Like sebelum baca, komen&follow setelah baca.
~🍎~
Jakarta Indonesia
Akhirnya Joey tiba di Apartemennya, ia sangat kelelahan setelah perjalanan panjang ke Jakarta. Joey segera pergi ke kamar mandi untuk mengisi bak mandinya dengan air hangat. Di nyalakan nya lilin aroma terapi dengan wewangian bunga, kemudian mengambil wine dan gelas untuk dinikmati ketika ia berendam, Joey ingin bersantai dengan caranya.
Setelah mandi lalu Joey pergi ke dapur, menyiapkan beberapa makanan untuk dimakan. Kentang kukus, chicken grill dengan sedikit lada dan salad. Kemudian pergi tidur lebih awal karena segudang pekerjaan sudah menanti Joey besok.
Keesokan harinya Joey bangunkan dengan suara alarm yang sedari tadi berbunyi nyaring. Bandannya masih terasa pegal, namun ia harus cepat-cepat bangun karena ada meeting penting mengenai laporan dinasnya ke Milan.
Tepat saat hendak bangun dari ranjang, ponselnya pun berdering. "Halo.." Suara Joey terdengar parau khas bangun tidur.
"Morning, Joey." Cecil terdengar bersemangat diujung sana. "Baru bangun, ya? By the way, Nanti mampir ke Cafe ya. Aku ada menu baru nih, semalaman aku tinggal di Cafe untuk menyelesaikan eksperimen ini." Celotehan Cecil mengawali pagi hari Joey.
"Mmm, oke." Joey berdehem. "Nanti habis ngantor aku pasti mampir."
"Aku juga mau minta tolong, please fotoin menu baru di Cafe aku?" Mohon Cecil dengan suara manja ciri khasnya.
"Aku bukan fotografer, Cecil. Kamu sewa aja Rio Motret, ribet banget." Balas Joey malas, ketika sedang mengambil air dari dispenser untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
"Tapi hasil foto kamu nggak kalah bagus Joey, sayang. Ayolah Joey, dari pada aku harus bayar fotografer mahal-mahal."
Dasar Cecil, selalu saja seenaknya. Tapi Joey tidak pernah bisa menolak jika sahabatnya itu sudah memohon seperti itu.
"Ya-ya, aku bantu, udah dulu ya aku mau siap-siap ngantor. Bye Cecil, sayang." Diakhiri dengan kecupan.
"Love you, Joey. Bye" Teriak Cecil girang.
Sekarang masih jam enam pagi. Aroma toast di pagi hari benar-benar tercium nikmat, ditemani suara blender yang sedang sibuk membuat jus apel. Kemudian Joey mengambil bacon di dalam frezzer untuk dipanaskan, juga mengambil sisa saladnya semalam untuk saparan.
Joey memang selalu bangun pagi dan datang ke kantor lebih awal dari Stafnya, bahkan terkadang ia pulang pagi jika diperlukan. Totalitasnya dalam pekerjaan sudah tidak usah diragukan, hingga membuat beberapa orang berkata jika Joey tidak akan bisa menikah kalau terus bekerja seperti orang gila. Sayangnya, Joey terlalu keras kepala sehingga tidak perduli akan kata orang,
Tepat pukul lima sore setelah pekerjaannya berkahir, Joey langsung mengemudikan mobilnya ke kawasan Kemang untuk menepati janjinya pada Cecil.
"Ini americano buat Joey, ini green tea milkshake kesukaan Yuna." Kemudian Cecil langsung menyodorkan beberapa tester makanan di atas meja untuk di ambil fotonya oleh Joey. "Habis di foto nanti langsung deh kita cobain."
Selesai mengambil foto, lalu Joey menyerahkan dua buah paper bag pada kedua sahabatnya itu. "Oleh-oleh dari Milan, guys"
"Thanks, Joey." Kata Cecil dan Yuna berbarengan ketika melihat isinya ternyata sebuah boneka buatan tangan yang mengemaskan.
Mereka pun mencoba hidangan yang disodorkan Cecil dengan senang hati. "Kalau ada rasanya yang kurang bilang aja."
"Enak, Cil. Cakenya soft banget, cuman cinamonnya kebanyakan jadi agak pahit. Terus salad nya kebanyakan black oil, mending dikurangin dikit deh biar sesuai sama lidah orang Indonesia." Joey melontarkan komentar yang serius seolah Chef profesional yang melakukan penilaian.
"Gila. Aku kayak ikut acara Master Chef aja nih. Aku tau kamu jago masak, tapi aku ini lulusan commercial cookery, Joey. Mendingan kamu ikut acara itu aja deh, dari pada jadi Produser yang gila kerja." Balasan Cecil membuat Yuna tertawa lepas karena Joey yang terlalu serius, dan Cecil suka mengejek.
"Aduh perutku sampe sakit gara-gara ketawa. Kalau aku sih, karena nggak terlalu paham tentang masakan jadi aku anggap semua ini, the best abis!" Yuna masih tertawa sambil mengacungkan kedua jempolnya kepada Cecil.
"Jadi gimana Milan? Sebagus apa sih Kotanya? Jadi pengen ke sana, cerita dong Joey." Pinta Yuna.
Joey menceritakan semua pengalamannya selama berada di Milan. Betapa indahnya Kota itu, bangunan tua yang menjulang tinggi, suasana, kulinernya dan aromanya. Tanpa terkecuali pertemuannya dengan pria bernama Kennan Renner.
Dan, Joey berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengannya, walaupun sejujurnya laki-laki itu telah sukses membuat jantungnya menari tak karuan.
"Hah kamu gila ya!" Teriak Cecil keras. "Kalau pria itu seganteng dan setajir yang kamu bilang barusan, sehari pun aku bisa langsung jadian, Joey." Cecil tidak habis pikir dengan sahabatnya kelewat cuek.
"Yakin?" Joey meragukan, mengejek Cecil. "Kamu aja gagal move on. Semua saran cinta kamu nggak guna kalau kamu masih nggak bisa lupain cowok itu, Cil." Joey tersenyum jahil, membuat muka Cecil berubah sebal.
"Lagian itu cuma kebetulan, asal kamu tahu, dia itu play boy. Bagiku, hidupku sekarang udah sempurna. Ada kalian berdua, Bibi dan sepupu-sepupuku. Aku bersyukur."
Dalam hati kecilnya Joey masih bertanya-tanya apa dia sudah bahagia. Apa seorang pria bisa memberikan kebahagiaan yang berbeda. Apa perempuan akan bahagia saat ada pria yang mencintainya? Sekali lagi Joey menepis semua rasa itu, Joey menolak jatuh ke kubangan yang sama.
"Ah manisnya, sahabatku. Aku bahagia kalau kamu bahagia, Joey. Kita bertiga harus bahagia guys." Ucap Cecil tulus.
Ponsel Joey yang berada tepat dihadapannya berbunyi, terlihat melalui layar ponselnya sebuah pesan masuk dari nomer yang tidak ia kenal. Pesan yang membuat banyak spekulasi dalam pikiran Joey.
Apa mungkin ini laki-laki itu? Bagaimana bisa dia tahu nomerku. Ya Tuhan, Semoga ini bukan dia.
Unknown Number: Finally, I found you. See you soon, Joey.
From; Ken.
~🍎~

KAMU SEDANG MEMBACA
I FEEL YOUR TOUCH
Romance"Ken, aku mau bicara." "Ngomong aja, Joey." "Kamu sayang gak sama aku?" Tanya Joey kepada Ken, partner seksnya. "Sayang." "Ken, aku sayang sama kamu," ucap Joey tenang, Ken masih sibuk mengunyah nasi goreng. "Bukan sebagai partner, perasaan aku jauh...