Part 26

8.3K 536 91
                                    

Double up! Klik this song to get the feel...

Dari chapter 22, 23, 24, 25 dan 26 bener-bener menguras emosi. Siapa yang setuju??? Komen!

~🍎~

Tidak ada lagi yang berani menatap Joey setelah Ken mengultimatum semua karyawan. Joey dapat menebak apa yang mereka pikirkan walau tidak ada yang berani memperhatikannya. Tapi obrolan group pasti ramai, lalu gosip menyebar ke divisi lain. Joey berusaha tidak memperdulikan suasana sekitar, ia menarik napas dalam lalu berjalan menuju ruangannya.

Setelah tiba diruangannya, Joey menemukan segelas americano panas dan sekotak roti pisang dengan memo tanpa nama; kalau capek istirahat Joey.

Joey tahu tulisan siapa pada memo—Brian. Kemudian segera mengeluarkan ponselnya untuk mengucapkan terimakasih.

Beberapa bulan mengenal Ken adalah hari-hari terindah yang pernah Joey rasakan. Cara Ken memperlakuakannya, memeluknya, obrolan menyenangkan mereka, dan sikap Ken yang kadang posesif membuat Joey yakin kalau pria itu berhati baik. Percaya Joey dapat merubah kebiasaan buruk Ken dan menjadi laki-laki yang lebih baik, yang bisa dipegang omongannya. Setia.

Sebelum kenyataan pahit yang masih terasa seperti mimpi datang. Sebelum Ken menghancurkan kepercayaannya. Sebelum Ken membuatnya berderai air mata. Kini Joey harus menelan rasa pahit itu sendiri.

Joey tidak ingin lari dari masalah, juga tidak mungkin membuang perasaannya begitu saja. Tak perduli seberapa keras ia mencoba. Jika sejak awal mereka tidak pernah membuat perjanjian, apa lagi bertemu, Joey tidak perlu merasa kesakitan. Joey yang bodoh.

Sekarang, tidak ada yang perlu di pertahankan, semua selesai. Joey bisa merelakan Ken pergi dan hidup bebas, seharusnya memang begitu sejak awal.

I love you but I'm letting go.

~🍎~

Pagi ini tanah sedikit basah setelah semalam hujan deras. Meski langit masih nampak kelabu, syukurlah matahari tidak enggan menampakan diri karena sekarang adalah saat yang penting untuk Ken setelah menunggu dua hari.

Pria itu sudah bangun sejak subuh, membersihkan diri supaya wangi, memilih kemeja dan arloji, tak lupa menggunakan colonge favorit Joey. Ken menyetir sedan mahalnya menuju kediaman wanita pujaannya, dan menyempatkan mampir untuk membeli buket bunga.

Kali ini Ken tidak menunggu di lobi, tapi langsung naik ke lantai tempat tinggal Joey. Ken menekan bel berkali-kali, namun tidak ada yang membuka pintu. Ken berpikir mungkin Joey masih tidur. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk karena sudah tau password Apartemen Joey.

Semua masih sama seperti saat terakhir kali ia datang, malahan terlihat sangat rapi dan bersih. Apartemen itu tidak cukup besar untuk konglomerat seperti Ken, namun nuansa vintage dan lantai kayu memberikan suasana nyaman dan hangat.

Ken memanggil nama Joey, tapi tidak ada jawaban dari kamar wanita itu. Sekali lagi, Ken memanggil nama Joey, Joey, Joey. Berulang kali. Takut terjadi sesuatu, Ken lalu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tidurnya.

Kosong.

Joey tidak ada.

Ken meraih ponsenya dan buru-buru menghubungi nomor Joey. Ken terus menelfon Joey. Tapi nomornya tidak aktif. Ken tidak tau satupun nomor teman-teman Joey. Ia bahkan tidak tahu, kepergian Joey yang mendadak. Pikiran Ken sudah sangat kalut.

Kemudian Ken berlari seperti orang gila menuju resepsionis berniat memeriksa cctv, namun bak badai topan yang datang tiba-tiba, resepsionis itu malah mengatakan jika Joey sudah pergi sejak tadi malam dengan membawa dua koper besar. Ken murka, berteriak keras sambil menjambak rambutnya yang sudah disisir klimis. Buket mawar yang semula cantik ia lempar ke lantai dengan keras. Si resepsionis bahkan tahu jika pria dihadapannya sedang putus asa.

I FEEL YOUR TOUCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang