pasti jemput kita sayang. Tapi mamah ngga tau kapan... Kita tunggu aja ya, nanti kalo papah udah dateng Rendy mau main apa? Main bola? Itu kesukaan Rendy kan?"
Semakin dia menahan air mata yang ingin jatuh, semakin sakit rasanya. Apalagi melihat anak-anaknya terus menanyakan dimana ayah mereka.
'Aku dan anak-anak butuh kamu Rey. Maaf untuk kesalahan aku yang tega meninggalkan kamu sendirian' katanya dalam hati.
Kini Nadya sedang menyuapi Rendy semangkuk sup. Tiba-tiba Rendy diam dan menutup mulutnya dengan tangan. Saat ibunya menyuapinya, Rendy menggeleng seolah tidak ingin makan.
"Nda!" Ujar Rendy.
"Kok ngga mau? Ini masih banyak loh Rendy,"
"Apah mam nda?" Tanya Rendy yang menanyakan ayahnya disana makan atau tidak.
Nadya langsung terdiam. Dia sendiri juga tidak tahu suaminya itu selama ini makan apa. Sekelibat ide muncul di kepalanya, dia menyodorkan sendok makan berisi nasi ke mulut Rendy.
"Mamah bakal masakin makanan buat papah, Rendy sekarang mau makan kan?"
Rendy mengangguk cepat. Nafsu makannya tiba-tiba meningkat setelah ibunya mengatakan hal itu. Selesai Rendy makan, Nadya memasak makanan untuk Reyhan. Dari mulai mengambil nasi hingga membuat masakan kesukaan suaminya.
"Kamu lagi apa nak?" Tanya Manda menyentuh pundaknya dari belakang.
"Aku lagi masak buat suami aku Tante. Nanti mungkin aku ke rumah orangtuanya nitipin makanan ini," jawabnya.
"Bagus. Suami kamu pasti suka, Tante yakin setelah suami kamu makan masakan kamu ngga lama lagi pasti hubungan kalian akan membaik seperti dulu,"
Andaikan hubungan mereka membaik semudah itu. Meskipun hatinya masih kecewa dan terluka. Tapi di hati kecilnya dia juga sangat berharap semoga hubungan mereka membaik dan anak-anaknya bisa segera bertemu dengan ayahnya.
~
Ceklek
Asih membuka pintu rumah saat mendengar ada orang yang mengetuk pintu dan memberi salam. Dia terkejut melihat menantunya kini berdiri di hadapannya sambil membawa rantang susun berisi makanan.
"Nadya?"
Sontak asih langsung memeluk erat tubuhnya. "Kamu kemana aja nak?" Tanya asih.
Nadya tersenyum haru. "Maaf ya bunda. Aku pergi gitu aja tanpa kasih kabar,"
Asih melepaskan pelukannya. "Iya sayang. Sini masuk nak, duduk dulu," ajak asih.
"Selama ini kamu kemana aja? Kabar kamu gimana? Cucu-cucu bunda? Mereka sehat?" Tanya asih bertubi-tubi karena terlalu cemas dengan cucu-cucunya.
"Alhamdulillah. Kita baik-baik aja kok bunda. Rendy mulai mau makan walaupun badannya masih suka lemes, Sindy... Mungkin karna Sindy ngga bisa jauh-jauh dari papahnya, dia jadi suka rewel dan nangis," jawab Nadya.
"Ngga apa-apa. Bunda ngerti kok perasaan kamu bagaimana sekarang, tapi bunda percaya Reyhan pasti akan sadar," asih merangkul pundaknya dengan tatapan lembut.
Nadya tersenyum. "Aku ke sini mau titip makanan ini buat Reyhan. Boleh bunda?" Dia menyodorkan rantangnya.
"Boleh sayang," balas asih yang menerimanya.
"Maaf bunda, aku ngga bisa lama-lama disini dan ninggalin anak-anak. Mereka pasti cari aku," asih mengangguk paham.
~
Reyhan terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Dia tidak tahu sekarang jam berapa. Selama ditinggal pergi istrinya, jangankan melihat jam, untuk makan, minum, mengurus rumah atau dirinya sendiri dia tidak bisa.
Pekerjaan kantornya mungkin sudah terbengkalai karena dia tinggalkan. Reyhan berjalan sempoyongan menuruni tangga. Tiba di dapur dia kaget melihat makanan yang tersaji di atas meja.
Siapa yang memasaknya? Reyhan menoleh ke kanan-kiri. Apa mungkin ada maling yang masuk dan memasak makanan untuknya? Tapi itu terdengar tidak masuk akal.
"Sayang?" Panggilnya yang mengira itu istrinya.
"Ini bunda. Bukan istri kamu," sahut asih dari belakangnya.
Reyhan menghembuskan nafas gusar. Dia pikir istrinya sudah pulang, menyambutnya dengan pelukan mesra dan memberikan kecupan yang selama ini dia rindukan.
"Ayo makan. Kamu dari kemarin belum makan kan?" Kata asih sembari duduk di kursi.
Reyhan pelan-pelan menarik salah satu kursi dan mendudukkan tubuhnya. Dia nampak malas memakan makanan di atas piring itu. Itu memang makanan kesukaannya, tapi lebih enak lagi jika yang memasaknya adalah istrinya.
Begitu melahapnya, Reyhan bingung sendiri. Mengapa rasanya sangat lezat persis seperti makanan buatan istrinya?
"Kenapa? Masakan bunda ngga enak?" Tanyanya.
"E-enak bunda," Reyhan kembali memakannya.
Asih tersenyum tipis. "Bunda tau keberadaan istri dan anak-anak kamu,"
Reyhan membulatkan matanya tidak percaya. Sebenarnya bukan karena tidak percaya, tapi... Dia benar-benar sudah tidak sabar ingin bertemu dengan mereka.
-
Maaf ya up nya telat, tadi ngga sempet buat ngetik partnya dan jadinya buru-buru silahkan koreksi ya kalo menemukan kesalahan kata. Jangan lupa tinggalkan jejak, terimakasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
I Do
Fanfiction13+ Sekuel atau lanjutan dari cerita 'Jangan Ada Dusta Diantara Cinta' Penantian yang terlalu lama akan terasa melelahkan jika tanpa adanya kepastian. Kisah dua insan yang saling mencintai dan berjanji untuk hidup menua bersama sampai ajal memisahk...