Selamat membaca
2 Minggu kemudian
Baru tiga hari pembantunya pergi untuk izin menjenguk ibunya, Nadya sudah kewalahan menjaga anak-anaknya. Seperti sekarang, dia baru bisa makan siang hari karena sedari tadi sibuk mengurusi Rendy dan Sindy.
Nadya mengambil secentong nasi dan beberapa lauk pauk yang ada di atas meja. Belum sempat dia menelan makanannya, dari lantai atas terdengar suara tangisan anaknya lagi.
Nadya menghela nafas pasrah. Dia berjalan menaiki tangga dengan kakinya yang lunglai. "Kenapa sayang?" Sahutnya menghampiri kedua anaknya yang berada di atas ranjang.
"Anak mamah kenapa?" Nadya mengangkat tubuh Sindy dan menepuk-nepuk punggungnya.
Tangisannya belum berhenti, Rendy yang terbangun dari tidurnya juga tiba-tiba ikut menangis. Dia merangkak ke ibunya dan merengek-rengek. Nadya mendekap tubuh Rendy dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggendong Sindy.
"Kalian kenapa? Kangen papah? Papah lagi kerja, mungkin pulangnya nanti malem. Jangan nangis lagi ya," katanya yang berusaha menenangkan kedua buah hatinya.
Namun kata-kata yang diucapkannya tidak mengubah apapun, mereka tetap terus menangis. Entah kenapa akhir-akhir ini Rendy juga sering rewel, padahal dia jarang sekali menangis terlebih lagi usianya semakin besar.
"Ada apa Rendy? Kamu biasanya ngga gini loh sayang," Nadya mengusap rambut Rendy.
Rendy tidak menjawabnya dan malah menyenderkan kepalanya di dada ibunya. Berbeda dengan kakaknya, Sindy menarik daster yang dikenakan Nadya sambil menangis.
"Sindy kan udah nyusu tadi," ujar Nadya dengan wajahnya yang letih.
Daster yang dipakainya lusuh karena seharian sibuk membersihkan rumah sendirian, rambutnya juga kusut. Dia sudah tidak peduli penampilannya sekarang seperti apa, yang dia pikirkan hanyalah anak-anaknya.
Perutnya keroncongan karena dari pagi belum makan. Mungkin makanannya tadi sudah dingin. Lambungnya pun terasa nyeri, sepertinya maag nya kambuh lagi.
Nadya melepas Rendy, lalu tangan kanannya menggapai sebotol obat maag di meja dekat tempat tidur. Nadya membuka tutup botol itu dan meminumnya dengan segelas air putih.
Dia menyeka keringat yang mengucur di keningnya. Nadya kembali menenangkan mereka dengan cara yang biasa dia lakukan. "Ssstt, iya mamah disini ya sayang,"
Hampir berjam-jam lamanya Nadya berusaha membuat anaknya diam dengan mengucapkan kata-kata yang lembut. Sentuhan tangannya membelai rambut mereka agar tangisan mereka segera reda. Tapi semua cara yang digunakannya gagal.
Yuni mengetuk pintu kamarnya yang terbuka. Nadya terkejut melihat pembantunya sudah berdiri di dekat pintu. Yuni tidak mengabarinya jika dia akan masuk kerja sekarang.
"Loh bi Yuni? Bibi udah pulang dari kampung? Kok ngga kabarin saya dulu?" Tanyanya dengan tangannya yang masih memegang Rendy dan Sindy.
Yuni membungkukkan badannya. "Maaf Bu. Saya tiba-tiba dateng ke sini, kebetulan tadi pagi saya baru sampai dan siangnya langsung kesini. Firasat saya, ibu pasti lagi kerepotan ngurus den Rendy dan non Sindy. Makanya saya datang kemari. Sekali lagi saya minta maaf Bu sudah lancang,"
"Oh iya, ngga apa-apa bi. Bener apa kata bibi, saya agak repot ngurus mereka. Sekarang saya juga lagi ngga enak badan," paparnya.
"Biar saya jaga anak-anak Bu. Ibu pasti belum makan kan?" Tanya Yuni menghampiri Nadya.
"Yaudah saya titip mereka sebentar ya," pamit Nadya yang berjalan menuju dapur. "Kalian sama bi Yuni dulu ya," dia mengecup kening anaknya satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Do
Fanfiction13+ Sekuel atau lanjutan dari cerita 'Jangan Ada Dusta Diantara Cinta' Penantian yang terlalu lama akan terasa melelahkan jika tanpa adanya kepastian. Kisah dua insan yang saling mencintai dan berjanji untuk hidup menua bersama sampai ajal memisahk...