11. Pelangkah Untuk Ilyas

4.1K 604 142
                                    

Pagi hari yang sudah diawali dengan rintik hujan membuat Alea harus berulang kali merapatkan jaketnya. Sejak semalam dia masih berada di rumah sakit, dia tetap ingin menunggu Sang Abi bangun walaupun yang lain menyuruhnya pulang, alhasil semalam dia harus rela tidur di pangkuan Luham. Atau lebih tepatnya Luham yang harus rela menahan rasa pegal karena semalaman tidur dengan posisi duduk ditambah kepala Alea di pangkuannya.

"Mau diantarkan baju yang mana?" tanya Luham ketika mereka beriringan menuju kantin. Luham mengajak Alea untuk sarapan terlebih dahulu sebelum meninggalkannya karena harus berangkat kerja.

"Nggak usah, Mas. Nanti mau di bawain Mbak Kinan."

Luham langsung mengiyakan tanpa memperpanjang masalah baju, lalu dia menarik kursi untuk Alea, lelaki itu beranjak pergi memesan sarapan untuk Alea dan tiga porsi dibungkus agar nanti bisa dibawa Alea untuk Dito dan Ilyas, tambah Rey kalau dia mau. Walaupun masalah mereka sudah menemui titik terang, tapi hubungan Rey dan Luham belum bisa disebut baik, keduanya masih enggan berbicara jika tidak ada yang penting sekali.

"Mas Luham nggak makan?"

Lelaki itu tersenyum dan menggeleng lalu menyuruh Alea tetap meneruskan sarapannya. Alea sedikit mengintip layar hpnya dan baru ingat kalau hari Senin dan Luham biasa puasa.

"Mas Luham pulang nggak apa-apa, nanti biar nggak buru-buru."

"Aku tungguin kamu sampai selesai makan!"

Selanjutnya Alea tidak bersuara lagi, dengan cepat dia menghabiskan sarapannya lalu mengantarkan Luham hingga parkiran yang tak jauh dari kantin.

Luham berpamitan dan berjanji akan kembali ke rumah sakit setelah selesai kerja. Bertepatan mobil Luham yang keluar, masuk sebuah mobil berwarna silver yang membuat Alea tidak jadi meninggalkan parkiran.

Alea menunggu pengemudi mobil itu keluar karena dia yakin bahwa itu adalah mobil Rey, dia hafal sekali. Tapi kemudian alisnya bertaut karena yang keluar dari mobil adalah seorang wanita bukan Rey, sampai dia harus memastikan lagi plat dan merk mobilnya, dia masih yakin kalau itu mobil Rey.

Alea mengurungkan niat kembali ke kamar abinya, dia penasaran dengan gadis yang membawa mobil Rey dan diam-diam mengikuti gadis itu sampai masuk ke ruangan jaga. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena ruangan khusus karyawan itu cukup tertutup.

Dengan terus dihinggapi rasa penasaran, Alea berjalan menuju kamar Sang Abi. Dalam hati bertekad, pasti akan bertanya pada Rey tentang gadis itu. Rasa penasaran Alea baru teralih ketika dia membuka pintu kamar dan mendapati Sang Abi sudah duduk dan sedang dibantu minum oleh Ilyas.

"Nah ini, susternya datang!" canda Ilyas dan membuat Abi Rizky tersenyum pelan. Wajahnya masih terlihat pucat tapi tak bisa dipungkiri ada gurat bahagia karena melihat anak bungsu kesayangannya berdiri di hadapannya.

Ilyas menerima sarapan yang dibawakan Alea dan pemuda itu langsung duduk menikmati sarapannya sekaligus memberikan waktu untuk Rizky dan anaknya.

"Abi, gimana rasanya?" tanya Alea lalu duduk di samping abinya.

Rizky tidak langsung menjawab, dia tersenyum lalu mengangguk pelan. Tangannya yang terbebas dari infus memberi tanda agar Alea mendekat dan memeluknya.

Alea yang sejak semalam sudah menahan sedih langsung saja dengan hati-hati memeluk abinya. Keduanya tidak berbicara apapun dalam beberapa saat, memilih menikmati momen haru itu.

"Abi kalau sakit jangan yang berat kenapa? Masuk angin aja, biar dikerokin sama Alea sudah sembuh." ujar Alea setelah sekian lama mereka berpelukan.

Masih dengan mengusap punggung putrinya, Rizky bertutur pelan, "Memang kamu masih mau ngerokin sama mijitin Abi?"

Niat Rizky hanya bercanda tapi ditangkap lain oleh Alea. Hatinya yang sudah diliputi rasa bersalah semakin tersentil lagi. Semalam dia lama memandangi Sang Abi yang terpejam dengan wajah pucat, pikirannya sudah melayang jauh, takut kalau tidak ada kesempatan lagi meminta maaf dan berbakti sama abinya.

8. Real yang tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang