9. Helm Pink

3.6K 594 46
                                    

Setelah bertemu dengan Rey, Alea tidak langsung pulang ke rumah Luham tidak juga ke rumah orangtuanya melainkan dia pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Di bawah sebuah payung besar dia duduk seorang diri, hanya ditemani debur ombak yang saling berkejaran seakan alam pun ikut mendramatisir perasaannya saat ini.

Tiga buah cup kecil jasuke sudah habis dia lahap saat ini dia masih memegang cup ke empat. Mulutnya mengunyah pelan paduan jagung manis, keju dan susu sedang matanya menatap lurus ke arah lautan yang seperti tak ada batasnya.

Alea juga sengaja menonaktifkan hpnya, dia berencana menyendiri di sini hingga ashar nanti. Meskipun sedang galau mendalam, dia juga masih tetep ingat pulang. Suasana pantai di siang hari begini memang cocok untuk menyendiri, orang-orang pilih datang kesini di pagi buta atau di senja hari.

Dia memutar kembali kenangan-kenangan masa kecil, memang dibanding dengan saudara yang lain, dengan Rey lah dia paling banyak menghabiskan waktu. Sejak kecil dia dan Rey memang sering bersama, walaupun umur Rey lebih muda tapi dengan Rey dia merasa dilindungi sehingga terbentuk satu keinginan untuk bisa hidup bersama Rey.

Pertanyaannya, dia benar-benar menginginkan Rey ataukah itu hanya obsesi karena sejak kecil mereka bersama, dan apa karena Rey juga yang sudah memberikan banyak kenangan manis masa kecil?

"Peyek nya Mas!"

Lamunan Alea terhenti kala ada seorang wanita tua yang memakai caping dan menggendong dagangan menghampirinya untuk menawarkan barang yang dia bawa, wanita itu memanggilnya dengan sebutan Mas, dari kata Nimas, khas orang jawa kalau menyapa gadis. Awalnya Alea tidak ingin membeli tapi melihat wanita tua yang sudah penuh keringat itu dia merasa kasihan, apalagi cuaca terik seperti ini nampak jelas wajah lelahnya.

"Nggih, Mbah!"

Alea mengajak wanita tua itu duduk agar bisa istirahat lalu dia memborong semua dagangannya. Wanita itu malah sampai menangis karena senang dagangannya habis.

"Simbah tinggal daerah sini?"

"Iya, Simbah tinggal di sana dekat tower!" jawab wanita itu sembari menunjuk arah rumahnya.

Alea terus mengamati wanita tua itu saat menurunkan semua dagangannya, tangannya yang menghitam dan keriput sedikit gemetaran ketika menghitung jumlah peyek yang harus Alea bayar. Tiba-tiba muncul satu rasa tidak nyaman di hatinya, melihat wanita tua ini Alea jadi teringat bundanya, sudah lumayan lama dia belum mengunjungi Sang Bunda ataupun sekedar menanyakan kabarnya. Mendadak Alea diliputi rasa bersalah, karena dirinya yang marah dengan keadaan sampai harus mengabaikan orangtuanya.

Sambil membungkus semua dagangannya, wanita tua itu menjawab semua pertanyaan Alea. Dari percakapan penuh makna itu dia menceritakan bahwa sudah lama tinggal seorang diri. Daerah asalnya sebenarnya di Surabaya tapi karena ikut Sang suami jadilah tinggal di sini.

"Suami Simbah, masih ada?" Alea bertanya dengan hati-hati sekali takut menyinggung perasaan.

Wanita itu tersenyum hingga kerutan di wajahnya semakin terlihat jelas sambil berulang kali membenarkan kerudung dekilnya yang berantakan terkena angin pantai. "Suami Simbah hilang saat melaut, hingga sekarang belum ditemukan dan tidak lama kemudian anak Simbah yang berumur sepuluh tahun juga meninggal karena sakit diare."

Alea ingin sekali bertanya lebih lanjut namun dia tahan, dia amat khawatir kalau Sang Wanita merasa tidak nyaman. Namun sekali lagi wanita itu menggurat senyum seperti paham kalau Alea penasaran.

"Bagi Simbah, suami masih pergi melaut. Mau percaya kalau sudah ndak ada tapi jasad dan perahunya sampai sekarang belum ditemukan,"

Mata Alea ikut berair merasakan betapa pilunya kisah wanita tua dan renta di depannya ini. "Mbah, bagaimana Simbah menjalani hidup setelah bertubi-tubi mendapat musibah?"

8. Real yang tak NyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang