Menjalani keseharian sebagai istri dari Luham membuat Alea pelan-pelan bisa merubah pola hidupnya. Dulu dia termasuk anak yang suka semuanya, apalagi dalam hal belanja, bisa bikin geleng-geleng kepala. Terlebih soal jajan, tak perlu mikir dua kali.
Alea suka membeli barang-barang kecil yang terkadang tidak begitu bermanfaat, dia hobi berselancar di toko online, kelihatannya saja anteng tapi beberapa hari kemudian paket datang silih berganti.
Bukan barang mahal yang dia beli, tapi lebih ke barang-barang unik dan lucu menurutnya. Seperti aksesoris jilbab, dia bisa beli dalam jumlah banyak dan akhrinya akan dia kasih ke orang lain karena tidak sempat memakainya. Atau pernah juga dia beli kaos kaki dua lusin hanya karena melihat motifnya yang lucu, habis itu dia bagi-bagikan ke saudara perempuannya.
Setelah menjadi istri Luham yang sesungguhnya, dia mulai mengurangi kebiasaanya itu. Luham orangnya bijak sekali dalam mengatur keuangan, membeli sesuatu atas dasar kebutuhan bukan keinginan. Dia tidak pernah melarang Alea, tapi Alea sendiri yang merasa tidak enak dan akhrinya perlahan memperbaiki pola belanjanya itu.
"Kamu yang baca doanya ya, Nduk!"
Alea menoleh cepat, terkejut dengan permintaan mertuanya. Dia langsung menggeleng sambil tersenyum.
"Jangan Umi, Alea nggak berani!" tolaknya dengan lirih dan sopan.
"Ah kamu sukanya begitu, ayolah anak Umi yang cantik! Umi lagi batuk-batuk ini, gatal banget tenggorokannya!" paksa Lutfiyah lagi agar menantunya itu mau.
Akhirnya dengan segala rayuan Sang Mertua, Alea memberanikan diri untuk mengambil mikrofon dan mulai memimpin doa Khotmil Quran. Malam ini dia dan mertuanya sedang ada acara pengajian dengan ibu-ibu kampung dan kebetulan malam ini tadarusan rutin mereka sudah khatam.
Suara Alea terdengar sedikit bergetar karena grogi, baru kali ini dia memimpin tahlil dan doa khatam quran, dia merasa belum pantas sama sekali membacakan doa di hadapan mertuanya dan ibu-ibu kampung ini.
Selesai acara, Alea dan uminya pulang dengan mengendarai motor baru Alea. Dua hari yang lalu Luham membelikan motor untuk istrinya, sebenarnya hanya tukar tambah dengan motor Alea yang lama.
Luham merasa miris dengan motor Alea, motor itu dulunya punya Sean, karena sudah jarang dipakai jadinya diakui hak milik oleh Alea, dan memang dasar Alea yang kurang merawat alhasil motornya kurang beres, kalau bisa menjerit pasti motornya sudah histeris.
Dan setelah minta izin ke Sean akhirnya Luham menggantinya dengan yang baru dan berjanji sendiri kali ini dia yang akan rutin merawat motornya, kalau mengandalkan Alea sepertinya kurang meyakinkan.
"Motornya gede amat, Luham milihin istrinya kok segini!" ujar Lutfiyah ketika mengamati motor Alea.
"Sebenarnya, Alea sih yang milih Umi." jawab Alea seraya menghidupkan motornya.
Sang Mertua langsung bonceng dan berpegangan ke perut Alea.
"Kirain Luham yang asal beli, mau Umi protes." kata Lutfiyah lagi sambil terkekeh. "Memang kamu nggak keberatan bawa motor segini?" tanyanya lagi.
Alea menggeleng, "Kalau udah jalan nggak terasa Umi, sengaja pilih ini juga biar pas boncengan sama Mas Luham terlihat kece Umi, kan Mas Luham nya tinggi gitu!" jawabnya.
"Haha, betul juga kamu."
Sepanjang jalan Menantu dan mertua itu terus ngobrol, Lutfiyah sangat bersyukur karena sekarang Alea sudah tidak pendiam lagi dan terlihat bahagia tinggal di rumahnya. Memang seperti itu yang dia harapkan sejak awal, dulu dia sering menegur Luham agar lebih perhatian dengan Alea malah sekarang Alea yang sering mengeluh padanya kalau Luham perhatiannya kadang keterlaluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Real yang tak Nyata
RandomTidak Semua yang kita harapkan bisa terwujud, dan tidak semua yang kita tolak bisa menjauh. Hidup tidak semudah apa yang kita mau.