Pagi yang indah, setidaknya menurut Rey begitu walaupun di pandangan seorang Ilyas pagi ini kelam. Kenapa kelam? Karena di pagi buta ini dia harus rela meninggalkan pisang goreng dan kopi bikinan uminya gara-gara seorang Rey yang ribut menyeretnya pergi padahal mandi saja belum. Hujan masih enggan berhenti sejak semalam, langit masih kelabu dan udara dingin masih menyentuh kulit. Burung-burung terdengar riang bernyanyi. Kicauannya menemani perjalanan pagi itu.
Ralat. Bukan burung-burung yang bernyanyi, tapi manusia setengah kelelawar di samping Ilyas yang sejak tadi tidak berhenti benyanyi. Ilyas sering menyebut Rey manusia setengah kelelawar karena hobinya begadang, seringnya tidur setelah jam 3 pagi.
"Ganti lagu lah Rey, bosen dengarnya!"
"Dan kau hadiiiiiir..merubah segalannya..menjadi lebih indah..." Rey malah sengaja mengeraskan nyanyiannya ke arah Ilyas.
Ilyas mendengus lagi dan pilih merapatkan hoodie nya lalu menurunkan sandaran kursinya dan kembali tidur. Perjalanan masih panjang, setidaknya dia tidak harus mendengar lagi suara nyanyian Rey, bagus suarnya tapi ekspresinya itu yang membuat Ilyas jengah.
"Bang, mau sarapan dulu nggak?"
Ilyas kembali duduk tegak, "Iyalah, kamu bawa anak orang pagi-pagi nggak di kasih sarapan! Mana tadi umi lagi goreng pisang lagi!" jawabnya.
"Hahah, santai Bang! Benar ternyata penelitian itu, 4 dari 5 orang yang lapar cenderung emosian."
"Emosiku lebih ke kamu sih, untung aku ini orangnya sabarnya tumpah-tumpah, kalau enggak itu makanan buat kiriman Arsha udah aku bongkar."
"Percaya adek mah kalau Abang sabar, ditinggal nikah aja sabar banget!"
Ilyas hanya bisa mengelus dada, salah satu ujian hidupnya adalah saudaraan sama Rey, sedangkan tanpa rasa berdosa Rey tetap bernyanyi sambil mengarahkan mobilnya ke rest area.
"Nggak sarapan?" tanya Ilyas ketika melihat Rey hanya memesan segelas kopi.
"Lah ini!" jawab Rey sembari mengangkat gelasnya.
"Sarapan yang banyak, siapa tau tak sesuai harapan kan butuh kekuatan untuk menerima kenyataan."
Rey tertawa pelan, tatapannya kosong ke arah jalan tol yang ada di depannya. Kalimat Ilyas bukan sekedar candaan baginya, tapi memang itu yang dia siapkan sejak dari rumah. Setelah beberapa hari yang lalu mamanya memberikan restu, Rey kembali menyusun misi untuk memperjuangkan Shanum lagi, meskipun dia yakin kenyataan bisa saja tidak sesuai harapannya tapi dia harus tetap berusaha. Bukankah begitu alur tawakal yang benar? Berusaha sekuat tenaga dulu, baru pasrah dan berdoa.
Mereka kembali meneruskan perjalanan menuju Kota Santri, tujuannya Rey yang diketahui orang-orang adalah menyambangi adiknya, tapi tentu saja adiknya itu hanya alibi, tujuan utama ya ingin menemui seseorang yang sering menyebut dirinya bidadari.
"Kasihan ya nasibnya Arsha, di jenguk kalau pas abangnya ada maunya aja!" ujar Ilyas setelah beberapa jam kemudian mereka sampai.
"Haha, sayangnya beneran kok walaupun jenguknya cuma alibi!"
Kedua pemuda bersarung itu langsung berjalan menuju tempat sambangan, kali ini Rey dapat parkir yang agak jauh. Tak lama kemudian terlihat Arsha yang tergopoh menghampiri mereka, langsung saja dia tersenyum lebar.
Tiga bersaudara itu masih bercengkerama, Rey yang capek memilih tidur sebentar sedangkan Ilyas dan Arsha sibuk membuka makanan yang dikirim Ralin. Ilys juga sempat numpang mandi di komplek itu lalu Selepas dzuhur, Arsha kembali ke asrama lalu Rey dan Ilyas meneruskan perjalanan mereka mencari kitab suci. Rey menyebut buku nikah adalah kitab suci.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Real yang tak Nyata
RandomTidak Semua yang kita harapkan bisa terwujud, dan tidak semua yang kita tolak bisa menjauh. Hidup tidak semudah apa yang kita mau.