12. Berawal Dari Mixer

3.8K 579 103
                                    

"Libur Rey?"

Reyshaka mengangguk sambil meminum kopi kalengnya. Sejenak dia mengamati beberapa santri yang tengah berdiri di bawah pohon sambil membawa al quran.

"Kenapa itu mereka?" tanya Rey.

"Biasalah, kayak nggak pernah aja. Dulu siapa yang sampai dibotakin dan nggak berani pulang padahal liburan?"

"Bukan aku!" jawab Rey yang diakhiri dengan gelak tawa. Dia kembali ingat kenangan itu, kenangan di saat dirinya sedang bandel-bandelnya dan karena kesalahan lebih dari tiga kali sampai rambutnya harus dicukur habis oleh pengurus pondoknya. Membuat dia tidak berani pulang padahal liburan pondok. Bukan tidak berani tapi tepatnya tidak mau kelihatan jelek di depan keluarganya.

"Halah, Bang Ilyas lupa siapa yang malah nggak boleh pulang pas liburan gara-gara dihukum karena ketahuan bawa hp?" balas Rey karena merasa diejek oleh Ilyas.

"Bukan aku juga!" jawab Ilyas lalu keduanya tertawa sambil saling memukul lengan.

"Tapi emang harus gitu kali ya, Rey! Bandelnya dipuas-puasin pas masih kecil, kalau udah tua gini udah waktunya mikirin hidup."

"Situ aja kali yang Tua! Saya masih muda," cibir Rey dan langsung mendapat hadiah tempeleng dari abang sepupunya.

Rey tergelak lagi karena berhasil membuat abangya kesal. Tapi dia menyetujui ucapan Ilyas tadi. Kalau sudah berumur itu bukan waktunya bandel lagi, tapi mikirin gimana hidup ini mau dijalankan, walaupun sesekali dia juga masih bandel.

"Nanti jadi ke rumah Pakde?" tanya Ilyas lagi.

Rey hanya mengangkat bahunya karena memang dia belum punya keputusan. Malam ini di komplek Khodijah tepatnya di rumah Rizky akan diadakan syukuran kecil-kecilan. Syifa yang punya nadzar ini dan sebagai bentuk rasa syukur karena suaminya sudah sembuh dan pulang. Maka tiga hari setelah kepulangan Rizky, Syifa melaksanakan nadzarnya itu.

Ilyas mengusap rambut Rey dan menggosoknya berkali-kali, "Sabar bos! Pasti bisa move on!" ucapnya. Nadanya terdengar mengejek tapi hal itu tulus dia ucapkan. Kasihan juga melihat adiknya ini galau nggak selesai-selesai.

"Halah, kayak yang ngomong mudah move on aja!"

Kali ini Ilyas yang terbahak merasa omongan Rey tidak sepenuhnya salah.

"Aku itu susah sayang sama orang, sekalinya sayang eh salah orang!" curhat Ilyas.

"Lah aku juga Bang, susah sayang sama orang, buka hati itu juga susah banget. Sekalinya sayang eh istri orang!"

Keduanya kembali terbahak, tentu saja Ilyas cuma bercanda dengan ucapannya karena hingga detik ini dia masih menyimpan rapat gadis yang ingin dia nikahi, setau keluarganya Ilyas yang bawaannya anteng belum mau memikirkan pernikahan lagi karena pernah sakit hati padahal tidak seperti itu, saat ini dia masih mau fokus membangun rumah Tahfidz sekaligus panti asuhan yang masih dalam proses.

Sedangkan Rey, yang dia ucapkan bukan bercanda sama sekali. Dia serius dalam bercanda, dia tipe orang yang susah membuka hati, atau memang karena sejak kecil sudah ada Alea di hatinya sehingga sulit melihat orang lain? Karena tidak hanya sekali ada orang yang menawari perjodohan padanya, entah itu dengan kerabat atau hanya sebagai perantara tapi Rey tolak dengan sopan. mungkin mulai sekarang Rey harus berpikir ulang, siapa tau diantara mereka ada yang memang jodohnya.

Tapi bagi Rey menikah itu untuk sekali seumur hidup, berharap berjodoh hingga akhirat juga. Dulu dia amat yakin dengan Alea, tapi takdir berkata lain. Dia tidak mau terburu-buru memikirkan jodoh, dia yakin kalau saat ini menikah alasan kuatnya bukan karena ibadah melainkan karena ingin berpaling dari Alea. Maka dia putuskan untuk tidak terburu-buru.

8. Real yang tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang