Jatah cuti setelah tugas luar telah selesai dan pagi ini Rey kembali bekerja seperti biasanya. Setelah melaksanakan 4 rakaat dhuhanya Rey bersolek di depan kaca, dia pantang keluar rumah dalam keadaan berantakan. Salah satu prinsipnya adalah good looking is Everything.
Kata Rey, jangan buru-buru ngatain dia. Dengar dulu penjelasannya!
Kenapa good looking is Everything? Karena untuk mengendalikan banyak hal itu kuncinya didengar. Nah untuk bisa didengar itu kita harus menarik perhatian. Dan salah satu cara menarik perhatian adalah good looking. Kalau sudah bisa mengendalikan banyak hal, akan lebih mudah bagi kita menyampaikan banyak hal kebenaran. Seperti itu yang papanya ajarkan.
"Bang, nebeng sampai rumah simbah ya!"
"Hmm!"
Arsha masuk ke kamar kakaknya dan kembali merebahkan diri padahal sudah dandan rapi.
"Ngomong-ngomong betah amat di rumah? Kapan balik pondok, Sha?"
"Lah ini mau pamit simbah, besok siang insyaallah balik. Udah dinyanyiin terus sama mama!"
"Kalau uang sakunya menipis bilang sama Abang!" ucap Rey sambil memakai pomade ke rambutnya.
Arsha langsung duduk dengan mata berbinar, "Alhamdulillah, mau nambahin Bang?"
"Mau Abang ajak nangis bareng!" jawab Rey sambil berakting nangis dan merana. Setali tiga uang dengan Rey, Arsha juga langsung ikut akting nangis dan berdua langsung berpelukan.
"Gini amat ya Bang nasib kita, udah ditinggal nikah, eh duitpun ikut ninggalin!"
Rey reflek mendorong bahu adiknya hingga terjerembap ke kasurnya. Yang didorong malah tertawa bahagia.
Arsha setia menunggu abangnya yang tak kunjung usai bersolek, padahal cuma pakai pomade dan parfum. Lalu keduanya beriringan menuju ruang makan di mana sudah ada mama dan papa mereka yang sarapan lebih dulu.
Arsha sudah duduk di samping papanya dan anteng dengan sepiring nasi goreng sedang Rey masih celingukan mencari sesuatu yang tidak ada di meja makan.
"Kata ibu negara kopi sedang mahal jadi tidak beli!" bisik Nazril yang tahu banget apa yang sedang Rey cari.
Pemuda itu mendesah kecewa lalu dengan lesu duduk pasrah menerima sepiring sarapan dari mamanya.
"Sarapan Bang! Kata Mbak pondokku namanya Mbak Epin, dia bilang gini kalau manggil santri sarapan.. 'Jika tidak ada bahu buat bersandar Setidaknya masih ada telur yang bisa didadar Karena hidup nggak cuma butuh harapan, tapi juga butuh sarapan, agar kuat menghadapi kenyataan.'"
Rey mengabaikan adiknya yang sudah tertawa puas, beraninya dia membully kakak sendiri. Namun tawa Arsha seketika berhenti saat Ralin bersedekap sambil menatapnya.
"Kok kamu bisa hafal banget kata-kata Mbak Pondok? Komplek kamu jauh lho dari asrama putri!"
"Hehe, kan kadang Arsha bantuin angkat baskom nasi ke asrama putri, Ma! Sekalian ngelirik dikit," jawab Arsha sambil menangkupkan kedua tangannya.
"Kamu ya!" imbuh Nazril bermaksud ikut membantu Ralin menegur Arsha. Tapi tentu saja itu hanya angan-angan Ralin, dia belum lupa sifat anak-anaknya ini berasal dari siapa.
"Kalau ngelirik aja sakit, sekalian ditatap aja!" lanjut Nazril dan langsung mendapat tepuk tangan dari kedua anaknya.
Ralin langsung duduk dan menghela nafas lanjut bersenandung, "Ilahi lastu lil firdausi ahlaa, Wa'ala Aqwa 'alannaril jahiimi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
8. Real yang tak Nyata
RandomTidak Semua yang kita harapkan bisa terwujud, dan tidak semua yang kita tolak bisa menjauh. Hidup tidak semudah apa yang kita mau.