"Kenapa seseorang cenderung peduli dengan urusan orang lain?"
Satu pertanyaan yang pernah dilontarkan Sang Papa waktu itu pada Rey sembari menikmati kopi terenak di dunia. Kenapa terenak, karena kopi itu adalah kopi yang dibuatkan secara sengaja oleh ratu tanpa mereka minta. Biasanya Sang Ratu hanya melirik sinis tanda protes ketika keduanya sudah kecanduan kopi.
Kembali ke pertanyaan tadi. Waktu itu tanpa pikir panjang Rey menjawab papanya, "karena urusan sendiri sudah selesai," begitu celetuknya.
Sang Papa langsung tertawa dan menyuarakan ketidaksetujuannya karena yang namanya urusan pasti tidak akan pernah ada selesainya. Kemudian papanya menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap orang punya rasa empati dan simpati yang besar sehingga selalu ada perasaan ingin turut campur urusan orang lain.
"Tetapi nggak semua urusan orang lain bisa kita campuri kan, Pa?"
Nazril mengangguk dengan pasti, memang itu yang ingin dia sampaikan ke anaknya. Lalu Nazril yang pandai merangkai kata karena terbiasa merayu Sang istri, kini menggunakan kemampuan itu untuk sang anak.
"Memang segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, Bang! Simpati dan empati tentu bagus kita tanamkan dalam diri, tapi tidak harus setiap saat dan setiap urusan orang kita kasih simpati, jatuhnya kepo dan sok tau! Bisa saja orang itu malah nggak nyaman karena kita terlalu ikut campur, bayangkan kita jadi orang itu pasti nggak ingin juga urusan kita terlalu dicampuri!"
"Jadi intinya kita harus tau diri ya, Pa? Kapan kita harus kasih simpati dan kapan kita harus kasih ruang untuk orang lain menyelesaikan masalahnya sendiri."
"Ya! Betul sekali. Karena terkadang memberi ruang untuk orang lain dengan masalahnya sendiri itu juga wujud dari simpati."
"Alhamdulillah Rey selama ini juga tau diri kok, Rey tau kalau ganteng, Pinter, bersahaja, rajin menabung, disiplin,"
Nazril kala itu langsung reflek memukul lengan Rey untuk merespon candaan anaknya. Lalu dia memegang dahi Rey dan bertaawudz, lalu berakting seperti sedang menyembuhkan Rey yang kesurupan. Keduanya lalu tertawa keras sampai membuat mamanya keluar kamar lalu beristighfar ketika melihat kelakuan keduanya.
Rey tertawa sendiri mengingat saat itu, dirinya yang mengagumi sosok papanya yang selalu bisa membangun suasana menyenangkan ketika ngobrol dari hati ke hati.
Saat ini Rey sedang mengemudikan mobilnya melewati jalur tol yang masih lumayan sepi di pagi buta seperti ini. Dalam kesendiriannya itu tiba-tiba dia teringat nasehat papanya tentang simpati pada orang lain. Karena hal yang ingin dia lakukan saat ini tidak jauh dari nasehat papanya itu.
Selepas shubuh tadi Rey menuju Jombang, dia juga sengaja mengambil cuti agar punya banyak waktu. Ada dua agenda yang ingin dia lakukan di Kota Santri itu.
Yang pertama, menjenguk Sang Adik sekaligus mengirim bekal makanan dan uang. Dan yang kedua, masih belum jelas. Dia sendiri masih bimbang antara mewujudkan rasa simpati dengan cara menemui orangnya atau dengan cara memberikan ruang untuk orang itu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Setelah menempuh jalan berjam-jam, akhirnya Rey sampai dan memarkirkan mobilnya di antara kendaraan wali santri lain yang juga ingin menyambangi anak mereka karena hari ini memang jadwalnya.
Sebenarnya Arsha sendiri jarang disambangi oleh Nazril dan Ralin, bukan tidak peduli tapi karena memang didikan di keluarganya seperti itu, biar pas mondok itu kental tirakat dan prihatinnya termasuk sabar jika jarang disambangi keluarga.
Jarang disambangi bukan berarti kirimannya juga jarang, Nazril tetap memantau putranya juga mengirimi uang untuk keperluan bulanannya, Rey dulu pun juga seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Real yang tak Nyata
RandomTidak Semua yang kita harapkan bisa terwujud, dan tidak semua yang kita tolak bisa menjauh. Hidup tidak semudah apa yang kita mau.