Extra Chapter : Admin Galak

5.5K 642 78
                                    

Sejak awal sudah terbayang bagaimana hebohnya hidup jadi istri Lurah, tapi dasar aku yang kebiasaan suudzon, bayanginnya yang susah-susah. Yang ditinggal terus lah, yang kurang tidur lah, yang dinomor duakan lah. Ya meskipun emang beneran banyak susahnya, tapi di samping itu ada banyak juga berkahnya.

Seperti siang ba'da dzuhuran ini, aku hanya bisa melongo melihat banyaknya makanan hasil bumi yang memenuhi pendopo depan rumah. Ada kelapa, beras, pisang, sayuran, nangka, pepaya, kacang tanah dan masih ada beberapa lagi.

Semua itu adalah pemberian dari warga kampung atas inisiatif mereka sendiri sebagai ucapan terimakasih karena menganggap Pak Lurah mereka yang saat ini, bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Alhamdulillah...

Berkah yang lainnya adalah keluargaku mendapat banyak doa baik dari mereka. Apalagi saat kabar kehamilanku tersebar, makin banyaklah doa dan perhatian warga padaku. Seperti ketika sore menjelang buka puasa banyak kiriman makanan-makanan sehat untukku, atau ketika aku ikut Mas Luham menghadiri sebuah acara, pasti aku disiapkan tempat yang nyaman, kata mereka orang hamil rawan merasa pegel. Masyaallah...

Mungkin iya sejak Mas Luham menjabat sebagai lurah aku banyak kehilangan waktu dan perhatiannya yang dulu 24 jam sedia untukku, tapi sebagai gantinya Allah kasih aku kebaikan-kebaikan dan doa yang tulus dari warga kampung.

Melihat senyum tulus yang penuh rasa terimakasih dari mereka membuat aku akhirnya perlahan bisa terbiasa dan mulai ikhlas menjalani hidup sebagai istri Lurah, dan yang pasti aku bangga pada suamiku. Dia berusaha keras sekali menjalankan dua peran dalam hidupnya, suami dan kepala desa.

"Nduk! Kok bengong di sini?" tegur umi yang baru saja selasai ngaji kitab ba'da dzuhur di mushola putri.

"Alea terharu aja, Umi, banyak yang sayang sama Mas Luham."

Umi tersenyum teduh sembari merangkul pundakku. "Alhamdulillah, semua juga nggak lepas dari doa dan dukungan kamu. Maafin anak Umi ya, yang kadang masih suka menyampingkan kamu."

Aku menyangkalnya, karena Mas Luham itu tahu banget dengan keadaanku. Waktunya memang banyak tersita untuk tugas lurahnya, tapi dia tidak pernah absen di saat aku benar-benar membutuhkannya, seperti waktu itu pas awal kehamilan aku pingsan karena sering muntah dan akhirnya harus dirawat di rumah sakit, dia selalu hadir untukku. Jadi sekarang aku paham dia mengatur tugasnya berdasarkan prioritas.

Ketika aku tidak benar-benar darurat, dia akan lebih mementingkan pekerjaannya begitu juga sebaliknya. Ternyata ya, laki-laki yang dulu aku tolak mentah-mentah, sekarang menjadi lelaki yang paling aku inginkan hidup bersama selamanya.

Memasuki usia kehamilan bulan ke empat ini rasanya sudah mulai nyaman, keluhan-keluhan sudah mulai hilang, mungkin tinggal ngantuk-an saja yang belum bisa hilang.

Eh tapi kayaknya kalau ngantuk-an itu udah bawaan lahir.. Dari dulu juga hobi tidur.. Ha ha.

Aku mengganjal punggung dengan bantal lalu meluruskan kaki. Rasanya memang nikmat sekali.

Sambil meregangkan otot, aku mengetap layar ponsel untuk menghubungi Shanum. Kabar gembira banget, katanya Shanum Juga sudah hamil, nggak mau kalah banget Si Rey!

Tapi alhamdulillah.. Akhirnya kita berdua bisa sama-sama bahagia..

Cukup lama aku menunggu Shanum menjawab telepon tapi malah suara Mama Ralin yang terdengar. Beliau meminta maaf karena mengangkat teleponnya dan memberitahu bahwa Shanum tidur pules banget.

Mendengar Shanum tidur kok mendadak aku jadi ngantuk sendiri. Akhirnya aku beneran tidur dan baru bangun dua jam kemudian, tepat saat Mas Luham pulang dari kantor.

8. Real yang tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang