Kegiatan rutin Alea di rumah mertua tidak jauh beda dengan yang biasa dia lakukan di rumah. Seperti pagi ini dia menyelesaikan tiga juz simaan dengan Sang Mertua. Walaupun sering di simak oleh Sang Bunda di rumah, di sini dia tetap merasa gugup karena harus duduk bersama sang mertua disimak puluhan santri.
"Hari ini Luham pulang kan?" tanya Lutfiyah ketika setengah jam berlalu dia juga Alea telah selesai mengaji.
"Alea belum tanya lagi, Umi! Nanti habis ini Alea telepon Mas Luham."
Lutfiyah mengangkat jempolnya, lalu memperhatikan isi piring menantunya yang hanya berisi sedikit nasi, sepotong ayam, sedikit sambal dan sayur.
Wanita paruh baya itu menghela nafasnya lalu bertutur lembut, "Makannya ditambah ya, terutama ini sayuran biar tambah sehat. Nanti Umi dicecar habis sama bunda kamu kalau kamu tambah kurus, bisa-bisa dijemput pulang kamu!" canda wanita itu sambil menambah porsi makan Alea.
Tapi pikiran Alea malah terbang jauh, seandainya saja dengan bertambah kurus bisa membuat bundanya menjemput pulang dan tidak membiarkan dirinya kesini lagi, Alea pasti rela menahan lapar agar makin kurus. Namun lagi-lagi dia hanya bisa tersenyum getir menyadari bahwa tidak akan mungkin semua itu terjadi.
Dengan sedikit kesusahan Alea menghabiskan makanannya. Bukan makanannya tidak enak, bukan dia tidak terurus di sini, bukan juga dia terlantar di sini, malah sebaliknya. Tapi hanya saja sampai detik ini dia belum bisa berdamai dengan takdirnya.
Akhirnya dengan perjuangan keras Alea berhasil menghabiskan makannya lalu membiarkan seorang santri membereskan piring dan gelas miliknya. Kemudian dia izin pada Sang Mertua untuk duluan meninggalkan mushola putri ini.
Sesuai ucapannya tadi, dia mengirim pesan pada suaminya menanyakan posisinya saat ini namun hingga lima menit berlalu belum ada tanda pesan itu dibaca tapi malah muncul notifikasi panggilan video dari Reyshaka.
Alea buru-buru memakai jilbabnya dan menggeser tombol berwarna biru, dalam hitungan detik yang muncul pertama kali adalah lubang hidung Reyshaka.
"Astaghfirullah mataku ternodai!" pekik Alea lalu diikuti tawa riang begitupun lawan bicaranya.
"Rey ih! Matiin nih!" ancam Alea karena Rey kembali mendekatkan kamera hpnya pada lubang hidung.
Rey langsung buru-buru menjauhkan hpnya dan muncullah wajahnya juga wajah ganteng Atta, bocah yang beranjak besar.
"Lagi di Klinik?"
"He-em, mau interview sama Kak Dito!" jawab Rey sambil makan camilan dari toples yang dipangku Atta.
Alea menautkan kedua alisnya. "Mau pindah kerja?" tanyanya heran karena setahu dia Rey sudah bekerja di tempat lain.
"Enggak. Mau interview jadi adik iparnya Kak Sean!" jawab Rey tanpa canggung dan dengan gaya cueknya dia tetap asyik ngemil dengan Atta.
"Berdosa kamu gangguin istri orang!" tutur Alea sambil terbahak keras sampai ujung matanya mengeluarkan kristal bening.
"Daripada gangguin suami orang! Dilaknat sama Allah!"
Lagi dan lagi Alea terhibur karena kekonyolan sepupunya itu dan berbanding lurus dengan tawanya, air matanya pun semakin banyak.
"Tante kalau udah ketawa susah diemnya!" celetuk Atta. Rey lalu terdiam dan terus menatap kakak sepupunya lewat layar hp, dia bukan fokus pada tawanya seperti fokusnya Atta tapi lebih pada mata dan hidung Alea yang memerah.
"Kak!"
"Ape?" jawab Alea masih dengan sisa tawanya.
Rey diam saja membuat Alea juga langsung diam, beberapa detik tatapan mereka terkunci satu sama lain seolah banyak hal yang mereka komunikasikan lewat tatapan mata hingga Rey yang lebih dulu memutus tatapan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Real yang tak Nyata
RandomTidak Semua yang kita harapkan bisa terwujud, dan tidak semua yang kita tolak bisa menjauh. Hidup tidak semudah apa yang kita mau.